Makna Ayat (Qul Huwa Allahu Ahad)

 Surah Al-Ikhlas (Qul Huwa Allahu Ahad) adalah salah satu surah yang paling agung dalam Al-Qur’an, meskipun pendek, namun kandungannya sangat dalam. Menurut para arifin (ahli hakikat), ayat قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ memiliki banyak makna batin dan lapisan makrifat. Berikut makna atau tafsiran maknawi dari ayat pertama ini, dari berbagai pendekatan—tafsir zahir, batin, dan makrifat:


‎1. قُلْ (Katakanlah)

Perintah dari Allah kepada Nabi, namun secara batin adalah ajakan bagi setiap hamba yang telah mengenal Allah untuk menyampaikan kebenaran tauhid kepada dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu kepada makhluk.


‎2. هُوَ (Dia)

Menunjukkan zat Allah yang ghaib, tidak bisa didefinisikan atau disamakan dengan apapun.

Menurut arifin, “Huwa” adalah isyarat kepada wujud mutlak yang hanya bisa dikenali melalui hati yang suci.


‎3. اللَّهُ (Allah)

Nama jalalah yang mencakup seluruh sifat-sifat kesempurnaan.

Dalam pandangan ahli hakikat, “Allah” adalah tajalli (manifestasi) nama-nama dan sifat-Nya dalam kesempurnaan.


‎4. أَحَدٌ (Esa/Uniq/Satu secara Mutlak)

Tidak sekadar satu (wahid), tapi satu yang tidak terbagi dan tidak memiliki bandingan.

Ahad adalah “kesatuan murni” yang tidak ada dalam makhluk.


Sekarang, makna batin dan makrifat dari قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ secara keseluruhan:


1. Tauhid Zat (Wahdaniyah)

Allah adalah Esa dari segi Zat, tiada sekutu atau bagian.


2. Tauhid Sifat

Sifat-sifat Allah tidak terpisah dari Zat-Nya; Dia Maha Mengetahui bukan karena ilmu selain dari-Nya, tapi karena Zat-Nya itu sendiri.


3. Tauhid Af’al (Perbuatan)

Semua perbuatan di alam semesta ini berasal dari Allah. Tidak ada daya dan upaya melainkan dari-Nya.


4. Penafian Syirik Halus

Ayat ini menafikan syirik khafi (halus), yaitu menganggap bahwa sesuatu selain Allah memiliki pengaruh independen.


5. Penegasan Wujud Mutlak

Allah adalah satu-satunya wujud yang mutlak; semua yang selain-Nya adalah wujud bergantung.


6. Kesempurnaan Mutlak

Ahad bermakna kesempurnaan yang tidak terbagi atau bercampur dengan kekurangan.


7. Penolakan terhadap Antropomorfisme

Menolak segala bentuk penyamaan Allah dengan makhluk (tasybih).


8. Isyarat kepada Fana’

Ketika seorang arif membaca “Qul Huwa Allahu Ahad”, ia mengingat bahwa hanya Allah yang kekal dan semua selain-Nya fana’.


9. Makrifat Tertinggi

Puncak makrifat adalah ketika hati menyaksikan “Ahad” dalam setiap yang ada — melihat Allah dalam semua ciptaan-Nya, bukan melalui bentuk, tapi melalui Nur.


10. Nur Tauhid

Ayat ini adalah pintu untuk masuk ke dalam cahaya tauhid yang murni. Banyak arifin menjadikan ayat ini sebagai dzikir khusus.


11. Penegasan Hubungan Langsung

“Huwa” adalah isyarat bahwa hamba bisa menjalin hubungan langsung dengan-Nya tanpa perantara makhluk dalam aspek tauhid.


12. Kesunyian Ilahi

Ahad juga berarti bahwa Allah itu “sendiri” — tidak butuh apapun, tidak ada yang menyertainya. Dalam makna makrifat, ini menunjukkan puncak kesunyian ilahi yang tidak bisa didekati kecuali oleh hati yang telah sirna dari selain-Nya.


‎“قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut Al-Qur’an kita perlu melihat bagaimana konsep-konsep “Allah”, “Ahad”, dan “Huwa” dijelaskan atau dijelaskan ulang oleh ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an.


Berikut makna atau penjelasan terhadap “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut ayat-ayat Al-Qur’an lainnya, sebagai bentuk tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an:


1. “Huwa Allahu Ahad” – Allah itu Esa

(Surah Al-Baqarah 2:163):

‎وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

“Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia…”

→ Menegaskan tauhid, yaitu keesaan dalam zat, sifat, dan perbuatan.


2. “Qul” – Perintah untuk Menyampaikan

(Surah Al-A’raf 7:158):

‎قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

→ Nabi diperintahkan untuk menyampaikan wahyu. Maka “Qul” menunjukkan otoritas dan amanah kerasulan.


3. “Huwa” – Penunjuk kepada Zat Yang Ghaib

(Surah Al-Hadid 57:3):

‎هُوَ ٱلْأَوَّلُ وَٱلْآخِرُ وَٱلظَّـٰهِرُ وَٱلْبَاطِنُ

→ “Dia-lah” yang pertama, terakhir, lahir dan batin—menguatkan makna “Huwa” sebagai satu-satunya wujud mutlak.


4. “Allahu” – Nama Paling Agung

(Surah Taha 20:14):

‎إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَاۖ فَٱعْبُدْنِي

→ Allah menyatakan diri-Nya langsung sebagai satu-satunya yang layak disembah.


5. “Ahad” – Satu yang Unik (bukan sekadar Wahid)

(Surah Ash-Shura 42:11):

‎لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ

→ “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya” – inilah makna “Ahad”: keunikan absolut.


6. Penafian segala sekutu

(Surah Al-An’am 6:19):

‎أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ ٱللَّهِ ءَالِهَةً أُخْرَىٰ ۚ

→ Menafikan adanya tuhan lain selain Allah. Ahad = tiada selain-Nya dalam ke-Tuhanan.


