Makna Dosa (ذنب (dhanb)

 Kata ذنب (dhanb) dalam bahasa Arab diterjemahkan sebagai dosa atau kesalahan, tetapi penggunaannya dalam Al-Qur’an dan literatur Arab dapat mencakup makna yang lebih luas. Berikut makna atau konteks dari kata ذنب:

1. Dosa atau pelanggaran moral

Dalam konteks agama, dhanb mengacu pada pelanggaran terhadap perintah Allah, seperti dalam surah Az-Zumar (39:53):

“Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa (الذنوب).”

2. Kesalahan kecil atau ketidaksempurnaan

Bisa merujuk pada tindakan manusia yang tidak disengaja atau tidak sempurna.

3. Konsekuensi dari suatu tindakan

Kadang dhanb berarti akibat buruk yang timbul dari suatu perbuatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Pelanggaran terhadap hak Allah

Pelanggaran ini mencakup perbuatan yang merusak hubungan manusia dengan Tuhan.

5. Pelanggaran terhadap hak sesama manusia

Dalam konteks ini, dhanb mencakup dosa sosial, seperti ketidakadilan atau penindasan.

6. Sesuatu yang dihindari atau memalukan

Dalam bahasa Arab klasik, dhanb juga bisa merujuk pada sesuatu yang memalukan atau patut dihindari.

7. Kelemahan atau kekurangan manusia

Tidak selalu berarti dosa, tetapi sesuatu yang menunjukkan sifat manusia yang lemah dan tidak sempurna.

8. Kesalahan Nabi (tidak dalam arti dosa)

Dalam konteks Nabi Muhammad SAW, seperti di surah Al-Fath (48:2), dhanb merujuk pada “kesalahan” yang bersifat strategis atau penundaan dalam mencapai tujuan dakwah, bukan dosa secara moral.

9. Dosa dalam hubungan spiritual

Menunjukkan kondisi seseorang yang menjauh dari ketaatan atau kesucian spiritual.

10. Sesuatu yang berakibat buruk bagi pelakunya

Dhanb dapat merujuk pada tindakan apa pun yang membawa kerugian atau sanksi, baik di dunia maupun di akhirat. Makna-makna ini menunjukkan bahwa dhanb memiliki dimensi yang luas, baik secara linguistik maupun teologis. Untuk memahami maknanya dalam suatu ayat Al-Qur’an, diperlukan konteks dan penafsiran mendalam.


Makna-makna ini menunjukkan bahwa dhanb memiliki dimensi yang luas, baik secara linguistik maupun teologis. Untuk memahami maknanya dalam suatu ayat Al-Qur’an, diperlukan konteks dan penafsiran mendalam.


Dalam Al-Qur’an, kata ذنب (dhanb) disebutkan dalam berbagai ayat dengan makna yang beragam tergantung pada konteksnya. Berikut adalah beberapa makna ذنب menurut Al-Qur’an, beserta contoh ayatnya:


1. Dosa atau Pelanggaran Moral

Konteks ini sering mengacu pada tindakan yang melanggar perintah Allah.

“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa (الذنوب).’” (QS. Az-Zumar: 53)

Di sini, dhanb merujuk pada dosa-dosa besar maupun kecil yang dapat diampuni oleh Allah.


2. Konsekuensi dari Perbuatan Buruk

Kadang dhanb tidak hanya berarti dosa, tetapi juga konsekuensi buruk dari perbuatan tersebut.

“Maka masing-masing Kami siksa karena dosa (ذنبه); di antara mereka ada yang Kami kirimkan angin kencang, ada yang ditimpa suara keras, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami tenggelamkan.” (QS. Al-Ankabut: 40)

Ayat ini menunjukkan bahwa dhanb bisa berupa penyebab bencana yang menimpa umat terdahulu.


3. Kesalahan Nabi (Bukan dalam Makna Dosa)

Dalam konteks Nabi Muhammad SAW, dhanb merujuk pada hal-hal yang secara manusiawi terlihat sebagai kesalahan atau sesuatu yang memerlukan pengampunan, namun tidak dalam arti dosa moral.

“Supaya Allah memberikan ampunan kepadamu atas dosamu (ذنبك) yang telah lalu dan yang akan datang.” (QS. Al-Fath: 2)

Para ulama menafsirkan bahwa ini berkaitan dengan urusan dakwah atau keputusan strategis Nabi yang membutuhkan pengampunan dari Allah, bukan dosa moral.


4. Dosa Umat atau Kaum yang Mendustakan Kebenaran

“Mereka berkata, ‘Kami bernasib malang karena kamu dan orang-orang yang bersamamu.’ Saleh menjawab, ‘Nasib burukmu itu karena dosa-dosamu sendiri (ذنبكم).’” (QS. An-Naml: 47)

Dalam ayat ini, dhanb merujuk pada perbuatan syirik dan penolakan terhadap risalah para nabi.


5. Pelanggaran terhadap Hak Allah dan Hak Sesama

“Barang siapa datang dengan membawa keburukan (ذنبا), maka balasannya adalah kejahatan yang setimpal.” (QS. Al-Qasas: 84)

Ayat ini menunjukkan bahwa dhanb mencakup segala jenis pelanggaran, baik terhadap Allah maupun terhadap manusia.


6. Kesalahan Kaum dalam Hubungan dengan Rasul

“Maka mereka mendustakan dan menyembelihnya (unta Nabi Saleh), lalu Tuhan mereka membinasakan mereka karena dosa-dosa mereka (بذنبهم).” (QS. Asy-Syams: 14)

Dhanb dalam ayat ini merujuk pada penolakan mereka terhadap kebenaran yang disampaikan oleh Nabi.


7. Dosa yang Membawa Kehancuran

“Sesungguhnya Aku benar-benar takut jika aku durhaka kepada Tuhanku akan azab pada hari yang besar karena dosaku (ذنب).” (QS. Asy-Syu’ara: 14)

Diucapkan oleh Nabi Musa AS, dhanb di sini merujuk pada kesalahan yang berpotensi membawa akibat berat di akhirat.


Kesimpulan; Makna dhanb dalam Al-Qur’an sering kali mencakup:

1. Dosa moral (syirik, kufur, atau maksiat).

2. Konsekuensi buruk dari perbuatan salah.

3. Kesalahan dalam konteks strategis atau manusiawi, terutama untuk para nabi.

4. Pelanggaran terhadap hak Allah atau sesama manusia.

Pemahaman yang mendalam memerlukan perhatian pada konteks ayat, sebab makna dhanb tidak selalu terbatas pada dosa dalam pengertian umum.


Dalam hadis, kata ذنب (dhanb) juga digunakan untuk merujuk pada berbagai makna terkait dosa atau kesalahan, dengan penekanan pada konteks spiritual, moral, dan pengampunan. Berikut adalah beberapa makna ذنب sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW:


1. Dosa yang Memerlukan Pengampunan

Hadis menunjukkan pentingnya meminta ampunan kepada Allah atas dosa-dosa (ذنب), baik besar maupun kecil.

Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap anak Adam itu bersalah (dosa), dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.”(HR. Tirmidzi, no. 2499)

Dalam hadis ini, dhanb mencakup segala kesalahan yang diperbuat manusia.


2. Dosa yang Diampuni Melalui Amalan

Beberapa hadis menjelaskan bahwa ibadah tertentu dapat menghapus dosa-dosa kecil.

Rasulullah SAW bersabda:

“Antara salat lima waktu, antara Jumat ke Jumat, dan antara Ramadan ke Ramadan adalah penghapus dosa (ذنب), selama dosa-dosa besar dijauhi.”

(HR. Muslim, no. 233)

Dhanb dalam konteks ini mengacu pada dosa-dosa kecil yang dapat dihapus melalui ibadah rutin.


3. Dosa yang Ditimbulkan oleh Niat Buruk

Hadis juga mencakup makna dhanb sebagai konsekuensi dari niat buruk, meskipun belum dilakukan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa berniat melakukan kejahatan (ذنب) tetapi tidak melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan. Namun, jika dia melakukannya, Allah mencatatnya sebagai satu dosa.”

(HR. Bukhari, no. 6491; Muslim, no. 131) Di sini, dhanb merujuk pada niat dosa yang berpotensi menjadi tindakan.


4. Penghapusan Dosa melalui Taubat

Hadis-hadis banyak menekankan pentingnya taubat untuk menghapus dhanb.

Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang bertaubat dari dosa (الذنب) seperti orang yang tidak memiliki dosa sama sekali.”

(HR. Ibnu Majah, no. 4250)

Dhanb dalam hadis ini mencakup dosa besar maupun kecil, dengan syarat bertaubat dengan tulus.


5. Dosa yang Berdampak Sosial atau Spiritual

Beberapa hadis mengaitkan dhanb dengan pelanggaran terhadap hak orang lain atau tindakan yang merusak hubungan manusia dengan Allah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Dosa (الذنب) adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya.”

(HR. Ahmad, no. 18029; Darimi, no. 2534)

Dalam hadis ini, dhanb mencakup dosa yang berdampak pada kondisi psikologis seseorang.


6. Dosa Nabi dalam Konteks Kemanusiaan

Rasulullah SAW, meskipun ma’shum (terpelihara dari dosa), tetap mengajarkan umatnya untuk sering memohon ampunan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya lebih dari 70 kali setiap hari.”

