Makna “dābbah”

 Makna “dābbah” (دابة) dalam bahasa Arab secara harfiah berasal dari akar kata د-ب-ب (d-b-b) yang mengandung arti “bergerak perlahan di atas bumi”. Kata ini secara umum berarti makhluk hidup yang berjalan atau merayap di atas tanah, biasanya digunakan untuk hewan atau makhluk hidup yang memiliki gerakan.


Namun, dalam kajian tafsir, hadis, dan irfan, istilah dābbah bisa memiliki banyak makna kontekstual dan simbolik. Berikut makna “dabbah” dalam berbagai konteks:


1. Makhluk Hidup Secara Umum

Dabbah bisa merujuk pada semua makhluk hidup yang berjalan di bumi, termasuk manusia, hewan, dan serangga. (Q.S. An-Nur: 45)


2. Hewan Ternak

Dalam beberapa ayat, dabbah merujuk khusus pada binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dll.


3. Manusia

Dalam konteks tertentu, manusia juga dianggap dabbah, karena mereka juga berjalan di atas bumi. (Q.S. Al-Anfal: 22: “Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk yang melata di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir…”)


4. Makhluk Khusus di Akhir Zaman

Dalam Q.S. An-Naml: 82 disebutkan tentang “dābbah al-ardh” – yaitu makhluk melata dari bumi yang akan keluar menjelang kiamat sebagai tanda besar.


5. Simbol Akal yang Mati

Dalam tafsir irfani, dabbah bisa menjadi simbol bagi manusia yang hidup secara fisik, namun akalnya mati. Ia hidup seperti binatang.


6. Simbol Nafsu yang Tidak Terkendali

Dabbah juga bisa dimaknai sebagai nafsu hewaniyah dalam diri manusia, yang mendorong seseorang menuju syahwat dan kerendahan.


7. Kendaraan (secara Majazi)

Dalam beberapa hadis dan ungkapan, dabbah bisa merujuk pada kendaraan seperti unta atau kuda.


8. Makhluk Berakal dari Bumi

Beberapa mufassir menyebut dabbah al-ardh sebagai makhluk dari bumi yang punya kemampuan bicara atau tanda dari Allah.


9. Simbol Ujian Allah

Dabbah al-ardh juga disebutkan sebagai ujian keimanan, karena ia datang membawa kalimat Allah untuk membedakan mukmin dari kafir.


10. Peran Imam di Akhir Zaman

Sebagian riwayat Syiah mengaitkan dabbah dengan sosok Imam Mahdi atau perwakilannya, yang membawa tongkat Nabi Musa dan cincin Nabi Sulaiman.


11. Makhluk dari Tanah Mekkah

Dalam tafsir, disebut bahwa dabbah akan keluar dari tanah Haram (Mekkah), menunjukkan keistimewaan geografi suci.


12. Binatang dalam Fabel dan Kisah Hikmah

Dalam sastra Arab klasik, kata dabbah juga digunakan untuk tokoh binatang dalam cerita hikmah seperti kisah Luqman atau Kalilah wa Dimnah.


13. Makhluk Gaib atau Mistik

Dalam tafsir batin atau tasawuf, dabbah bisa dimaknai sebagai simbol makhluk dari dimensi lain (gaib), termasuk makhluk alam malakut yang turun ke dunia.


14. Simbol Jiwa Rendahan (nafs ammārah)

Dalam pendekatan hakikat, dabbah adalah simbol dari jiwa yang masih dalam taraf rendah, yang mengikuti dorongan duniawi dan belum tersucikan.


Dalam Al-Qur’an, kata “dābbah” (دابة) muncul dalam berbagai ayat dan konteks. Secara umum, ia merujuk kepada makhluk hidup yang berjalan atau merayap di atas bumi. Namun, dalam Al-Qur’an, maknanya bisa bermacam-macam tergantung konteks ayatnya. Berikut makna atau konteks penggunaan kata “dabbah” menurut Al-Qur’an:


1. Semua Makhluk Hidup yang Bergerak di Bumi

Q.S. An-Nur: 45; “Dan Allah menciptakan setiap makhluk hidup (dābbah) dari air…”

Maknanya umum: semua makhluk hidup, termasuk manusia, binatang, dan lainnya.


2. Binatang Melata Tanpa Akal (Hewan)

Q.S. Al-Baqarah: 164: …”dan Dia menebarkan di bumi segala macam binatang (dābbah)…”

Merujuk pada hewan-hewan yang hidup dan tersebar di bumi.


3. Makhluk yang Akan Muncul di Akhir Zaman

Q.S. An-Naml: 82 : “Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan bagi mereka sejenis binatang dari bumi (dābbah al-ardh)…”

Makhluk akhir zaman yang merupakan tanda besar kiamat, misterius dan unik.