7. Allah Tidak Membutuhkan Siapa pun

(Surah Al-Ikhlas 112:2):

‎اللَّهُ ٱلصَّمَدُ

→ Langsung setelah “Ahad”, disebut “As-Shamad” = tempat bergantung segala sesuatu.


8. Allah Tak Beranak dan Tidak Diperanakkan

(Surah Al-Ikhlas 112:3):

‎لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

→ Menjelaskan esensi “Ahad” dengan menyangkal aspek biologis atau percampuran.


9. Tiada Bandingan bagi-Nya

(Surah Al-Ikhlas 112:4):

‎وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ

→ Tidak ada yang sepadan dengan-Nya. “Ahad” berarti unik secara mutlak.


10. Allah Mengetahui Semua, Sedang Makhluk Tidak Mengetahui Zat-Nya

(Surah Taha 20:110):

‎يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا

→ Ahad juga berarti zat-Nya tidak dapat dilingkupi ilmu makhluk.


11. Segala Sesuatu Bergantung kepada-Nya

(Surah Al-An’am 6:102):

‎لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۚ خَـٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍۖ فَٱعْبُدُوهُ

→ Menekankan keesaan-Nya sebagai pencipta segala sesuatu.


12. Semua yang di langit dan bumi bertasbih kepada-Nya

(Surah Al-Hashr 59:24):

‎يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِۖ

→ Keesaan-Nya disaksikan oleh seluruh ciptaan dalam bentuk tasbih alami.


“Qul Huwa Allahu Ahad” (Surah Al-Ikhlas) memiliki kedudukan yang sangat agung dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, baik dari jalur Sunni maupun Syiah. Dalam hadis, banyak sekali penjelasan tentang keutamaan, makna, dan pengaruh batin dari ayat ini.


Berikut makna dan kedudukan

‎ “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut hadis-hadis Nabi dan Ahlulbait:


1. Sepertiga Al-Qur’an

Hadis shahih (Bukhari dan Muslim):”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya ‘Qul Huwa Allahu Ahad’ itu menyamai sepertiga Al-Qur’an.”

→ Makna: karena ia mencakup tauhid Zat, Sifat, dan Af‘al Allah.


2. Cinta pada Surah Ini Menyebabkan Masuk Surga

(HR Bukhari): Seorang sahabat selalu membaca Surah Al-Ikhlas dalam setiap rakaat. Ketika Nabi ditanya, beliau menjawab:

“Cintamu kepadanya akan memasukkanmu ke surga.”


3. Allah Mencintai yang Membaca Surah Ini

(HR Tirmidzi dan Ahmad):

“Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.”

→ Karena ia mencintai surah yang mengandung sifat-sifat Allah.


4. Perlindungan dari Segala Bahaya

(HR Abu Dawud):”Nabi biasa membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas sebelum tidur untuk perlindungan.

→ Qul Huwa Allahu Ahad adalah zikir keamanan spiritual.


5. Surah yang Tak Ada Bandingannya

Imam Ali (as):”Surah ini memiliki nur khusus dan tidak ada satu pun yang menyerupainya dalam kitab-kitab langit.”


6. Membawa Nur dalam Hati

Imam Ja’far Shadiq (as):”Barang siapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad dalam shalatnya, maka cahaya akan menemaninya di hari kiamat.”


7. Dikenali di Akhirat

Hadis Ahlulbait:”Surah Al-Ikhlas akan datang di hari kiamat dalam bentuk cahaya dan berkata: Ya Allah, izinkan aku memberi syafaat kepada yang membacaku.”


8. Menyucikan Tauhid

Nabi SAW bersabda:”Barang siapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad sebanyak 10 kali, maka Allah bangunkan untuknya rumah di surga.”

→ Karena ia adalah penyucian tauhid dari segala bentuk syirik.


9. Tajalli Nama-Nama Allah

Riwayat dari Imam Ali Zainal Abidin (as):”Qul Huwa Allahu Ahad adalah tajalli dari nama-nama Allah yang tersembunyi.”


10. Obat Spiritual dan Penyembuh Batin

Riwayat dari Rasulullah (SAW):

“Barang siapa membacanya 3 kali ketika sakit, dan wafat setelahnya, maka dia mati dalam keadaan syahid.”


11. Bacaan Favorit Rasulullah SAW

Nabi sangat sering membacanya, baik dalam shalat malam, dzikir, maupun saat tidur. Ini menunjukkan kedekatan beliau dengan kandungan tauhidnya.


12. Penolak Sihir dan Gangguan Jin

Hadis Syiah dan Sunni:”Rasulullah SAW memerintahkan membaca Qul Huwa Allahu Ahad, Al-Falaq, dan An-Nas sebagai ruqyah.

→ “Qul” adalah perisai spiritual dari segala kejahatan yang tersembunyi.


Menurut hadis Ahlul Bayt (as), khususnya dari para Imam seperti Imam Ali (as), Imam Ja’far al-Shadiq (as), dan yang lainnya, “Qul Huwa Allahu Ahad” memiliki makna yang sangat dalam dari sisi tauhid, makrifat, dan hakikat. Mereka menjelaskan bahwa Surah Al-Ikhlas bukan sekadar surah pendek, tapi mewakili rahasia rububiyyah dan tauhid murni.


Berikut makna dan kedudukan ayat “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut hadis Ahlul Bayt:


1. Tauhid Ikhlas: Surah untuk Orang-orang Arif

Imam Ali (as):”Surah Al-Ikhlas adalah tauhid orang yang mendalam ilmunya (al-muta‘ammiqūn), bukan hanya bagi orang awam.”

→ Maknanya hanya bisa difahami oleh yang hatinya bersih dari syirik halus.