(HR. Bukhari, no. 6307)

Dalam konteks ini, dhanb yang dimaksud adalah kekurangan secara manusiawi, bukan dosa dalam arti pelanggaran syariat.


7. Dosa yang Tidak Terampuni Tanpa Taubat

Hadis juga menekankan bahwa dosa-dosa tertentu, seperti syirik, tidak diampuni kecuali dengan taubat.

Rasulullah SAW bersabda:

“Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (ذنب الشرك), tetapi Dia mengampuni dosa yang lain bagi siapa yang Dia kehendaki.”(HR. Bukhari, no. 6920; Muslim, no. 302)


8. Dosa sebagai Penyebab Kehancuran

Hadis menyebutkan bahwa dosa dapat menjadi sebab turunnya azab di dunia.

Rasulullah SAW bersabda:

“Jika suatu kaum melihat kemungkaran tetapi tidak mencegahnya, maka Allah hampir saja akan menimpakan azab kepada mereka semua.”(HR. Abu Dawud, no. 4339; Tirmidzi, no. 2168)

Dhanb di sini mencakup dosa kolektif akibat pembiaran kemungkaran.


Kesimpulan; Dari hadis, kata ذنب (dhanb) memiliki makna yang luas, termasuk:

1. Dosa moral atau spiritual.

2. Pelanggaran terhadap hak Allah dan sesama manusia.

3. Kesalahan yang mengganggu hati nurani.

4. Konsekuensi dari niat atau perbuatan buruk.

5. Kekurangan manusiawi yang dapat diampuni melalui taubat atau amal saleh.


Hadis-hadis tersebut menegaskan pentingnya introspeksi, taubat, dan memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama manusia.


Dalam hadis-hadis Ahlul Bayt (as), konsep ذنب (dhanb, dosa) memiliki makna yang mendalam, terutama dalam hubungannya dengan pengampunan, taubat, dan kedekatan manusia kepada Allah. Ahlul Bayt memberikan penekanan khusus pada pentingnya memahami dosa, dampaknya pada ruh, dan cara menghindarinya. Berikut adalah beberapa makna ذنب menurut riwayat Ahlul Bayt:

1. Dosa sebagai Kegelapan dalam Ruh

Ahlul Bayt menjelaskan bahwa dosa meninggalkan bekas pada hati dan jiwa manusia, sehingga menghalangi cahaya kebenaran.

Imam Ali (as) berkata:

“Tidak ada dosa kecil dengan terus melakukannya, dan tidak ada dosa besar dengan istighfar (memohon ampun).”(Ghurar al-Hikam, hadis no. 4159)

Dosa kecil yang terus dilakukan menjadi besar karena dampaknya pada hati, sedangkan dosa besar dapat dihapuskan dengan taubat yang tulus.


2. Dosa sebagai Penyebab Jauh dari Rahmat Allah

Ahlul Bayt menekankan bahwa dosa menjauhkan manusia dari rahmat Allah dan membawa kerugian spiritual.

Imam Ali (as) berkata:

“Dosa adalah penyakit, dan taubat adalah obatnya, serta pengampunan adalah penyembuhnya.”

(Ghurar al-Hikam, hadis no. 6908)

Dalam pandangan Ahlul Bayt, dhanb adalah kondisi spiritual yang membutuhkan perbaikan melalui taubat dan amal saleh.


3. Dosa Besar dan Dosa Kecil

Hadis-hadis Ahlul Bayt menjelaskan kategori dosa besar (kabair) dan dosa kecil (sagha’ir), serta pentingnya menjauhi keduanya.

Imam Ja’far Shadiq (as) berkata:”Dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam dengan neraka oleh Allah, dan dosa kecil menjadi besar jika diremehkan oleh pelakunya.”

(Wasail al-Shi’ah, jil. 11, hal. 266)

Penekanan ini menunjukkan bahwa makna dhanb juga terkait dengan sikap pelaku terhadap dosa itu sendiri.


4. Dosa dalam Hubungan dengan Hak Sesama

Ahlul Bayt menekankan bahwa dhanb tidak hanya berhubungan dengan pelanggaran terhadap hak Allah, tetapi juga hak manusia.

Imam Sajjad (as) berkata dalam Shahifah Sajjadiyah:

“Ya Allah, ampunilah aku atas dosa-dosaku yang menahan doa, yang mendatangkan bencana, yang merusak keberkahan, dan yang menghalangi rezeki.”

(Shahifah Sajjadiyah, Doa 39)

Dosa yang berkaitan dengan hak manusia memerlukan permintaan maaf langsung kepada orang yang bersangkutan.


5. Penyebab Kehancuran Diri dan Umat

Dosa bukan hanya merusak individu, tetapi juga dapat menyebabkan kehancuran suatu masyarakat.

Imam Ali (as) berkata:

“Sesungguhnya Allah menguji umat manusia dengan dosa-dosa mereka, dengan berkurangnya rezeki, pendeknya umur, dan sulitnya hidup.”

(Nahjul Balaghah, Hikmah 142)

Dalam pandangan Ahlul Bayt, dosa memiliki dampak kolektif yang bisa menghancurkan harmoni sosial.


6. Dosa dan Kedudukan Para Imam

Para Imam Ahlul Bayt, meskipun ma’shum (terbebas dari dosa), sering kali memohon ampunan kepada Allah untuk mengajarkan pentingnya kerendahan hati kepada umat manusia.

Imam Ali Zainul Abidin (as) dalam Munajat At-Taibin berkata:

“Tuhanku, dosa-dosaku telah menjatuhkan aku, dan kejahilan telah membinasakan aku. Maka aku memohon kepada-Mu, dengan kedudukan-Mu yang mulia, untuk memaafkanku.”

(Shahifah Sajjadiyah, Doa 13)

Dalam doa ini, Imam Sajjad menunjukkan rasa tunduk yang mendalam kepada Allah, meskipun beliau bebas dari dosa.


7. Taubat Sebagai Jalan Penghapus Dosa

Ahlul Bayt sangat menekankan pentingnya taubat untuk menghapus dosa-dosa.

Imam Ja’far Shadiq (as) berkata:”Tidak ada hamba yang benar-benar bertaubat dari dosa, kecuali Allah akan mencintainya dan menghapus dosa-dosanya.”

(Al-Kafi, jil. 2, hal. 435)

Dalam konteks ini, dhanb adalah sesuatu yang dapat diampuni melalui perubahan hati dan perilaku yang tulus.


8. Dosa yang Membawa Malapetaka

Ahlul Bayt mengingatkan bahwa dosa tertentu dapat mendatangkan bencana dunia dan akhirat.

Imam Ali (as) berkata:

“Berhati-hatilah terhadap dosa-dosa yang menyebabkan kehancuran, seperti durhaka kepada orang tua, memutuskan silaturahmi, dan menunda-nunda salat.”

(Ghurar al-Hikam, hadis no. 2813)

Ini menunjukkan bahwa dhanb tertentu memiliki konsekuensi langsung di dunia.


9. Dosa yang Merusak Amal Baik

Ahlul Bayt juga memperingatkan bahwa dosa dapat menghapus amal kebaikan.

Imam Baqir (as) berkata:

“Sesungguhnya dosa-dosa dapat menghapuskan pahala amal kebaikan sebagaimana api membakar kayu bakar.”

(Wasail al-Shi’ah, jil. 1, hal. 228)

Dalam konteks ini, dhanb adalah sesuatu yang melemahkan hubungan seseorang dengan Allah.


10. Pengampunan Allah atas Dosa

Ahlul Bayt menekankan kasih sayang Allah yang luas dalam mengampuni dosa.

Imam Ali (as) berkata:

“Ampunan Allah lebih besar daripada dosa-dosamu. Maka janganlah berputus asa dari rahmat-Nya.”

(Nahjul Balaghah, Hikmah 174)

Dalam pandangan Ahlul Bayt, dhanb selalu dapat dihapus selama manusia kembali kepada Allah dengan ikhlas.


80 Dosa dan Akibatnya


Menurut hadis ada 13 akibat-akibat dosa dari 80 dosa:

1) Dosa-dosa yang merubah nikmat-nikmat Allah Swt ada 4 dosa.