4. Simbol Manusia Kafir yang Tidak Menggunakan Akal

Q.S. Al-Anfal: 22: “Sesungguhnya makhluk hidup (dābbah) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, yang tidak berakal.”

Dabbah di sini adalah manusia, namun digambarkan seperti hewan karena tidak menggunakan akal.


5. Manusia Secara Umum

Q.S. Al-Hajj: 18 : “…”dan banyak di antara manusia, dan banyak (pula) binatang (dābbah) yang telah ditetapkan azab atasnya.”

Menunjukkan bahwa dābbah bisa mencakup manusia, tergantung dari sisi kehambaan atau penentangan mereka.


6. Makhluk yang Tunduk pada Kehendak Allah

Q.S. Hud: 56 : “… tidak ada suatu binatang melata (dābbah) melainkan Dia memegang ubun-ubunnya.”

Menunjukkan bahwa semua makhluk hidup tunduk di bawah kuasa Allah.


7. Makhluk yang Diberi Rezeki oleh Allah

Q.S. Hud: 6 : “Dan tidak ada satu binatang melata (dābbah) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”

Semua makhluk hidup dijamin rezekinya oleh Allah.


8. Makhluk yang Tidak Membawa Kebaikan

Q.S. Al-Anfal: 55 : “Sesungguhnya makhluk hidup (dābbah) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang kafir.”

Lagi-lagi, konteksnya adalah manusia yang digambarkan dengan istilah dabbah karena kehilangan nilai kemanusiaannya.


9. Makhluk yang Berjalan dengan Berbagai Cara

Q.S. An-Nur: 45: “… maka di antara mereka ada yang berjalan di atas perutnya, ada yang berjalan dengan dua kaki, dan ada yang berjalan dengan empat kaki…”

Menunjukkan keanekaragaman makhluk hidup yang termasuk dalam kategori dabbah.


10. Makhluk yang Tidak Menyakiti Nabi

Q.S. At-Tahrim: 6 : “… dan tidak ada satu makhluk pun (dābbah) melainkan Dia menggenggam ubun-ubunnya.”

Dabbah di sini sebagai simbol bahwa semua makhluk di bawah kekuasaan Allah, termasuk yang hendak menyakiti Nabi.


11. Binatang yang Hidup di Laut dan Darat

Q.S. Al-Jasiyah: 4 : “Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang melata (dābbah) yang Dia sebarkan terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang yakin.”

Menunjukkan fungsi tanda-tanda penciptaan dalam makhluk hidup.


12. Makhluk yang Tertulis di Lauh Mahfuz

Q.S. Al-An’am: 59: “tidak ada seekor binatang (dābbah) di bumi melainkan (telah tertulis) dalam Kitab (Lauh Mahfuz).”

Menekankan bahwa setiap makhluk hidup sudah tercatat dan diatur oleh Allah.


13. Makhluk yang Akan Dihisab

Q.S. Al-An’am: 38: “Dan tiadalah binatang-binatang melata (dābbah) yang ada di bumi… melainkan umat (juga) seperti kamu…”

Menunjukkan bahwa hewan-hewan itu juga akan dihisab sebagai makhluk.


14. Makhluk yang Tidak Bisa Dibinasakan Tanpa Izin Allah

Q.S. Saba: 14: “….maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu melainkan rayap (dābbah al-ardh)…”

Dabbah di sini adalah rayap yang memakan tongkat Nabi Sulaiman, menjadi sebab kematiannya diketahui.


Dalam hadis-hadis, terutama dari sumber Sunni dan Syiah, istilah “dābbah” — khususnya dalam bentuk “dābbah al-ardh” (makhluk melata dari bumi) — memiliki beberapa makna penting, terutama berkaitan dengan tanda-tanda akhir zaman. Berikut adalah makna dan penjelasan “dabbah” menurut hadis-hadis Nabi (saw) dari berbagai sisi:


1. Tanda Besar Kiamat

Hadis Shahih (Sunni): “Rasulullah (saw) bersabda:”Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah terbitnya matahari dari barat, keluarnya Dābbah, dan keluarnya Dajjal…”(HR. Muslim, no. 2901)

Makna: Dābbah al-ardh adalah salah satu dari tanda besar kiamat, bersama dengan Dajjal dan terbitnya matahari dari barat.


2. Dābbah sebagai Makhluk Berbicara

Q.S. An-Naml: 82 disebutkan:”Dia akan berbicara kepada manusia bahwa mereka tidak yakin terhadap ayat-ayat Kami.”

Dalam hadis:”Dābbah itu keluar dan memberi tanda kepada manusia, lalu berkata kepada mereka bahwa mereka telah mendustakan ayat-ayat Tuhan.Tafsir al-Qurtubi mengutip riwayat ini)

Makna: Dābbah memiliki kemampuan berbicara kepada manusia dan menyampaikan hujjah dari Allah.