2. Tauhid Nurani

Imam al-Baqir (as):”Qul Huwa Allahu Ahad adalah penjelas tauhid cahaya. Siapa yang membacanya dan mengimaninya, Allah bukakan baginya pintu-pintu nur.”

→ Ini bukan hanya bacaan, tapi penyingkap hijab antara makhluk dan Haqq.


3. Penolakan Semua Bentuk Tasybih

Imam al-Sadiq (as):”Dalam ‘Ahad’ terkandung penafian seluruh sifat makhluk dari Allah: tidak terbagi, tidak tersusun, tidak serupa.”

→ Ahad lebih dalam dari Wahid. Wahid = satu dari yang lain. Ahad = tiada yang lain.


4. Akar dari Kitab-Kitab Langit

Imam Ali (as):”Ketahuilah, seluruh kitab terdahulu dan ajaran para nabi diringkas dalam Al-Qur’an, dan seluruh Al-Qur’an diringkas dalam Al-Fatihah, dan Al-Fatihah diringkas dalam ‘Qul Huwa Allahu Ahad’.”

→ Ini menunjukkan inti risalah tauhid ada pada ayat ini.


5. Pembuka Langit Makrifat

Imam al-Sadiq (as):”Barangsiapa membacanya dengan hati yang khusyuk, maka Allah bukakan padanya pintu-pintu langit, sampai ia menyaksikan tajalli-Nya.”

→ Membaca surah ini dengan makrifat, bukan hanya lisan, bisa mengantar pada syuhud (penyaksian).


6. Bentuk Nur di Hari Kiamat

Riwayat dari Imam al-Sadiq (as):

“Surah ini akan datang pada hari kiamat dalam bentuk nur, menaungi siapa yang membacanya dengan ikhlas.”

→ Ia menjadi syafaat berupa cahaya, bukan sekadar pahala.


7. Senjata Melawan Syirik Halus

Imam al-Baqir (as):”Surah ini memutus segala bentuk ketergantungan selain kepada Allah.”

→ Siapa yang memahami makna Ahad, maka hatinya tidak akan takut kecuali kepada Allah.


8. Benteng Spiritual

Imam Ja’far al-Sadiq (as):”Siapa yang membacanya dalam safar, maka ia akan dijaga dari segala keburukan dan gangguan jin.”

→ Termasuk dalam wirid perlindungan ruhani yang diajarkan Ahlul Bayt.


9. Cahaya dalam Alam Barzakh

Imam al-Kazim (as):”Di alam kubur, Qul Huwa Allahu Ahad akan menjadi cahaya yang tidak padam bagi pecinta tauhid.”

→ Amalan kecil, tapi berdampak besar di alam ruh.


10. Bacaan Cinta untuk Wali-wali Allah

Imam Ali Zainal Abidin (as):”Kami, Ahlul Bayt, menjadikan surah ini dzikir harian karena ia dzikir para nabi dan para shiddiqin.”

→ Amalan keluarga Nabi, bukan sekadar sunah umum.


11. Tanda Pencinta Ahlul Bayt

Imam al-Baqir (as):”Ciri pecinta kami adalah ia mencintai surah ini, karena ia mencintai tauhid yang murni.”

→ Kecintaan kepada surah ini = tanda kecintaan kepada Ahlul Bayt.


12. Bacaan Makrifat dan Sirr

Imam Ja’far al-Sadiq (as):”Surah ini untuk ahli sirr (rahasia batin); siapa yang ingin mengenal Allah, hendaklah ia memahami makna setiap huruf dari ‘Qul Huwa Allahu Ahad’.”

→ Ada rahasia-rahasia huruf dan kalimah yang hanya diungkap untuk yang ahli makrifat.


Tafsir terhadap “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” oleh para mufasir besar (baik dari kalangan klasik, filsuf, hingga sufi dan arifin) menyuguhkan beragam dimensi, dari tafsir zahir (tekstual) hingga tafsir batin (maknawi dan makrifat).


Berikut makna utama

‎ “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut para mufasir, disarikan dari berbagai karya tafsir besar seperti Tafsir al-Mizan (Allamah Thabathaba’i), Tafsir al-Kashani, Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Tafsir as-Safi, dan lain-lain:


1. Tauhid Zat (Zat-Nya Esa, tidak terbagi) – Tafsir al-Mizan (Allamah Thabathaba’i)

“Ahad menunjukkan Zat yang tidak menerima ta‘addud (pembagian atau jenis). Tidak tersusun, tidak terbagi, tidak punya bagian.”

→ Tauhid dalam arti paling murni: “Ahad” = Tidak ada realitas lain selain-Nya.


2. “Qul” – Perintah Ilahi dan Penegasan Risalah – Tafsir ar-Razi

“Perintah ‘Qul’ menunjukkan bahwa konsep Allah yang Esa ini bukan hasil akal Nabi, tapi wahyu langsung.”

→ Tauhid bukan produk spekulasi, tapi wahyu.


3. “Huwa” – Penunjuk pada Zat Ghaib yang Mahahadir – Tafsir Kashani (sufi)

”‘Huwa’ menunjukkan kehadiran-Nya yang mutlak tapi tersembunyi, hanya dikenali oleh orang yang fana fi Allah.”

→ ‘Huwa’ adalah pintu awal makrifat, karena menyadari adanya Dia yang tak terlihat tapi hadir.


4. “Allahu” – Nama yang Mengandung Seluruh Nama – Tafsir As-Safi (al-Fayd al-Kashani)

“Nama ‘Allah’ adalah nama jami‘ (komprehensif), yang mencakup semua asma dan sifat.”

→ Semua Nama Allah seperti Ar-Rahman, Al-‘Alim, Al-Qadir kembali pada satu nama: Allah.


5. “Ahad” Bukan “Wahid” – Tafsir Alusi & Thabathaba’i

”‘Ahad’ tidak menerima bilangan. ‘Wahid’ bisa jadi satu dari dua. Tapi ‘Ahad’ artinya tak ada selain Dia.”