2) Dosa-dosa yang menyebabkan datangnya penyesalan yang berkepanjangan ada 6 dosa

3) Dosa-dosa yang menyebabkan turunnya penyakit ada 4 dosa

4) Dosa-dosa yang menyebabkan terhalanginya rezeki ada 5 dosa

5) Dosa-dosa yang menyebabkan hilangnya penjagaan ada 5 dosa

6) Dosa-dosa yang menyebabkan turunnya bala ada 3 dosa

7) Dosa-dosa yang menyebabkan musuh menguasai umat islam  dan orang lain ada 5 dosa

8) Dosa-dosa yang menyebabkan umur pendek ada 6 dosa

9) Dosa-dosa yang menyebabkan terputusnya harapan ada 4 dosa

10) Dosa-dosa yang dapat menggelapkan udara ada 4 dosa

11) Dosa-dosa yang menyebabkan tersingkapnya tirai ada 8 dosa

12) Dosa-dosa yang menyebabkan ditolaknya doa ada 9 dosa

13) Dosa-dosa yang menyebabkan hujan tidak turun ada 7 dosa


Dalam Kitab Wasail juz 16, halaman 281-285 menyebutkan dosa-dosa yang mendatangkan berbagai akibat-akibat tersebut di atas, adapun hadisnya secara lengkap adalah sbb : Diriwayatkan dari Muhammad bin Ali bin Husein dalam kitab Maâni akhbâr dari Ahmad bin Hasan Al-Qoththon dari Ahmad bin Yahya bin Zakaria dari Bakri bin Abdillah bin Habib  dari Tamim bin Buhlul dari ayahnya dari Abdillah bin Fudhail dari ayahnya dari Abi Kholid bin Kâbûli berkata aku mendengar Zainal Abidin (Imam Ali As-sajjad putra Imam Husein a.s. cucunya Rosulullah saw berkata : 


1. Dosa-dosa yang merubah nikmat-nikmat Allah.

1. Berbuat zalim kepada orang lain. 

2. Meninggalkan kebiasaan berbuat baik. 

3. Berpura-pura berbuat kebaikan. 

4. Tidak berterima kasih atau bersyukur, atau kufur atas nikmat-nikmat Illahi. 


2. Dosa-dosa yang menyebabkan datangnya penyesalan yang berkepanjangan

1. Membunuh orang mukmin. 

2. Memutuskan tali silatuhrahmi hingga tak perlu lagi. 

3. Menangguhkan shalat sampai habis waktunya. 

4. Meninggalkan wasiat hingga lupa sampai ajalnya tiba. 

5. Menampakkan kezaliman. 

6. Tidak mengeluarkan zakat hingga meninggal.


3. Dosa-dosa yang menyebabkan datangnya  penyakit

1. Orang yang meremehkan dan melecehkan orang alim. 

2. Bersikap tinggi kepada manusia lain. 

3. Mencaci dan mengejek sesama. 

4. Memerintahkan kerja paksa. 


4. Dosa-dosa yang menyebabkan terhalanginya rezeki

1. Menampakkan kefakiran. 

2. Tidur sebelum waktu isya. 

3. Tidur pada waktu subuh dan meninggalkan shalat subuh. 

4. Mengecilkan arti nikmat Allah, yang ada pada dirinya. 

5. Mengeluhkan Allah Swt, maksudnya  menyalahkan Allah, tidak melihat kelemahan dalam dirinya, tapi melihat kelemahannya sebagai ketidakadilan Allah Swt.


5. Dosa-dosa yang menyebabkan hilangnya penjagaan

1. Meminum arak, minuman keras. 

2. Judi. 

3. Suka menertawakan orang lain, baik dalam bercanda maupun main-main. 

4. Menyebut-nyebut aib orang lain. 

5. Berteman dengan orang-orang yang ragu-ragu, orang yang suka membuat keragu-raguan dalam diri orang. 


6. Dosa-dosa yang menyebabkan turunnya bala

1. Tidak membantu orang yang memerlukan bantuan. 

2. Tidak menolong orang yang teraniaya. 

3. Meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar


7. Dosa-dosa yang menyebabkan musuh menguasai umat Islam  dan orang lain

1. Membiarkan atau tidak memprotes kezaliman yang dilakukan secara terang-terangan. 

2. Melakukan perbuatan keji secara nyata. 

3. Menghalalkan hal-hal yang dilarang. 

4. Tidak mematuhi orang-orang yang baik. 

5. Melakukan kejahatan


8. Dosa-dosa yang menyebabkan umur pendek (cepat mati)

1. Memutuskan silatuhrahmi. 

2. Bersumpah palsu. 

3. Berkata bohong. 

4. Berzina. 

5. Menutup jalur kerja umat islam. 

6. Mengaku imam tanpa ada kebenaran dalam dirinya


9. Dosa-dosa yang menyebabkan terputusnya harapan

1. Tidak peduli dengan Kasih Allah. 

2. Putus asa terhadap rahmat Allah. 

3. Percaya kepada selain Allah. 

4. Tidak Percaya dengan Janji Allah Swt


10. Dosa-dosa Yang dapat Menggelapkan Udara

1. Sihir dan perdukunan. 

2. Percaya kepada bintang. 

3. Mendustakan Ketentuan Allah Swt. 

4. Durhaka pada Orangtua


11. Dosa-dosa Yang dapat Menyingkap Tirai

1. Berbuat tanpa niat. 

2. Boros dalam belanja untuk kebatilan. 

3. Pelit kepada keluarga (isteri, anak, kerabat). 

4. Berakhlaq buruk. 

5. Sedikit sabar. 

6. Berkeluh kesah. 

7. Malas. 

8. Menghina Ahli agama


12. Dosa-dosa yang menyebabkan ditolaknya doa 

1. Berniat buruk. 

2. Memiliki jiwa yang kotor. 

3. Munafiq dengan saudara (teman). 

4. Mengingkari kebenaran ijabah (dikabulkannya doa). 

5. Mengakhirkan sholat wajib hingga habis waktunya. 

6. Meninggalkan kedekatan pada Allah Swt. 

7. Tidak bersedekah. 

8. Berbuat keji. 

9. Berucap kotor/keji


13. Dosa-dosa yang menyebabkan hujan tidak turun

1. Hakim yang memutuskan perkara dengan kezaliman. 

2. Memberi kesaksian palsu atau menyem-bunyikan kesaksian. 

3. Menahan memberikan zakat atau menahan membayar hutang. 

4. Menahan memberikan bantuan kepada orang yang memerlukannya dan kepada orang yang taat. 

5. Hati yang beku sehingga tidak memberikan bantuan kepada orang fakir dan papa. 

6. Menzalimi anak-anak yatim dan janda. 

7. Menghardik orang yang memohon dan meminta bantuan.


Menurut para mufassir (ahli tafsir), kata ذنب (dhanb) dalam Al-Qur’an memiliki berbagai makna yang tergantung pada konteks ayatnya. Para mufassir mendalami istilah ini berdasarkan bahasa, makna kontekstual, dan teologis. Berikut adalah penjelasan tentang makna ذنب menurut mufassir klasik dan modern:


1. Dosa Moral dan Spiritual (Makna Umum)

Kebanyakan mufassir sepakat bahwa dhanb sering merujuk pada dosa atau kesalahan, baik besar (kabair) maupun kecil (sagha’ir).

Al-Qurthubi: Dalam tafsirnya, ia menyebutkan bahwa dhanb adalah tindakan yang melanggar perintah Allah atau bertentangan dengan syariat, baik berupa pelanggaran terhadap hak Allah (seperti syirik) maupun hak manusia.

“Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, dan beramal saleh, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS. Thaha: 82)

Dhanb di sini mencakup dosa besar dan kecil yang dapat diampuni dengan taubat.


2. Konsekuensi dari Perbuatan Salah

Beberapa mufassir menafsirkan dhanb sebagai akibat buruk yang muncul dari dosa, baik di dunia maupun akhirat.

Al-Razi: Dalam tafsirnya, ia menjelaskan bahwa dhanb bisa bermakna ’uqubah (hukuman atau konsekuensi) atas tindakan seseorang. Hal ini terlihat dalam QS. Al-Ankabut: 40:

“Maka masing-masing Kami siksa karena dosa (ذنبه).”

Menurutnya, ayat ini menunjukkan bahwa dosa-dosa yang dilakukan oleh umat terdahulu menyebabkan turunnya azab Allah.


3. Dosa dalam Konteks Nabi (Bukan Dosa Moral)

Para mufassir menjelaskan bahwa ketika kata dhanb digunakan untuk para nabi, itu tidak berarti dosa dalam arti pelanggaran hukum syariat, melainkan sesuatu yang dianggap kurang sempurna dalam tugas kenabian.

Tafsir Al-Tha’labi: Mengenai QS. Al-Fath: 2:

“Supaya Allah memberi ampunan kepadamu atas dosamu (ذنْبَكَ) yang telah lalu dan yang akan datang.”

Al-Tha’labi menafsirkan bahwa dhanb di sini berarti tindakan yang dapat disalahpahami oleh musuh-musuh Nabi sebagai kesalahan, seperti penundaan dalam beberapa keputusan dakwah.

Al-Baghawi: Beliau menambahkan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan kepada Nabi SAW, bukan menunjukkan bahwa beliau memiliki dosa moral.


4. Kesalahan Kaum atau Umat

Para mufassir juga menafsirkan dhanb sebagai kesalahan kolektif suatu kaum yang mendustakan kebenaran.

Ibn Katsir: Dalam QS. Asy-Syams: 14 (“Lalu mereka mendustakannya karena dosa-dosa mereka (بذنبهم)”), ia menjelaskan bahwa dhanb di sini mengacu pada dosa kolektif kaum Tsamud yang mendustakan Nabi Saleh dan menyembelih unta yang menjadi mukjizat. Hal ini menunjukkan bahwa dhanb bisa merujuk pada tindakan kolektif yang membawa azab.


5. Dosa sebagai Sesuatu yang Membawa Kehinaan

Makna lain dari dhanb adalah sesuatu yang menyebabkan kehinaan atau rasa malu, baik di dunia maupun akhirat.

Fakhruddin Al-Razi: Dalam QS. Al-Ghafir: 19:”Pada hari ketika setiap jiwa diberi balasan atas apa yang dilakukannya, tidak ada ketidakadilan pada hari itu. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”

Al-Razi menafsirkan bahwa dhanb di sini mencakup semua tindakan yang membawa kehinaan di hadapan Allah, terutama dosa-dosa besar seperti syirik dan nifaq.