3. Dābbah Membawa Tongkat Musa dan Cincin Sulaiman

Riwayat dari Tafsir dan Hadis Syiah serta sebagian Sunni:”Dābbah akan keluar membawa tongkat Musa dan cincin Sulaiman. Ia akan menandai wajah orang mukmin dengan tongkat dan menulis ‘mukmin’ di wajah mereka. Dan ia akan menandai wajah orang kafir dengan cincin dan menulis ‘kafir’ di wajah mereka.”

Makna: Ini adalah simbol pembeda antara mukmin dan kafir di akhir zaman.


4. Dābbah Disebut sebagai Sosok Berakal dan Bersuara

“Ia akan menyeru dengan suara yang didengar seluruh dunia: ‘Sungguh, orang-orang adalah musuh Allah kecuali yang beriman.’”(Tafsir al-Qummi, Tafsir al-Ayyashi)

Makna: Dābbah bukan sekadar hewan, tetapi makhluk yang membawa pesan ilahi.


5. Riwayat dari Imam Ali (as) – (dalam literatur Syiah):”Dābbah adalah seorang manusia. Ketika ia muncul, ia akan membawa tongkat Musa dan cincin Sulaiman. Ia akan membedakan antara mukmin dan kafir…”(Tafsir Nur al-Tsaqalayn dan Bihar al-Anwar)

Makna: Dalam sebagian riwayat Syiah, Dābbah bukanlah hewan, tetapi seorang manusia agung, bahkan disebut sebagai wakil atau manifestasi Imam Mahdi (aj).


6. Dābbah Sebagai Imam Zaman

Beberapa arif dan mufassir Syiah (seperti Allamah Thabathabai dalam Tafsir al-Mizan) serta ulama seperti Sayyid Hashim al-Bahrani menyebut: Dābbah al-ardh adalah Imam Mahdi (aj) atau salah satu perwakilannya, yang akan tampil sebagai hujjah Allah di bumi.


7. Dābbah Keluar dari Makkah

Riwayat menyebut:”Dābbah akan keluar dari Masjidil Haram, dekat dengan Ka‘bah.”

Makna: Ini memberi makna simbolik bahwa kemunculannya berasal dari tempat suci, dan membawa legitimasi spiritual.


8. Dābbah Mengadili atau Menyampaikan Keputusan

Beberapa hadis menyebut:”Ia akan menulis pada dahi manusia: ‘Ini adalah kafir’, atau ‘Ini adalah mukmin’.”

Makna: Ini bukan sekadar tanda, tapi juga pemisahan secara metafisik dan spiritual antara hak dan batil.


9. Tidak Ada yang Mampu Menghentikannya

Hadis menyebut:”Dābbah berjalan dengan sangat cepat, tiada seorang pun mampu mengejarnya atau menolaknya.”

Makna: Simbol bahwa kebenaran akhir akan menang meski manusia mencoba mengingkarinya.


10. Keluarnya Dābbah Disertai dengan Ketetapan Allah

Hadis menjelaskan bahwa kemunculannya terjadi ketika:”Ilmu telah dicabut, Al-Qur’an diabaikan, dan manusia tidak lagi mengenal kebenaran.”


Menurut hadis-hadis Ahlul Bayt (as), makna “Dābbah al-Ardh” (دابة الأرض) sangat dalam dan simbolik. Ia tidak sekadar merujuk pada makhluk melata seperti binatang, tapi merujuk pada manusia agung yang membawa hujjah Allah di akhir zaman — bahkan banyak riwayat dan penafsiran ulama Syiah menyebut Dābbah adalah Imam Mahdi (aj) atau wakilnya yang muncul sebagai hujjah akhir bagi umat manusia.


1. Dābbah adalah Manusia, bukan Binatang

Dalam Tafsir al-Qummi, Imam Ja‘far al-Shadiq (as) bersabda:”Dābbah adalah manusia. Ia keluar dan berbicara kepada manusia.”(Tafsir al-Qummi, tafsir ayat An-Naml: 82)

Makna: Ahlul Bayt menolak pemahaman literal bahwa Dābbah adalah hewan; justru ia adalah manusia mukarram yang diutus Allah sebagai tanda.


2. Dābbah Membawa Tongkat Musa dan Cincin Sulaiman

Riwayat dari Imam al-Baqir (as):”Ia (Dābbah) membawa tongkat Musa dan cincin Sulaiman. Ia menandai wajah orang mukmin dengan tongkat, dan menandai orang kafir dengan cincin.”

(Bihar al-Anwar, j. 53, hal. 51)

Makna: Tongkat dan cincin adalah simbol otoritas ilahi dan kerajaan spiritual, menunjukkan bahwa Dābbah membawa legitimasi kenabian dan keimaman.