→ Penolakan terhadap segala bentuk dualisme atau pembandingan.


6. Tafsir Ikhlas: Menyucikan Allah dari Segala Sifat Makhluk – Tafsir Shufi (Qushayri)

“Surah ini adalah surah ‘tanzih’—menyucikan Allah dari segala sifat-sifat makhluk.”

→ Tauhid yang ikhlas = menghilangkan semua bentuk syirik batin.


7. “Qul Huwa Allahu Ahad” = Tauhid dalam 4 Kalimah – Tafsir al-Mizan

Allamah Thabathaba’i menyebut:

1. Qul = wahyu

2. Huwa = zat

3. Allahu = nama zat dan sifat

4. Ahad = esensi keesaan-Nya yang tak tergandakan

→ Satu ayat, empat lapis tauhid.


8. Makna “Ahad” dalam Maqam Syuhud – Tafsir Sufi (Khawaja Abdullah Ansari)

“Ahad adalah yang jika kau menyaksikan-Nya, maka tidak ada yang lain terlihat bersamanya.”

→ Tauhid syuhudi: tidak ada yang disaksikan kecuali Allah.


9. Tauhid Rububiyyah – Tafsir Imam Fakhruddin ar-Razi

“Ahad mengandung makna bahwa hanya Dia yang layak diibadahi karena hanya Dia yang menjadi Rabb segala sesuatu.”

→ Tidak ada sekutu dalam rububiyyah (pemeliharaan).


10. “Ahad” = Zat yang Sempurna – Tafsir al-Tustari (sufi)

“Ahad adalah Zat yang tidak bisa dicapai oleh akal, tidak bisa ditangkap oleh mata, tapi disaksikan oleh hati yang bersih.”

→ Makrifat qalbiyah, bukan hanya ilmiah.


11. Tauhid dalam Asal Penciptaan – Tafsir Al-Mizan

“Segala ciptaan berasal dari satu asal: Allah yang Ahad. Maka tidak ada wujud yang benar kecuali dari-Nya.”

→ Keesaan dalam penciptaan, bukan hanya dalam penyembahan.


12. Kalimah yang Membakar Syirik – Tafsir Nur ats-Tsaqalayn (Syiah)

Diriwayatkan:”Iblis lari dari rumah yang dibacakan ‘Qul Huwa Allahu Ahad’.”

→ Surah ini menjadi senjata rohani untuk membersihkan hati dan ruang dari syirik tersembunyi.


Tafsir “Qul Huwa Allahu Ahad” menurut ahli makrifat dan hakikat. Ini bukan lagi sekadar makna bahasa atau hukum syariat, tapi tafsir ruhani dan syuhudi, yang dilihat dengan mata hati dan disaksikan dalam fana dan baqa bersama Allah.


Dalam pandangan ‘urafa (ahli makrifat) seperti Imam Ja’far al-Shadiq (as), Sayyid Haidar Amuli, Ibn Arabi, Imam Khomeini, dan lainnya, ayat ini adalah tajalli tauhid dzati, puncak dari kesatuan eksistensial (wahdat al-wujud).


Berikut makna “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut ahli makrifat dan hakikat:


1. “Qul” – Tajalli Kalāmullah dalam Wujud Insani

“Katakan” bukan hanya perintah lisan, tapi tajalli kalam-Nya pada yang telah sirna dari dirinya (fana).

→ Yang bisa benar-benar mengatakan “Qul” adalah yang telah lenyap dalam Allah, lalu berbicara dengan lisān al-Haqq.


2. “Huwa” – Zat yang Tak Bisa Diisyaratkan

Dalam makrifat: “Huwa” adalah isyarat kepada yang tak bisa diisyaratkan.

→ Ia disebut, tapi tak bisa dijangkau. Nama untuk Dia yang tak bernama. Itulah awal syuhud.


3. “Allahu” – Nama yang Menampung Seluruh Tajalli

Nama “Allah” adalah tajalli zat dalam seluruh sifat-Nya—jam‘ antara Jalal dan Jamal.

→ Makrifat kepada Allah artinya makrifat kepada semua nama dan sifat-Nya sebagai satu kesatuan tak terpisah.


4. “Ahad” – Satu yang Mutlak, Tanpa Kedua, Tanpa Banyak

Ahad adalah wujud yang tak punya kembaran, tak punya perbandingan, dan tak punya arah.

→ Dalam hakikat, Ahad hanya bisa disaksikan ketika kau tak menyaksikan selain-Nya.


5. “Ahad” adalah Tauhid Dzati

Wahid = satu dari banyak.

Ahad = satu yang tak bisa dibagi, tak bisa dipahami oleh banyak.

→ Tauhid Dzati adalah kesatuan realitas, bukan sekadar kesatuan konsep.


6. “Qul Huwa Allahu Ahad” = Zikir Fana dan Baqa

Bagi sufi dan arifin, ini zikir ketika ruh telah melebur (fana) lalu kembali hidup (baqa) dengan Haqq.

→ Lafaz ini bukan dibaca—tapi disaksikan. Ia adalah maqam, bukan sekadar ayat.


7. “Huwa” Menunjukkan Hijab Nur

Hijab pertama menuju Allah adalah “Huwa”—seakan ada “Dia” yang terpisah. Padahal itu isyarat agar kau melepas semua selain-Nya.

→ Setelah melewati “Huwa,” barulah tiada jarak antara hamba dan Rabb.


8. Tauhid ‘Arifin: Tidak Ada yang Dilihat Selain Dia

Ahli hakikat berkata: “Laisa fi al-wujūd illa Huwa” – tiada dalam wujud kecuali Dia.

→ Semua selain Allah adalah bayangan, pantulan, atau nama dalam cermin wujud-Nya.


9. “Qul” Adalah Maqam Risalah dalam Tajalli

“Qul” adalah maqam Nabi sebagai tajalli kamil—yang dapat membawa rahasia Ahad kepada alam makhluk.