6. Kelemahan atau Kekurangan Secara Spiritual

Para mufassir menjelaskan bahwa dhanb juga bisa berarti kekurangan dalam kesempurnaan ruhani seseorang, meskipun secara syariat tidak dianggap dosa.

Raghib Al-Isfahani: Dalam kitab Mufradat Alfaz Al-Qur’an, ia menyebutkan bahwa dhanb adalah segala sesuatu yang menghalangi manusia dari mencapai kedekatan dengan Allah. Ini dapat berupa tindakan yang dianggap wajar oleh manusia, tetapi sebenarnya mengurangi hubungan spiritual seseorang dengan Allah.


7. Dosa dalam Hubungan dengan Hak Allah dan Manusia

Para mufassir membagi dhanb menjadi dua jenis:

1. Dosa yang melanggar hak Allah: seperti syirik, meninggalkan salat, atau melanggar perintah Allah.

2. Dosa yang melanggar hak manusia: seperti mencuri, berbohong, atau menipu.

Al-Tahrir wa Al-Tanwir (Ibn ‘Ashur): Dalam tafsirnya, ia menjelaskan bahwa dhanb dalam QS. Az-Zumar: 53 (“Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa”) mencakup kedua jenis dosa ini, dengan syarat pelaku dosa yang melanggar hak manusia harus meminta maaf dan memperbaiki hubungan dengan korban.


8. Dosa Sebagai Bagian dari Ujian dan Takdir

Sebagian mufassir memandang bahwa dosa adalah bagian dari ujian hidup manusia.

Sayyid Qutb (dalam Fi Zilal al-Qur’an): Ia menjelaskan bahwa dhanb adalah kelemahan manusia yang merupakan bagian dari fitrah mereka. Namun, Allah memberikan jalan keluar melalui taubat dan rahmat-Nya.

Dalam QS. Al-Baqarah: 286:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Sayyid Qutb menafsirkan bahwa ini mencakup kelemahan manusia untuk menghindari dosa, tetapi Allah memberikan kesempatan untuk memperbaikinya.


Kesimpulan; Menurut para mufassir, kata ذنب (dhanb) dalam Al-Qur’an memiliki berbagai makna, di antaranya:

1. Dosa moral atau spiritual, baik kecil maupun besar.

2. Konsekuensi buruk dari perbuatan dosa, baik di dunia maupun akhirat.

3. Kesalahan manusiawi para nabi, yang tidak termasuk dosa moral.

4. Dosa kolektif umat yang membawa azab.

5. Kekurangan spiritual yang menghalangi kedekatan dengan Allah.

Makna dhanb dalam tafsir selalu dikaitkan dengan konteks ayatnya dan didalami berdasarkan hubungan manusia dengan Allah serta dengan sesama manusia.


Menurut para mufassir Syiah, kata ذنب (dhanb, dosa) dalam Al-Qur’an ditafsirkan dengan pendekatan yang lebih mendalam dan spiritual. Tafsir Syiah sering kali mengaitkan makna dhanb dengan konsep keadilan ilahi (’adalah), posisi manusia di hadapan Allah, dan peran nabi serta imam sebagai pembimbing umat. Berikut adalah pandangan mufassir Syiah tentang makna ذنب:


1. Dosa sebagai Pelanggaran terhadap Syariat

Para mufassir Syiah menjelaskan bahwa dhanb pada dasarnya merujuk pada pelanggaran terhadap perintah dan larangan Allah. Namun, dosa ini dibagi menjadi dosa besar (kabair) dan kecil (sagha’ir).

Allamah Thabathabai (Tafsir al-Mizan): Dalam tafsirnya, beliau menyatakan bahwa dhanb adalah segala bentuk perbuatan yang membawa manusia menjauh dari Allah. Beliau menambahkan bahwa dosa besar adalah dosa yang pelakunya secara eksplisit diancam dengan azab oleh Allah.

Contohnya dalam QS. Az-Zumar: 53:

“Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa (ذنب) bagi yang bertaubat.”

Thabathabai menafsirkan bahwa ayat ini mencakup semua jenis dosa, baik besar maupun kecil, asalkan pelakunya bertaubat dengan tulus.


2. Dosa dalam Konteks Nabi

Dalam tafsir Syiah, penggunaan kata dhanb untuk nabi, seperti dalam QS. Al-Fath: 2 (”…agar Allah memberi ampunan atas dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.”), tidak berarti dosa dalam arti moral. Para nabi dianggap ma’shum (terbebas dari dosa).

Allamah Thabathabai (Tafsir al-Mizan): Beliau menjelaskan bahwa dhanb dalam konteks para nabi adalah tindakan yang disalahpahami oleh musuh atau orang-orang kafir sebagai kesalahan. Ayat ini menunjukkan pemuliaan Allah terhadap Nabi Muhammad SAW dengan menghilangkan persepsi negatif tersebut.

Syaikh Tusi (Tafsir al-Tibyan):

Beliau menegaskan bahwa dhanb yang dinisbatkan kepada nabi adalah hal yang dianggap dosa oleh masyarakat tertentu, tetapi bukan pelanggaran syariat.


3. Dosa sebagai Kekurangan Relatif di Hadapan Allah

Para mufassir Syiah menekankan bahwa dhanb juga bisa berarti kekurangan relatif dalam hubungan spiritual seseorang dengan Allah, meskipun secara syariat tidak dianggap dosa.

Mulla Sadra (Tafsir Asrar al-Ayat): Dalam pandangan Mulla Sadra, dhanb mencerminkan keterbatasan manusia dalam mencapai kesempurnaan ilahi. Bahkan para nabi, meskipun ma’shum, tetap merasa bahwa ibadah mereka tidak cukup sempurna dibandingkan dengan keagungan Allah, sehingga mereka memohon ampunan.

Contoh: Doa Nabi Adam dalam QS. Al-A’raf: 23 (“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri.”). Ini adalah pengakuan kelemahan, bukan dosa moral.


4. Dosa Kolektif Kaum dan Umat

Para mufassir Syiah juga membahas dhanb dalam konteks dosa kolektif suatu kaum atau umat, terutama yang mendustakan kebenaran.

Syaikh Mufid (Tafsir al-Muqni’ah): Dalam QS. Al-Ankabut: 40 (“Maka masing-masing Kami siksa karena dosa mereka (ذنبه).”), Syaikh Mufid menjelaskan bahwa dhanb di sini merujuk pada tindakan kolektif umat, seperti kesombongan dan kezaliman yang membawa kehancuran. Ini adalah bentuk dosa sosial yang mendatangkan azab Allah.


5. Dosa yang Menghalangi Rahmat Allah

Mufassir Syiah menekankan bahwa dosa adalah penghalang antara manusia dan rahmat Allah, yang hanya dapat dihapus melalui taubat.

Imam Khomeini (Tafsir Surah Al-Fatihah): Beliau menyebutkan bahwa dhanb adalah segala sesuatu yang membuat manusia terputus dari sumber rahmat Allah, baik itu kesalahan moral, kesombongan, atau kelalaian dalam mengingat Allah.

Dalam QS. Thaha: 82 (“Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat.”), Imam Khomeini menafsirkan bahwa dosa-dosa manusia bisa dihapus melalui kembali kepada Allah dengan hati yang tulus.


6. Makna Simbolis dalam Konteks Spiritual

Para mufassir Syiah sering kali melihat dhanb dalam Al-Qur’an sebagai simbol bagi keadaan spiritual manusia yang jauh dari kesempurnaan.

Allamah Thabathabai: Beliau menjelaskan bahwa kata dhanb dalam QS. Asy-Syams: 14 (“Lalu mereka mendustakannya karena dosa-dosa mereka (ذنبه).”) mengacu pada pelanggaran moral yang membuat seseorang terputus dari kebenaran. Ini menunjukkan bahwa dosa adalah tindakan yang menggelapkan hati.


7. Pembagian Dosa Berdasarkan Hak Allah dan Hak Manusia

Mufassir Syiah, seperti para mufassir lainnya, membagi dosa menjadi dua kategori utama:

1. Dosa terhadap Allah: seperti syirik, kufur, dan meninggalkan kewajiban.

2. Dosa terhadap manusia: seperti kedzaliman, fitnah, dan mencuri.


Syaikh Thabarsi (Tafsir Majma’ al-Bayan):

Beliau menekankan bahwa dosa terhadap manusia membutuhkan permintaan maaf langsung kepada korban, sedangkan dosa terhadap Allah dapat dihapus dengan taubat.


8. Pengampunan Allah atas Semua Dosa

Para mufassir Syiah juga menekankan keluasan rahmat Allah dalam mengampuni dosa, bahkan dosa besar, jika disertai dengan taubat yang tulus.

Allamah Thabathabai:

Dalam QS. Az-Zumar: 53 (“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah.”), beliau menjelaskan bahwa dosa sebesar apa pun, termasuk syirik, dapat diampuni jika pelaku kembali kepada Allah sebelum ajalnya.