→ Yang berkata “Qul” adalah yang sudah lebur dalam Ahad, dan yang mendengar juga harus mati dari dirinya.


10. Surah Al-Ikhlas = Syajarat al-Tauhid (Pohon Tauhid)

Imam Ja’far Shadiq berkata: “Al-Ikhlas adalah akar makrifat.”

→ Semua cabang makrifat tumbuh dari “Qul Huwa Allahu Ahad.” Itulah tauhid eksistensial.


11. Tiap Hurufnya Tajalli Nama-Nya

Dalam ilmu huruf (‘ilm al-huruf), tiap huruf dalam ayat ini adalah tajalli satu asma Allah.

→ Misalnya:

Qāf = Qudrah=Kemampuan

Lām = Luthf: Kelembutan

Hā’ = Hayāt: Kehidupan

Wāw = Wudd; Kecintaan

→ Semua menuju satu: Ahadiyyah.


12. “Ahad” adalah Cermin bagi Ruh yang Bersih

Arifin berkata: “Kalbu yang bersih akan melihat Ahadiyah Allah seperti cermin yang tak berdebu.”

→ Jika kau belum melihat-Nya dalam “Ahad,” maka debu syahwat dan ego masih menutupi hatimu.


Ahli hakikat Syiah seperti Sayyid Haidar Amuli, Imam Khomeini, Allamah Thabathaba’i (dalam sisi irfan-nya), Sayyid ibn Thawus, serta guru-guru tarekat irfaniyah dari jalur Ahlul Bayt (as), menyampaikan bahwa Surah Al-Ikhlas adalah tajalli tauhid dalam bentuk lafaz, dan “Qul Huwa Allahu Ahad” adalah kunci makrifat dzatiyyah (mengenal Zat Allah secara batin).


Berikut makna “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut ahli hakikat Syiah:


1. “Qul” – Tajalli al-Haqq dalam Wujud Insan Kamil

Menurut Imam Khomeini, “Qul” berarti Allah sendiri yang berbicara melalui Nabi yang telah fana, karena hanya orang yang telah sirna dari egonya bisa menjadi cermin bagi kalam-Nya.

→ Nabi bukan sekadar menyampaikan, beliau adalah pancaran suara Allah dalam alam mulk.


2. “Huwa” – Maqam Ghaib al-Huwiyyah (Keghaiban Absolut)

Dalam Irfan Syiah, “Huwa” menunjuk kepada Zat Yang Maha Tersembunyi, tidak bisa dicapai oleh akal atau mata, bahkan oleh nur Muhammad (saw) sekalipun.

→ “Huwa” adalah tirai keghaiban (Hijab al-Haqiqah).


3. “Allah” – Al-Ism al-Jami‘ (Nama Penyatu Semua Asma’)

Menurut Sayyid Haidar Amuli, nama “Allah” adalah manifestasi semua nama dan sifat, tempat berkumpulnya jamal (keindahan) dan jalal (keagungan).

→ Bukan hanya satu nama, tapi hakekat dari semua wujud dan pancaran-Nya.


4. “Ahad” – Tauhid dalam Zat, tanpa Isyarah dan Idhafah

Dalam pandangan Irfan, Ahad bukan hanya satu, tapi tiada dua, tiada banding, tiada arah.

→ Tauhid Ahadi lebih tinggi dari tauhid Wahidi (yang masih memandang banyak yang berasal dari satu).


5. “Ahad” = Peniadaan Kewujudan Lain (La Maujuda Illa Huwa)

Sebagaimana dikatakan para arif Syiah:

‎“لا موجود إلا هو” – Tiada wujud sejati kecuali Dia.

→ Segala yang selain-Nya hanyalah tajalli (pantulan), bayangan, dan manifestasi dari Wujud-Nya.


6. Zikir “Qul Huwa Allahu Ahad” = Mi’raj Ruhani

Dalam tarekat maknawiyah Syiah, zikir ini dipakai sebagai dzikir naiknya ruh menuju maqam fana’ fi al-tauhid, kemudian kembali dengan ma‘rifah.

→ Ini mi’raj tauhid, bukan sekadar wirid.


7. Ahad = Maqam al-Ahadiyyah – Lautan Keheningan Haqiqi

Menurut Imam Khomeini, Ahadiyyah adalah maqam di mana bahkan tajalli pun sirna.


→ Di sana tiada nama, tiada bentuk, tiada selain-Nya. Semua larut dalam kesempurnaan mutlak.


8. Huruf-hurufnya Rahasia Asma’ dan Tajalli


Dalam ilmu huruf Irfani, tiap huruf dari “Qul Huwa Allahu Ahad” memiliki rahasia tajalli sifat Allah.

→ Misal:

Qāf = Qudrah

Lām = Lutf

Hā’ = Hayat

Alif = Wahdah

→ Semua huruf membawa jalan makrifat, bukan huruf biasa.


9. “Qul Huwa Allahu Ahad” = Tauhid Ruhi, Bukan Tauhid ‘Aqli Saja

Ahli hakikat menolak tauhid logika semata. Tauhid yang sejati adalah tauhid yang disaksikan (syuhud), bukan sekadar diyakini.

→ Surah ini hanya bisa dirasakan, bukan didebatkan.


10. Insan Kamil Adalah “Qul” Allah di Alam

Dalam irfan Syiah: Nabi, para Imam, dan awliya adalah manifestasi dari “Qul”—yakni penyampai kalimat-Nya lewat sirr batin dan cahaya ruh.

→ Mereka bukan hanya pembawa wahyu, tapi tajalli-Nya di alam.


11. Tauhid Ahadiyyah = Kematian dari Segala Wujud Selain-Nya

Seorang arif berkata: “Tidaklah kau berkata ‘Ahad’ dengan benar kecuali jika tak ada lagi engkau saat kau mengucapkannya.”

→ Makrifat ‘Ahad’ = lenyapnya aku dan hanya tinggal Dia.


12. Al-Ikhlas = Surah Ahli Ma’rifah

Dalam Irfan Syiah, Surah ini disebut sebagai “Surah al-Ahadiyyah”, bukan hanya “Al-Ikhlas.”

→ Ia adalah surah untuk ahli ma’rifah, bukan sekadar untuk amalan biasa.


Kisah dan cerita di balik

 “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ” menurut ahli hakikat Syiah. Bukan sekadar ayat untuk dihafal, tapi pintu menuju makrifat, dan dalam kisah-kisah ini, kita melihat bagaimana para Nabi, Imam, dan arifin suci mengalami, menyaksikan, dan hidup dalam makna ayat ini.


Berikut beberapa kisah maknawi dan hakikati yang menyentuh tentang ayat “Qul Huwa Allahu Ahad”:


1. Kisah Nabi Muhammad (saw) dan Surah al-Ikhlas – “Sepertiga Al-Quran”

Suatu hari, Nabi Muhammad (saw) bersabda:”Demi Allah yang jiwaku dalam genggaman-Nya, surah ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”

(HR. Kafi, Tafsir Nur al-Thaqalayn)


Para sahabat terheran. Bagaimana bisa satu surah pendek, dengan hanya empat ayat, sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an?


Imam Ja’far Shadiq (as) menjelaskan:”Karena ia mengandung inti tauhid dzati, rububi, dan asma’—yaitu tiga lapis dari seluruh kandungan Al-Qur’an.”

Hikmah:”Surah ini seperti intisari keesaan, dan siapa yang memahaminya telah meneguk dari mata air makrifat.


2. Kisah Seorang Pecinta yang Diampuni Karena Cinta kepada Al-Ikhlas

Dalam riwayat dari Imam al-Baqir (as):”Ada seseorang yang setiap selesai shalat selalu membaca Qul Huwa Allahu Ahad berulang-ulang, bukan karena kewajiban, tapi karena ia mencintai ayat itu.

Orang-orang mengadukannya kepada Rasulullah (saw). 

Tapi Nabi menjawab:”Cinta orang itu kepada surah al-Ikhlas akan membawanya ke surga.”

Hikmah:”Makrifat dimulai dari cinta. Jika kau mencintai makna tauhid, engkau telah bersambung ke pemiliknya.


3. Kisah Imam Ali Zainal Abidin (as) Saat Membaca “Qul Huwa Allahu Ahad”

Diriwayatkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin (as) ketika membaca “Qul Huwa Allahu Ahad” dalam salat malamnya, akan mengulang-ulangi ayat pertama hingga seratus kali.


Ketika ditanya mengapa beliau tidak lanjut ke ayat berikutnya, beliau menjawab:


“Setiap kali aku mengucapkannya, seakan-akan tabir terbuka satu demi satu, dan aku tidak mampu meninggalkan cahaya yang memancar darinya.”


Hikmah: Ayat ini bukan bacaan, tapi cermin untuk menyaksikan Allah. Hanya hati yang bersih yang bisa melihat ke dalamnya.


4. Kisah Sayyid Haidar Amuli – Tentang “Huwa”

Suatu malam, Sayyid Haidar Amuli sedang dalam khalwat, membaca:

“Qul Huwa Allahu Ahad…”


Ketika sampai pada kata “Huwa”, hatinya terhentak. Ia mengulang kata itu berjam-jam dalam keheningan batin, lalu jatuh dalam keadaan sakar (mabuk ruhani).

Setelah sadar, ia menulis dalam kitabnya: “Huwa’ adalah pintu rahasia. Di baliknya, tidak ada kata, tidak ada makhluk, hanya keheningan Zat.”

Hikmah: “Makna “Huwa” hanya bisa dirasakan ketika ego telah mati dan ruh menyatu dalam wujud-Nya.


5. Imam Ja’far Shadiq (as) – “Makna Al-Ikhlas Adalah Peniadaan Segala Selain-Nya”

Imam Shadiq (as) berkata:”Orang yang mengucapkan ‘Qul Huwa Allahu Ahad’ dengan ma’rifah, telah memutus hubungan dari segala sesuatu kecuali Dia.”

Ketika murid bertanya: “Apakah itu berarti kami tidak butuh makhluk?”

Beliau menjawab:”Bukan tidak butuh, tapi kau tak tergantung. Jika hatimu hanya berharap kepada-Nya, maka semua yang lain akan menjadi jalan, bukan tujuan.”


6. Nabi Musa (as) dan Kalimah Tauhid

Dalam riwayat maknawi dari ahli irfan Syiah, disebutkan bahwa: Nabi Musa (as) bertanya, “Ya Allah, bagaimana aku bisa mengenal-Mu?”

Allah berfirman: “Ucapkan: Qul Huwa Allahu Ahad.”

Musa berkata, “Aku ingin lebih dari itu.”

Allah menjawab: “Jika engkau benar-benar memahami ‘Ahad’, engkau telah melihat-Ku dengan mata hatimu.”


7. Zikir “Qul Huwa Allahu Ahad” Sebagai Jalan Menuju Fana

Banyak arifin Syiah mewariskan zikir ini secara sirr, dibaca dalam khalwat, perlahan-lahan, seperti napas: Qul… Huwa… Allahu… Ahad…

Setiap kata dibaca bersamaan dengan napas masuk dan keluar, hingga akhirnya jiwa larut dalam wujud-Nya. Zikir ini dijadikan suluk pendekat oleh arifin yang telah lepas dari dunia bentuk.


8. Imam Husain (as) dan Tauhid dalam Syahadah

Diriwayatkan, saat malam Asyura, Imam Husain (as) berzikir dengan kalimat ini:”Qul Huwa Allahu Ahad… Allahu al-Samad…”

Para sahabat melihat wajahnya bersinar dalam kegelapan malam. Mereka bertanya: “Apa yang kau rasakan, wahai putra Rasulullah?”