Kesimpulan; Menurut para mufassir Syiah, kata ذنب (dhanb) memiliki makna yang beragam:

1. Pelanggaran terhadap syariat (dosa besar atau kecil).

2. Kekurangan relatif dalam kesempurnaan spiritual.

3. Kesalahan kolektif umat yang mendatangkan azab.

4. Penghalang antara manusia dan rahmat Allah.

5. Kesalahan yang perlu ditebus melalui taubat atau memperbaiki hubungan dengan manusia.


Pendekatan tafsir Syiah menyoroti sisi spiritual dan sosial dari dosa, dengan penekanan pada pentingnya taubat, rahmat Allah, dan hubungan manusia dengan sesama serta dengan Allah.


Menurut ahli makrifat dan hakikat, kata ذنب (dhanb, dosa) dalam Al-Qur’an dipahami secara lebih dalam dari sekadar pelanggaran syariat lahiriah. Mereka menafsirkannya dalam konteks perjalanan spiritual, hubungan hamba dengan Allah, dan proses penyucian jiwa menuju kesempurnaan. Berikut adalah pandangan mereka:


1. Dosa sebagai Keterpisahan dari Allah

Dalam pandangan ahli makrifat, dhanb adalah segala sesuatu yang membuat manusia terpisah dari Allah atau menghalanginya dari kesadaran akan kehadiran-Nya.

Ibn Arabi (Futuhat al-Makkiyah): Beliau menjelaskan bahwa dhanb tidak selalu berupa tindakan fisik, tetapi mencakup kesalahan batin seperti kelalaian (ghaflah) atau cinta dunia yang berlebihan. Dosa, dalam pengertian ini, adalah hijab yang menghalangi jiwa dari menyaksikan kebenaran ilahi. Contoh: QS. Al-Mutaffifin: 14 (“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan telah menutupi hati mereka.”). Ini menunjukkan bahwa dosa membuat hati manusia menjadi gelap dan terhijab.


2. Dosa sebagai Kekurangan dalam Kesempurnaan

Ahli hakikat melihat dosa bukan hanya sebagai pelanggaran syariat, tetapi juga kekurangan dalam kesempurnaan manusia dalam perjalanan menuju Allah.

Imam Al-Ghazali (Ihya Ulumuddin): Beliau menulis bahwa dosa tidak selalu berarti kejahatan moral, tetapi bisa berupa kurangnya kesungguhan dalam ibadah, rasa syukur yang tidak sempurna, atau keinginan duniawi yang tersisa di hati seseorang. Dalam QS. Thaha: 121, disebutkan bahwa Nabi Adam “berbuat dosa” (fa’asaa Adam), tetapi ahli makrifat seperti Al-Ghazali menafsirkan ini sebagai kekurangan dalam tingkat spiritual, bukan pelanggaran hukum.


3. Dosa Sebagai Ujian Cinta Ilahi

Para ahli makrifat sering kali menafsirkan dosa sebagai bagian dari ujian Allah untuk mengangkat derajat manusia.

Rumi (Matsnawi):

Jalaluddin Rumi menggambarkan dosa sebagai “bayangan” yang Allah izinkan untuk jatuh pada jiwa manusia agar mereka lebih merindukan cahaya. Dosa, dalam pengertian ini, adalah bagian dari rencana ilahi untuk menyempurnakan cinta seorang hamba kepada Tuhannya.

“Jatuhnya seorang manusia ke dalam dosa adalah langkah menuju ketinggian, karena kesadaran akan dosa memurnikan hati dari ego.”


4. Dosa sebagai Bagian dari Fitrah Manusia

Ahli hakikat memandang dosa sebagai refleksi dari sifat manusia yang tidak sempurna, yang merupakan jalan menuju kesadaran akan kebutuhan mereka kepada Allah.

Al-Hallaj: Beliau mengatakan bahwa dosa adalah pengingat akan ketergantungan manusia kepada Allah. Tanpa kesadaran akan kelemahan mereka, manusia tidak akan pernah berusaha mendekat kepada Allah.

Dalam QS. Al-Baqarah: 286 (“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”), ahli hakikat menafsirkan bahwa dosa manusia adalah bagian dari ujian yang sesuai dengan takdir mereka untuk kembali kepada Allah.


5. Taubat sebagai Jalan Menghapus Dosa

Ahli makrifat menekankan bahwa dhanb hanya dapat dihapus melalui taubat sejati (taubat nasuha), yang bukan sekadar pengakuan dosa tetapi melibatkan penyucian jiwa.

Imam Khomeini (Adab As-Salat):

Beliau menulis bahwa dosa bukan hanya pelanggaran syariat, tetapi segala sesuatu yang membuat hati manusia berpaling dari Allah. Taubat sejati adalah kembali kepada Allah dengan hati yang penuh cinta dan penyesalan.


6. Dosa Para Nabi dan Orang-orang Ma’shum

Dalam pandangan ahli makrifat, dosa yang dinisbatkan kepada para nabi atau orang-orang suci bukanlah dosa dalam pengertian syariat, melainkan bentuk penurunan dari satu tingkat kesempurnaan ke tingkat yang lebih rendah.

Allamah Thabathabai:

Beliau menjelaskan bahwa ketika Nabi Adam “berbuat dosa” dengan memakan buah terlarang, itu bukan dosa syariat, tetapi penurunan dari tingkat kesempurnaan di surga ke tingkat duniawi. Ini adalah bagian dari perjalanan ilahi menuju kesempurnaan yang lebih tinggi.

QS. Al-Fath: 2 (”…agar Allah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.”): dalam tafsir hakikat, ini berarti Allah membersihkan Nabi Muhammad SAW dari segala hijab yang mungkin menghalangi kesempurnaan mutlak.


7. Dosa dalam Hubungan dengan Hati dan Ego

Ahli makrifat mengajarkan bahwa dosa sering kali berasal dari dominasi ego (nafs) atas hati.

Imam Junaid al-Baghdadi:

Beliau menjelaskan bahwa dosa terjadi ketika hati gagal mengingat Allah, dan ego mengambil alih. Bahkan pikiran yang teralihkan dari Allah selama satu detik dianggap sebagai bentuk dosa dalam pandangan spiritual.

QS. Asy-Syams: 9-10 (“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.”): ayat ini menunjukkan pentingnya menjaga hati dari segala sesuatu yang mengotori hubungan dengan Allah.


8. Makna Hakiki dari Dosa

Dalam pengertian hakikat, dosa adalah sesuatu yang membuat seseorang tidak berada dalam kehendak Allah (mardhatillah).

Shah Waliullah ad-Dihlawi:

Dalam Hujjatullah al-Balighah, beliau menulis bahwa dosa adalah ketidakseimbangan antara aspek lahiriah dan batiniah manusia. Penyucian jiwa adalah proses menghilangkan dosa batin ini agar manusia bisa selaras dengan kehendak Allah.


Kesimpulan; Menurut ahli makrifat dan hakikat, ذنب (dhanb) memiliki makna yang lebih dalam:

1. Hijab atau keterpisahan dari Allah.

2. Kekurangan dalam perjalanan menuju kesempurnaan spiritual.

3. Ujian cinta ilahi untuk mendekatkan manusia kepada Allah.

4. Refleksi dari sifat manusia yang membutuhkan rahmat Allah.

5. Kejatuhan ego yang membawa manusia kepada kesadaran akan Tuhannya.


Dosa dalam perspektif ini bukan sekadar pelanggaran hukum syariat, tetapi lebih merupakan tantangan spiritual yang menguji keikhlasan dan kesadaran manusia dalam perjalanan menuju Allah.


Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, kata ذنب (dhanb, dosa) memiliki makna yang lebih mendalam dari sekadar pelanggaran syariat. Mereka menafsirkannya dalam konteks perjalanan batin, penyucian jiwa, dan upaya mendekati Allah. Fokus utama mereka adalah pada hubungan manusia dengan Allah dan proses menghilangkan hijab-hijab batin yang menghalangi penyaksian keagungan-Nya. Berikut adalah penjelasan tentang dhanb menurut ahli hakikat Syiah:


1. Dosa sebagai Hijab antara Hamba dan Allah

Ahli hakikat Syiah, seperti para ’arif, memandang dhanb sebagai segala sesuatu yang menjadi hijab (penghalang) antara manusia dan Allah.

Allamah Thabathabai (Tafsir al-Mizan): Dalam pandangan hakikat, dosa bukan hanya pelanggaran hukum syariat, tetapi juga ketergantungan kepada dunia atau kelalaian dalam mengingat Allah. Bahkan perbuatan yang secara lahiriah halal bisa menjadi dosa jika menghalangi hubungan hati dengan Allah.

QS. Al-Mutaffifin: 14 (“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan telah menutupi hati mereka.”): Dosa dalam ayat ini adalah hijab yang membuat manusia tidak mampu menyaksikan kebenaran.


2. Dosa sebagai Ketidaksempurnaan dalam Kedekatan kepada Allah

Menurut ahli hakikat Syiah, dosa juga dapat dipahami sebagai kekurangan dalam perjalanan spiritual menuju Allah (suluk ilallah).

Mulla Sadra (Tafsir Asrar al-Ayat): Dosa tidak hanya berupa perbuatan buruk, tetapi juga kegagalan mencapai derajat spiritual yang lebih tinggi. Beliau menjelaskan bahwa bahkan para nabi, meskipun ma’shum, merasa diri mereka belum sempurna dalam penyembahan kepada Allah. Perasaan ini mendorong mereka untuk terus mendekat kepada-Nya.