Beliau menjawab:”Aku tidak melihat pedang, aku tidak melihat musuh. Aku hanya melihat Ahad yang menjadi tujuan segala pencarian.”


9. Kisah Imam Ali (as) dan Seorang Yahudi Penanya Tauhid

Seorang Yahudi datang kepada Imam Ali (as) dan bertanya:”Wahai Ali, katakan padaku, apakah Tuhanmu itu satu?” Imam menjawab: “Kata ‘satu’ bisa berarti beberapa hal. Jika kau maksud ‘satu’ seperti satu dari dua, maka Tuhan tidak seperti itu. Jika kau maksud ‘satu’ yang terbagi dalam bilangan, maka Tuhan tidak demikian. Tapi Dia adalah Ahad, yang tidak ada yang menyerupai-Nya dalam zat, sifat, dan perbuatan.”


Hikmah:”Imam mengajarkan bahwa tauhid bukan angka, tapi makna eksistensial, yang tak bisa dibanding atau dibagi. Ayat “Qul Huwa Allahu Ahad” menjadi dalil tauhid murni yang bersih dari tasybih (penyerupaan) dan tajsim (penjasmanian).


10. Kisah Arif yang Wafat dalam Zikir “Ahad”

Dikisahkan dalam kalangan irfani, ada seorang arif yang sepanjang hidupnya hanya memperbanyak zikir:

“Ahad… Ahad… Ahad…”

Ketika ajalnya tiba, ia sedang dalam khalwat. Ia menghembuskan napas terakhir sambil berbisik:

“Qul Huwa Allahu Ahad…”


Setelah dimakamkan, salah satu muridnya bermimpi bertemu dan bertanya:


“Apa yang kau temukan di alam barzakh?”

Ia menjawab:

*“Aku tidak melihat kubur atau gelap. Aku hanya melihat cahaya dan suara yang mengatakan: ‘Engkau menyebut-Ku sebagai Ahad, dan Aku datang kepadamu sebagai Ahad.’”


11. Kisah Sayyid ibn Thawus dan Misteri Surah Ikhlas

Sayyid ibn Thawus, salah satu arif besar dan ahli doa dalam tradisi Syiah, dalam khalwat malamnya berkata: “Setiap kali aku membaca surah al-Ikhlas, rasanya seperti Allah sedang membuka pintu rumah-Nya dan berkata: ‘Masuklah, wahai yang mencari-Ku.’”


Ia juga menulis dalam Iqbal al-A‘mal, bahwa:”Qul Huwa Allahu Ahad adalah tali antara langit dan bumi. Siapa yang menggenggamnya dengan hati, tidak akan jatuh dalam dunia.”


Hikmah: “Membaca surah ini dengan makrifat adalah masuk ke ruang perjumpaan batin dengan Allah.


12. Kisah Imam Mahdi (af) dan Amalan Qul Huwa Allahu Ahad

Diriwayatkan dalam literatur mukasyafah (penyingkapan batin), seorang salik Syiah bertemu Imam Mahdi (af) dalam mimpi. Ia bertanya: “Wahai Mawla, apa amal yang paling mendekatkan ke hadirat Anda dan Allah?”Imam menjawab: “Perbanyak membaca ‘Qul Huwa Allahu Ahad’ dalam keadaan hatimu kosong dari selain Allah. Karena itu adalah pakaian ruhku dan pakaian ruh semua arif sejati.”


Hikmah: “Imam Mahdi (af) sendiri memperkuat bahwa jalan ke kedekatan ilahi dan Ahlul Bayt adalah memahami hakikat ‘Ahad’.


Manfaat dan doa dari Surah Al-Ikhlash khususnya ayat

 “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ”, menurut para ulama, arifin, dan riwayat Ahlul Bayt (as). Surah ini bukan hanya pendek dan penuh makna, tapi juga memiliki rahasia kekuatan ruhani dan perlindungan ilahi yang luar biasa.


Berikut ini manfaat dan doa-doa yang berhubungan dengan “Qul Huwa Allahu Ahad”:


Manfaat Dahsyat “Qul Huwa Allahu Ahad”

1. Sepertiga Al-Qur’an

Rasulullah (saw): “Membaca ‘Qul Huwa Allahu Ahad’ sebanding dengan membaca sepertiga Al-Qur’an.”

(Bihar al-Anwar, Tafsir Nur al-Thaqalayn)


Maknanya: Membaca satu kali = seperti membaca 1/3 Al-Qur’an dari segi pahala dan kedalaman tauhid.


2. Perisai Diri dari Segala Bahaya

Rasulullah (saw): “Barang siapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad 11 kali setelah Subuh, dia akan dilindungi dari kejahatan sepanjang hari.”

Manfaatnya:

Terlindung dari sihir

Terlindung dari mata jahat

Diberi ketenangan batin


3. Dibukakan Pintu Rezeki

Dalam ‘Uddat al-Da‘i, disebutkan: “Barang siapa membaca Qul Huwa Allahu Ahad 100 kali sehari, maka Allah akan bukakan untuknya 70 pintu rezeki.”


Tips: Baca dengan niat rezeki yang luas dan berkah, tidak hanya materi tapi juga ruhani.


4. Menghapus Dosa dan Meninggikan Derajat

Imam Ja’far Shadiq (as):

“Tidaklah seseorang membaca surah ini 100 kali, kecuali Allah akan mengampuni 50 tahun dosanya, dan membangun untuknya 1000 istana di surga.”


5. Penerang Kubur dan Syafaat di Alam Barzakh

Dalam riwayat:”Surah ini akan datang dalam bentuk cahaya di alam kubur dan berkata: ‘Aku adalah sahabatmu di dunia, dan akan menemanimu di barzakh hingga surga.’”