Contoh: Doa Nabi Adam dalam QS. Al-A’raf: 23 (“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri.”). Dalam tafsir hakikat, ini adalah pengakuan akan keterbatasan manusia di hadapan kesempurnaan Allah.


3. Dosa dalam Konteks Kesempurnaan Para Nabi

Ahli hakikat Syiah menafsirkan dhanb yang dinisbatkan kepada para nabi sebagai sesuatu yang tidak terkait dengan pelanggaran hukum, melainkan sebagai tingkat kesempurnaan relatif.

Allamah Thabathabai:

Dalam QS. Al-Fath: 2 (”…agar Allah memberi ampunan atas dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.”), dhanb di sini bukan dosa dalam arti syariat, tetapi penghalang relatif pada maqam para nabi. Allah menyucikan mereka dari hijab yang mungkin mengurangi kedekatan mereka kepada-Nya.


Imam Khomeini (Adab As-Salat): Imam Khomeini menjelaskan bahwa bagi para nabi, bahkan perhatian sesaat kepada dunia dibanding Allah dianggap sebagai bentuk “dosa” dalam maqam tinggi mereka.


4. Dosa sebagai Ketergantungan pada Dunia

Dalam perspektif ahli hakikat Syiah, dosa sering kali dikaitkan dengan keterikatan pada duniawi (hubb al-dunya), yang menjadi sumber utama hijab.

Imam Khomeini (40 Hadis):

Beliau menyebutkan bahwa cinta dunia adalah akar dari segala dosa. Bahkan ibadah yang dilakukan dengan tujuan selain Allah, seperti mengharap surga atau takut neraka, bisa dianggap sebagai bentuk dosa batin karena itu mencerminkan keterikatan pada manfaat pribadi.


5. Dosa sebagai Alat Penyadaran Ilahi

Ahli hakikat Syiah melihat dosa sebagai bagian dari rencana ilahi untuk menyadarkan manusia akan kelemahannya dan mengembalikannya kepada Allah.

Sayyid Haydar Amuli (Jami’ al-Asrar): Dosa dipahami sebagai mekanisme Allah untuk menanamkan kerendahan hati dalam jiwa manusia. Dengan menyadari dosa, manusia kembali kepada Allah dengan penyesalan yang tulus (taubat nasuha).

QS. Az-Zumar: 53 (“Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa.”): Dalam tafsir hakikat, dosa menjadi alat untuk menyadarkan manusia agar kembali kepada fitrah sucinya.


6. Dosa sebagai Cacat dalam Ibadah Batin

Ahli hakikat Syiah menekankan bahwa dosa bukan hanya terkait dengan tindakan lahiriah, tetapi juga dengan niat dan keikhlasan dalam ibadah.

Allamah Thabathabai: Beliau menjelaskan bahwa kekurangan dalam menghadirkan hati selama ibadah atau ketidakmurnian niat juga bisa dianggap sebagai dosa dalam konteks batiniah. Bahkan ibadah yang tidak dilakukan dengan rasa cinta yang penuh kepada Allah dianggap tidak sempurna.


7. Dosa Kolektif Umat

Ahli hakikat Syiah juga memahami dhanb dalam konteks sosial, sebagai pelanggaran kolektif umat yang mendatangkan hijab besar bagi masyarakat.

Shahristani: Dalam tafsirnya, beliau menyebutkan bahwa dosa kolektif suatu umat, seperti kesombongan dan kezaliman, menciptakan penghalang besar bagi turunnya rahmat Allah. Contohnya adalah kaum Nabi Nuh yang dihancurkan karena dosa kolektif mereka (QS. Nuh: 25).


8. Penyucian dari Dosa melalui Ma’rifatullah

Menurut ahli hakikat Syiah, pengampunan dosa bukan hanya melalui taubat formal, tetapi juga melalui peningkatan ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah).

Imam Khomeini:

Dalam perjalanan spiritual, dosa hanya dapat dihapus dengan menyucikan hati dan meningkatkannya ke maqam makrifat yang lebih tinggi. Ibadah yang dilakukan tanpa makrifat hanya menghapus dosa lahiriah, tetapi dosa batin tetap ada.


Kesimpulan; Menurut ahli hakikat Syiah, ذنب (dhanb) memiliki dimensi yang lebih mendalam:

1. Hijab antara manusia dan Allah.

2. Kekurangan dalam perjalanan menuju kesempurnaan spiritual.

3. Penghalang yang lahir dari keterikatan duniawi.

4. Kesadaran akan kelemahan sebagai jalan kembali kepada Allah.

5. Cacat dalam keikhlasan atau kekhusyukan ibadah.

Dosa, dalam perspektif ini, lebih dari sekadar pelanggaran hukum; ia adalah bagian dari proses manusia untuk menyadari kelemahan dirinya dan mendekat kepada Allah dengan cinta dan kerendahan hati. Penyucian dari dosa memerlukan taubat yang mendalam, peningkatan makrifat, dan pembebasan dari segala keterikatan selain Allah.


Cerita dan kisah terkait dosa (dhanb) 


Berikut adalah beberapa kisah penting yang menggambarkan konsep dosa:


1. Kisah Nabi Adam: Penurunan sebagai Bagian dari Kesempurnaan

Nabi Adam dan Hawa memakan buah terlarang setelah diperdaya oleh iblis (QS. Thaha: 121). Dalam pandangan ahli hakikat, ini bukan dosa dalam arti pelanggaran syariat, tetapi “penurunan” maqam spiritual untuk memulai perjalanan manusia di dunia.

Imam Ja’far Ash-Shadiq menjelaskan bahwa Nabi Adam sadar akan keterbatasan manusiawi setelah kejadian ini. Ketika beliau berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri” (QS. Al-A’raf: 23), itu adalah pengakuan atas kebutuhan mutlaknya kepada rahmat Allah.

Kisah ini menunjukkan bahwa dosa menjadi sarana untuk menyadarkan manusia akan hakikat dirinya yang lemah dan mengantarkannya kembali kepada Allah melalui taubat.


2. Nabi Yunus: Keluar dari Hijab Kegelapan

Nabi Yunus meninggalkan kaumnya tanpa izin Allah karena frustrasi atas penolakan mereka terhadap dakwahnya (QS. Al-Anbiya: 87). Akibatnya, beliau ditelan oleh ikan besar di dalam kegelapan lautan.

Dalam tafsir hakikat, ahli Syiah seperti Mulla Sadra menafsirkan bahwa “dosa” Nabi Yunus adalah bentuk kekurangan dalam kesabaran spiritual, bukan pelanggaran syariat. Keadaan di dalam perut ikan merupakan simbol hijab-hijab batin yang harus beliau hilangkan.

Ketika Nabi Yunus berdoa, “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim” (QS. Al-Anbiya: 87), doa ini menggambarkan kesadaran penuh atas kebesaran Allah dan ketiadaan diri manusia. Dalam hakikat, ini adalah maqam taubat yang mendalam.


3. Nabi Musa dan Permintaan untuk Melihat Allah

Nabi Musa meminta kepada Allah, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu” (QS. Al-A’raf: 143). Allah menjawab bahwa Musa tidak akan mampu melihat-Nya, lalu menunjukkan keagungan-Nya melalui gunung yang hancur. Nabi Musa pun jatuh pingsan.

Dalam tafsir ahli hakikat Syiah, permintaan Nabi Musa dianggap sebagai bentuk “dhanb” dalam maqam kedekatan kepada Allah. Permintaan untuk melihat Allah secara langsung adalah keterbatasan dalam pemahaman batin Musa akan keagungan-Nya.

Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa pengalaman ini adalah proses penyucian jiwa Musa, yang kemudian menyadari bahwa Allah hanya dapat disaksikan dengan hati yang suci, bukan dengan mata fisik.


4. Kisah Nabi Muhammad SAW dalam Taubat Para Nabi

Dalam pandangan Syiah, Rasulullah SAW meskipun ma’shum, sering memohon ampunan kepada Allah. Beliau bersabda:

“Aku memohon ampunan kepada Allah lebih dari 70 kali sehari.”

Imam Khomeini dalam kitabnya Adab As-Salat menafsirkan bahwa permohonan ampun Rasulullah adalah bentuk kesadaran akan kebesaran Allah dan kerendahan diri, meskipun beliau tidak memiliki dosa. Dalam hakikat, Rasulullah memohon ampun untuk umatnya, serta sebagai pengakuan bahwa setiap tingkatan maqam memiliki kewajiban lebih besar untuk taat kepada Allah.


5. Kisah Haritsah bin Malik: Menghadapi Hijab Dunia

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ja’far Ash-Shadiq, seorang pemuda bernama Haritsah datang kepada Rasulullah dan berkata:

“Wahai Rasulullah, aku telah merasa seakan-akan melihat surga dan neraka.” Rasulullah bertanya: “Apa yang membuatmu demikian?”

Haritsah menjawab: “Aku telah membersihkan hatiku dari cinta dunia.”

Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, Haritsah mencapai maqam di mana hijab-hijab dunia telah terangkat. Ia mampu menyaksikan hakikat dosa sebagai sesuatu yang memisahkan manusia dari Allah. Cinta dunia, dalam hal ini, adalah bentuk dhanb yang halus.


6. Kisah Abu Dzar: Kejujuran dalam Menghadapi Dosa

Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat setia Ahlul Bayt, dikenal dengan kejujurannya yang ekstrem. Suatu ketika, ia berkata kepada Rasulullah:

“Wahai Rasulullah, aku merasa bahwa aku adalah pendosa yang paling besar.”

Rasulullah menjawab: “Kejujuranmu adalah bentuk penghapusan dosa-dosamu.”

Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, kejujuran terhadap diri sendiri adalah langkah pertama untuk menghapus dosa batin. Abu Dzar menyadari bahwa dosa bukan hanya tindakan lahiriah, tetapi juga sikap hati yang kurang ikhlas kepada Allah.


7. Kisah Imam Ali: Taubat di Puncak Kesempurnaan

Imam Ali bin Abi Thalib sering kali menangis di malam hari dalam munajatnya, memohon ampunan kepada Allah. Dalam Munajat Syakirin, beliau berkata:

“Tuhanku, aku tidak berani meminta surga-Mu karena dosa-dosaku, tetapi aku tidak mampu bertahan dari siksa-Mu karena kasih sayang-Mu.”

Sayyid Haydar Amuli menjelaskan bahwa permohonan ampunan Imam Ali adalah wujud dari kesadaran yang mendalam akan ketidakmampuan manusia untuk menyembah Allah sebagaimana mestinya. Dalam maqam hakikat, dosa adalah segala kekurangan dalam penyembahan kepada Allah.


8. Kisah Karbala: Dosa Umat dan Pengorbanan Imam Husain

Tragedi Karbala adalah kisah monumental dalam Syiah yang menggambarkan bagaimana dosa kolektif umat membawa kehancuran besar. Imam Husain as berkata:

“Aku tidak bangkit kecuali untuk memperbaiki umat kakekku.”

Dalam pandangan hakikat, dosa umat pada saat itu adalah kecintaan pada dunia dan kezaliman, yang menjadi hijab besar bagi rahmat Allah. Imam Husain dengan pengorbanannya menghapus hijab tersebut dan membuka jalan bagi umat untuk kembali kepada Allah.


Kesimpulan; Kisah-kisah ini menggambarkan bahwa dalam pandangan ahli hakikat Syiah:

1. Dosa adalah sarana penyadaran akan kelemahan manusia.

2. Hijab batin yang disebabkan oleh cinta dunia adalah bentuk dosa yang halus.

3. Para nabi dan imam, meskipun ma’shum, tetap memohon ampunan sebagai wujud kerendahan hati di hadapan Allah.

4. Perjalanan menuju Allah adalah proses penyucian dosa-dosa lahiriah dan batiniah.


Kisah-kisah ini mengajarkan bahwa dosa bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ujian yang membuka jalan menuju ma’rifatullah, cinta Allah, dan penyucian jiwa.


Manfaat menyadari dosa dan memohon ampunan kepada Allah (taubat) menurut pandangan Islam, khususnya dari perspektif spiritual (hakikat), sangat besar dan mendalam. Berikut penjelasan manfaat serta doa-doa yang dapat membantu dalam perjalanan penyucian jiwa:


Manfaat Menyadari Dosa dan Memohon Ampunan

1. Mendapatkan Pengampunan dan Rahmat Allah

Dalam QS. Az-Zumar: 53, Allah berfirman:”Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”

➤ Dengan taubat, seseorang mendapatkan pengampunan dan kembali dalam rahmat-Nya.

2. Penyucian Jiwa (Tazkiyah)

Menyadari dosa adalah langkah pertama menuju penyucian hati. Dalam pandangan hakikat, dosa mengotori jiwa, sedangkan taubat dan doa membersihkan hati agar lebih dekat kepada Allah.

3. Menghilangkan Hijab Batin

Taubat membantu mengangkat hijab yang menghalangi hubungan dengan Allah. Hijab ini sering berupa cinta dunia, keangkuhan, atau kelalaian.

4. Kedamaian dan Kejernihan Hati

Memohon ampun membawa ketenangan batin dan menghilangkan rasa bersalah. Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.” (HR. Ibn Majah).

5. Meningkatkan Derajat Spiritual

Dalam hakikat, taubat tidak hanya membersihkan dosa, tetapi juga meningkatkan maqam seseorang di hadapan Allah.

Imam Ali as:

“Taubat adalah jalan menuju kesempurnaan.”

6. Memperkuat Hubungan dengan Allah

Dengan memohon ampunan, hamba menunjukkan ketergantungan total kepada Allah, yang memperkuat ikatan cinta dan ibadah.

7. Terhindar dari Azab dan Kesulitan

Taubat menjauhkan seseorang dari hukuman dunia dan akhirat. Allah menjanjikan perlindungan kepada mereka yang bertaubat dengan sungguh-sungguh (QS. An-Nisa: 31).


Doa-Doa Memohon Ampunan dan Taubat


1. Doa Nabi Adam

Doa ini sangat efektif untuk memohon ampunan:

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)


2. Doa Nabi Yunus (Dzikir dalam Kesulitan)

Doa ini dikenal sebagai doa penghapus dosa yang sangat dianjurkan:

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87)


3. Doa Istighfar Rasulullah SAW

Rasulullah mengajarkan istighfar yang singkat namun sangat kuat:

اَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبِّيْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Aku memohon ampunan kepada Allah, Tuhanku, dari segala dosa, dan aku bertaubat kepada-Nya.”


4, Doa Taubat Nasuha (Imam Ali as)

Doa untuk memohon taubat yang mendalam:

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ تَوْبَتِي تَوْبَةً نَصُوحًا، تَمْحُو بِهَا الذُّنُوبَ وَتُزِيلُ بِهَا الْعُيُوبَ

“Ya Allah, jadikanlah taubatku taubat nasuha, yang dengannya Engkau hapuskan dosa-dosaku dan Engkau hilangkan semua aibku.”


1. Istighfar 70 Kali Setelah Shalat

Rasulullah menganjurkan untuk membaca Astaghfirullah sebanyak 70 kali setiap hari.

2. Shalat Taubat

Melaksanakan shalat sunnah dua rakaat dengan niat memohon ampunan, kemudian membaca istighfar dengan khusyuk.

3. Bersedekah

Sedekah adalah cara membersihkan dosa-dosa dan membuka pintu rezeki serta rahmat Allah.

4. Membaca Surat-Surat Alquran

Surat Al-Fatihah untuk memohon rahmat.

Surat Al-Baqarah ayat 285-286 (akhir surat) sebagai doa penutup malam.

Surat Al-Mulk untuk perlindungan dari siksa kubur.


Kesimpulan: Menyadari dosa dan memohon ampunan memiliki manfaat besar, baik secara spiritual maupun psikologis. Doa-doa dari para nabi dan imam adalah jalan terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Yang terpenting adalah melibatkan hati yang tulus dalam setiap istighfar dan taubat, dengan niat memperbaiki diri dan menjauhi segala bentuk dosa.


Cara Penebusan Dosa

Dikatakan bahwa meskipun sebuah dosa itu besar dan banyak, menurut pandangan Al-Qur'an kita dapat menggantinya. Karena, di dalam Islam tidak ada jalan yang buntu. Ayat Al-Qur'an al-Karim menjelaskan, : 

"Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima oleh Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu diterima oleh Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan [yang] hingga apabila telah datang ajal kepada salah seorang di antara mereka, [barulah] ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertobat sekarang.' Dan tidak [pula diterima tobat] orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran."(Q.S. an-Nisa': 17-18)

Kedua ayat ini merupakan kasih sayang dan alarm peringatan dari sisi Allah Swt bagi orang-orang yang berdosa. Allah Swt tidak mengatakan Aku tidak akan menerima tobat mereka, melainkan yang dikatakan oleh Allah Swt ialah, bahwa jika sebuah dosa itu dilakukan dengan dasar pembangkangan, maka dalam keadaan ini tobat tidak akan bisa digapai. 

Sebuah dosa, jika timbul dari pembangkangan, dan bukan dilakukan lantaran kebodohan, maka seseorang tidak akan berhasil di dalam tobatnya. Artinya, dia tidak menganggap dirinya sakit sehingga mau menggunakan obat dan mau mengunjungi dokter. 

Ayat Al-Qur'an ini memberikan peringatan kepada kita supaya sebuah dosa jangan sampai menjadi suatu kebiasaan, atau jangan sampai sebuah dosa timbul dari pembangkangan dan sikap keras kepala. Jika rasa takut akan dosa telah hilang dari hati seseorang, maka orang itu tidak akan berhasil di dalam tobat, "Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan." (Q.S. an-Nisa': 17) 

1) Sesungguhnya terdapat dosa yang tidak dapat ditebus oleh sholat juga oleh sodaqoh. Lalu ditanyakan : apa tebusannya ya rasulullah? Beliau menjawab : “tekad dalam mencari kehidupan (yang benar dan halal). (Al-bihar, 73:157)

2) “Masa-masa lapar akan menghapus masa-masa yang digunakan berbuat dosa”. (Al-bihar, 67:244) 

3) “Termasuk di antara cara menebus dosa adalah dengan cara menolong orang kesulitan dan melapangkan orang tercinta petaka”. (Al-bihar, 75:21)

4) Jika Allah menguji seorang hamba, maka jatuhlah dosa-dosanya sesuai dengan sakitnya.