Doa-Doa dan Amalan Spesial dengan Surah Al-Ikhlas


1. Doa Singkat Perlindungan dan Tauhid

اَللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الْمُخْلِصِينَ، وَافْتَحْ لِي بَابَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، حَتّىٰ لَا أَرَىٰ سِوَاكَ

“Ya Allah, jadikan aku termasuk hamba yang ikhlas, bukakan bagiku pintu makna ‘Qul Huwa Allahu Ahad’, hingga aku tak melihat apa pun selain-Mu.”


2. Doa Setelah Membaca 3x untuk Perlindungan dan Cahaya

Setelah membaca 3x surah Al-Ikhlas, ucapkan:

‎اللّهُمَّ نَوِّرْ قَلْبِي بِنُورِ تَوْحِيدِكَ، كَمَا نَوَّرْتَ السَّمَاءَ بِنُورِ شَمْسِكَ

“Ya Allah, terangilah hatiku dengan cahaya tauhid-Mu, sebagaimana Kau terangi langit dengan cahaya matahari-Mu.”


3. Doa Menyentuh Sebelum Tidur (bersama Al-Ikhlas 3x)

Dari riwayat Imam Ali (as):

“Bacalah Surah Al-Ikhlas 3x sebelum tidur, lalu ucapkan:

‎اللّهُمَّ إِنِّي أَفْوِّضُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَأَسْتَوْدِعُ رُوحِي عِنْدَكَ، فَاحْفَظْهَا يَا خَيْرَ الْحَافِظِينَ

“Ya Allah, aku serahkan jiwaku kepada-Mu, dan aku titipkan ruhku kepada-Mu. Maka jagalah ia, wahai sebaik-baik penjaga.”


4. Dzikir “Qul Huwa…” dalam Khalwat (Makrifat dan Ketenangan)

Bacalah perlahan dalam khalwat:

Qul… (napas masuk)

Huwa… (tahan napas)

Allahu… (napas keluar)

Ahad… (heningkan batin)


Lakukan 11 atau 33 kali sambil mengosongkan pikiran dari dunia, hingga hatimu masuk ke keheningan tauhid.


5. Untuk Hajat Penting (Riwayat dari Imam Shadiq as):

Baca Surah Al-Ikhlas 100 kali lalu berdoalah:

اللّهُمَّ بِحَقِّ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اقْضِ حَاجَتِي، فَإِنَّكَ الْواحِدُ، الْفَرْدُ، الصَّمَدُ

“Ya Allah, demi hak ‘Qul Huwa Allahu Ahad’, kabulkan hajatku. Karena Engkaulah Yang Maha Esa, Yang Tunggal, dan Tempat Bergantung.”


6. Menyembuhkan Penyakit dan Menenangkan Jiwa

Dalam Tibb al-A’immah, disebutkan:”Surah Al-Ikhlas dapat menjadi obat batin dan lahir bila dibaca dengan niat syifa (kesembuhan).”


Caranya:

Baca Surah Al-Ikhlas 7 kali, tiupkan ke air, lalu minumkan kepada orang sakit. Niatkan dengan penuh keyakinan.


7. Dijaga dari Kematian Mendadak

Rasulullah (saw):”Barang siapa membacanya setiap malam 10 kali, Allah akan jaga dia dari mati mendadak.”

Makna batinnya:

Karena surah ini menyatukan ruh dengan asalnya: Allah Yang Esa. Kematian tak akan datang tiba-tiba kepada ruh yang sedang berjalan menuju-Nya.


8. Menghindarkan dari Waswas dan Gangguan Jin

Imam al-Baqir (as): “Bacalah Surah Al-Ikhlas 3 kali sebelum tidur, maka engkau akan aman dari jin dan syaitan.”

Cara praktis: Gabungkan dengan Ayat Kursi dan Mu’awwidzatain (Al-Falaq & An-Naas) — amalan ahlul makrifat di waktu malam.


9. Melapangkan Hati yang Sedang Gelisah

Para arif Syiah sering menyarankan kepada muridnya: “Jika engkau resah, tenggelam dalam dunia, atau gundah dalam cinta—bacalah: Qul Huwa Allahu Ahad sebanyak 33 kali. Lalu diam, dan biarkan hatimu mendengar gema-Nya di dalam dirimu.”


Efeknya: Cahaya tauhid akan menenangkan batin, karena menghubungkan ruh dengan Wujud Yang Mutlak.


10. Mendapat Pandangan dan Kasih Sayang Allah


Dalam Tafsir Imam Hasan Askari (as) disebut:”Orang yang membacanya dengan ikhlas, Allah akan memandangnya dengan pandangan rahmat 70 kali dalam sehari.”


Maknanya: “Pancaran kasih sayang Ilahi akan terus hadir dalam hidupnya, karena ia telah memanggil-Nya dengan nama Ahad.


11. Meringankan Azab Kubur

Imam Shadiq (as):”Tidaklah seorang mukmin meninggal dunia lalu dibacakan padanya Surah Al-Ikhlas 100 kali oleh orang yang mencintainya, kecuali Allah akan ringankan azab kuburnya dan luaskan alam barzakh-nya.”


Aplikasi: Bacakan surah ini sebagai hadiah untuk arwah orang tua, guru, dan para mukmin.


12. Untuk Cinta dan Kedekatan Hati

Diriwayatkan dalam kalangan arif Syiah: Seorang murid bertanya pada gurunya: “Aku merasa jauh dari Allah, bagaimana mendekat?”

Sang guru menjawab: “Cintailah Surah Al-Ikhlas. Ucapkan ‘Qul Huwa Allahu Ahad’ seperti seorang kekasih memanggil yang dicintainya. Maka hatimu akan ditarik ke Hadirat-Nya.”


Semoga bermanfaat!!!!

Mohon doa!!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Amalan Akhir & Awal Tahun ; Amalan Bulan Muharram ; Ziarah Imam Husein as dan Syuhada Karbala

Doa-doa Cepat Terkabul (Sari’ Al-Ijaabah) Dari; Imam Ali as dan Imam Musa as

Doa Pendek untuk Semua Penyakit