5) “Jika seorang berbuat dosa akan tumbuh titik hitam pada hatinya, dan jika ia bertobat titik itu akan hilang, dan jika dosanya bertambah, titik tersebut juga bertambah, sehingga ia tidak akan bahagia selamanya”. (Al-bihar, 73:327)

6) “Allah tidak memberikan suatu ni’mat pada seorang hamba sedikitpun, lalu ia menahannya, kecuali karena dosa yang ia perbuat sehingga ia berhak ditahan rezqinya”. (Al-bihar, 73:339) 

7) “Sungguh seorang hamba yang melakukan suatu dosa yang lantaran itu rezekinya terhalang darinya”. (Al-bihar, 73:318)

8) Penebusan dosa dapat dilakukan dengan tobat yang sempurna (tobat nasuha). Tobat pada dasarnya cukup dengan menyesali dan mengakui dosa-dosa yang telah dilakukan dan tentu saja bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Dengan tobat yang sungguh-sungguh segala dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan diri dan Tuhan akan diampuni, kecuali syirik dan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia. Dosa kepada sesama tidak akan diampuni  selama yang bersangkutan tidak meminta maaf dan meminta keridhaan dan mengem-balikan hak-haknya yang dilanggar atau dirampas. 


Taubat yang Sempurna atau Istighfar


Diriwayatkan oleh Al-Sayyid Al-Radhi r.a. dalam Nahj Al-Balaghah bahwa seseorang berkata “astaghfirullah” (Aku memohon ampun kepada Allah) di depan Sayyidina Ali k.w., Imam Ali berkata kepadanya, “Semoga ibumu berduka atasmu! Tahukah kamu apa istighfar? Sesungguhnya istighfar adalah derajat ‘illiyyin (yang agung), dan adalah sebuah kata yang berarti enam hal. 

Pertama, adalah menyesali apa(dosa) yang telah lalu. 


Kedua, bertekad untuk tidak akan mengulanginya lagi. 


Ketiga, mengembalikan kepada makhluk hak-haknya (yang pernah dirampas di masa lalu)  sehingga engkau bertemu Allah SWT dalam keadaan suci sedemikian, sehingga tak ada yang dapat menuntutmu. 


Keempat, memenuhi setiap kewajiban yang pernah dilalaikan. 


Kelima, membereskan daging tubuhmu yang tumbuh dengan rezki yang haram, sehingga daging itu meleleh akibat kesedihan dan kedukaan, dan sehingga yang tinggal hanyalah kulit yang melekat di tulang, yang setelah itu tumbuhlah daging baru di antara kulit dan tulang itu. 


Keenam, buatlah tubuhmu merasakan sakitnya taat seperti ia pernah merasakan sebelumnya senangnya dosa. Kalau engkau sudah melakukan hal ini, barulah katakan, Astaghfirullah.” 


Doa Memohon Maaf atas Perbuatan Jelek pada Manusia dan Kekurangan dalam Memenuhi Hak-hak mereka


Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Ya Allah curahkanlah rahmat-Mu kepada Muhammad dan keluarganya. 

Ya Allah aku mohon ampun kepada-Mu dihadapanku ada orang yang dizalimi aku tidak menolongnya. 

Kepadaku ada orang berbuat baik aku tidak berterima kasih kepadanya. 

Orang bersalah meminta maaf kepadaku aku tidak memaafkannya. Orang susah memohon bantuan kepadaku aku tidak menghiraukannya. 

Ada hak orang mukmin dalam diriku aku tidak memenuhinya. 

Tampak didepanku aib Mukmin, aku tidak menyembunyikannya. Dihadapkan kepadaku dosa, aku tidak menghindarinya. 

Ilahi aku mohon ampun dari semua kejelekan itu dan yang sejenis dengan itu aku sungguh menyesal. Biarlah itu menjadi peringatan agar aku tidak berbuat yang sama sesudahnya. Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Penyesalanku atas segala kemaksiatan. Tekadku untuk meninggalkan kedurhakaan. Jadikan itu semua taubat yang menarik kecintaan-Mu. Wahai Dzat yang mencintai orang-orang yang bertaubat.


Doa Pengampunan Hingga Kiamat


Nabi Bersabda: “Barangsiapa yang membaca doa (dibawah ini) setiap selesai sholatnya yang lima waktu di Romadhon maka Allah akan mengampuni dosanya hingga Hari Kiamat”. (Kitab Mafatihul Jinan, hal. 238) 


Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Ya Allah curahkanlah rahmat-Mu kepada Muhammad dan keluarganya.

Ya Allah masukkan kebahagiaan kepada para penghuni kubur. 

Ya Allah, kayakanlah semua yang fakir. 

Ya Allah kenyangkanlah semua yang lapar. 

Ya Allah berikanlah pakaian pada semua yang telanjang, 

Ya Allah tunaikanlah hutang semua yang berhutang. 

Ya Allah lapangkanlah setiap orang yang menderita kesulitan. 

Ya Allah bebaskanlah semua yang tertawan. 

Ya Allah kembalikan orang-orang yang hilang. 

Ya Allah perbaikilah semua yang rusak dari urusan kaum Muslimin. 

Ya Allah sembuh-kanlah semua yang sakit. 

Ya Allah tutupilah kemiskinan kami dengan kekayaan-Mu. 

Ya Allah ubahlah keburukan keadaan kami dengan sebaik-baik keadaan-Mu. 

Ya Allah tunaikanlah hutang-hutang kami 

dan bebaskanlah kami dari kemiskinan. 

Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.


Doa Berlindung dari hal yang dibenci, Akhlaq yang buruk dan Perilaku yang tercela


Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. 

Ya Allah, limpahkanlah sholawat atas Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad. 

Tuhanku, kesalahan telah menutupku dengan pakaian kehinaan, 

perpisahan dari-Mu telah mem-bungkusku dengan jubah kerendahan. 

Besarnya dosaku telah mematikan hatiku. 

hidupkan daku dengan ampunan-Mu, 

wahai Cita dan dambaku. 

Wahai ingin dan harapku. 


Demi Keagungan-Mu, tidak kudapatkan pengampunan dosaku selain-Mu. 

Tidak kulihat penyembuh lukaku selain-Mu. 

Daku pasrah berserah pada-Mu, 

daku tunduk bersimpuh pada-Mu. 

Jika Kau usir daku dari pintu-Mu, 

kepada siapa lagi daku bernaung. 

Jika Kau tolak daku dari sisi-Mu, 

kepada siapa lagi daku berlindung.

 Celaka sudah diriku, lantaran aib dan celaku, 

malang benar daku karena kejelekan dan kejahatanku. 


Daku bermohon pada-Mu, 

wahai pengampun dosa yang besar, 

wahai Penyembuh Tulang yang patah. 

Anugerahkan padaku penghancur dosa, 

tutuplah untukku pembongkar cela 

Jangan lewatkan aku - di hari kiamat dari sejuknya ampunan dan magh-firah-Mu, 

jangan tinggalkan daku dari indahnya maaf dan penghapusan-Mu. 


Ilahi, naungi dosa-dosaku dengan awan rahmat-Mu. 

curahi cela-celaku dengan hujan kasih-Mu. 


Ilahi, kepada siapa lagi hamba yang lari kecuali pada mawla-Nya, 

adakah selain Dia yang melindunginya dari murka-Nya. 


Ilahi, sekiranya sesal atas dosa itu taubat, sungguh, demi keagungan-Mu, daku ini orang yang menyesal. 

Sekiranya istighfar itu penghapus dosa, sungguh, kepada-Mu daku ini beristighfar, 

terserah pada-Mu jua (Kecamlah daku sampai Kau ridho). 


Ilahi, dengan kodrat-Mu ampuni daku. 

Dengan kasih-Mu maafkan daku. 

Dengan ilmu-Mu sayangi daku. 


Ilahi, Engkaulah yang membuka pintu menuju maaf-Mu, - 

kepada hamba-hamba-Mu, 

Kau namai itu taubat Engkau berfirman: "Bertaubatlah taubat nashuha!", 

Apa alangan orang yang lalai memasuki pintu itu  - setelah terbuka.


Ilahi, jika jelek dosa dari hamba-Mu, baikkanlah maaf dari sisi-Mu. 

Ilahi, daku bukan yang pertama membantah-Mu dan Kaumaafkan dan menolak nikmat-Mu tetap Kaukasihi. 


Wahai yang menjawab pengaduan orang yang berduka. 

Wahai pelepas derita. Wahai penabur karunia. 

Wahai Yang Maha Mengetahui rahasia. 

Wahai Yang Paling Indah dalam menutup cela. 


Daku memohon pertolongan, dengan karunia dan kebaikan-Mu. 

Daku bertawassul, dengan kemuliaan dan kasih-Mu. 

Perkenankan doaku 

jangan kecewakan harapanku, 

terimalah taubatku, 

hapuskan kesalahanku 

dengan karunia dan rahmat-Mu. 

Wahai Yang Terkasih dari segala yang mengasihi.


Semoga bermanfaat!!!!

Mohon doa!!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Amalan Akhir & Awal Tahun ; Amalan Bulan Muharram ; Ziarah Imam Husein as dan Syuhada Karbala

Doa-doa Cepat Terkabul (Sari’ Al-Ijaabah) Dari; Imam Ali as dan Imam Musa as

Doa Pendek untuk Semua Penyakit