3. Dābbah adalah Ali ibn Abi Thalib (as) (dalam makna batin)

Dalam sebagian riwayat batiniah, disebut bahwa:”Ali (as) adalah Dābbah yang disebutkan Allah dalam Kitab-Nya.”

(Tafsir al-Ayyashi, j. 2, hlm. 334)

Makna: Ini menunjuk pada aspek batin Ali sebagai hujjah Allah — yang membedakan antara hak dan batil. Sebagian ulama irfani menyebut ini dalam konteks maqam nuraniyah Imam Ali sebagai manifestasi kebenaran.


4. Dābbah adalah Imam Mahdi (aj)

Sebagian besar ulama dan riwayat Syiah menyatakan:”Dābbah adalah al-Qa’im (Imam Mahdi).”(Tafsir al-Ayyashi, Tafsir al-Qummi, Bihar al-Anwar)

Makna: Dābbah bukan makhluk asing, melainkan Imam Mahdi (aj) sendiri, yang tampil di akhir zaman sebagai pemisah antara hak dan batil secara nyata, menandai orang mukmin dan kafir secara ruhani dan zhahir.


5. Dābbah sebagai Hujjah Terakhir Allah

Imam Ja‘far al-Shadiq (as) berkata: “Tidak akan datang kiamat sampai hujjah-hujjah Allah ditegakkan atas seluruh umat. Dan Dābbah adalah hujjah terakhir.”

(Tafsir Nur al-Tsaqalayn)

Makna: Ia adalah manifestasi rahmat dan hujjah Allah sebelum akhir sejarah manusia. Tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk berdalih.


6. Dābbah dan Al-Qur’an

Riwayat menyebut bahwa ketika Al-Qur’an tidak lagi diamalkan, Allah akan mengeluarkan Dābbah:”Ketika umatku meninggalkan Al-Qur’an dan sunnah, Allah keluarkan Dābbah untuk menegaskan hujjah atas mereka.”


7. Dābbah akan Keluar dari Makkah

Hadis dari Imam Muhammad al-Baqir (as):”Ia (Dābbah) akan muncul dari tanah suci, dari Makkah.”(Bihar al-Anwar)

Makna: Keluarnya dari tanah suci menunjukkan kesucian misi dan legitimasinya dari sisi Tuhan.


8. Dābbah adalah Simbol Cahaya Hidayah dan Gelap Kekufuran

Dalam tafsir irfani (misalnya penafsiran Sayyid Haidar Amuli), dijelaskan:”Dābbah bukan sekadar makhluk, tapi tajalli (penampakan) kebenaran mutlak, yang memisahkan ruhani antara kebenaran dan kebatilan.


Kesimpulan dari Hadis Ahlul Bayt (as): Aspek Makna

Siapa Dābbah? Imam Mahdi (aj), Imam Ali (as), atau utusan Imam

Bentuk? Manusia, bukan binatang literal

Tugas? Menegakkan hujjah, membedakan mukmin dan kafir

Tanda? Membawa tongkat Musa dan cincin Sulaiman

Waktu? Akhir zaman, sebagai tanda kiamat besar

Tempat keluar? Makkah (Tanah Haram)


Penafsiran tentang “Dābbah al-Ardh” (دابة الأرض) oleh para mufasir, khususnya dalam tradisi Syiah, sangat kaya dan dalam. Mereka tidak hanya melihat ayat ini secara zahir (tekstual), tapi juga mengupas makna batiniah, irfani (mistik), dan eskatologis (akhir zaman). Berikut ini penjelasan dari beberapa mufasir penting, terutama dari kalangan Ahlul Bayt dan Syiah:


1. Allamah Thabathabai (Tafsir al-Mizān)

Ayat rujukan: Q.S. An-Naml: 82;”Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan bagi mereka seekor makhluk dari bumi yang akan berkata kepada mereka bahwa manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.”

Penafsiran:

Dābbah bukan hewan biasa, tetapi makhluk istimewa, berakal, dan pembawa hujjah.

Muncul ketika umat manusia telah kehilangan pegangan terhadap Al-Qur’an dan wahyu.

Dābbah membawa peran hujjah ilahi, sebanding dengan Nabi atau Imam, yang tugasnya menyampaikan hakikat iman dan kufur secara nyata.

Kesimpulan Allamah:”Dābbah adalah manifestasi kekuasaan Allah di akhir zaman, bisa merujuk kepada Imam Mahdi (aj) atau perwakilannya. Ia bukan binatang dalam makna harfiah, melainkan tajalli dari hujjah Tuhan.


2. Sayyid Hashim al-Bahrani (Tafsir al-Burhān) Pendekatan: Mengumpulkan hadis-hadis Ahlul Bayt untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Penafsiran:

Dābbah secara eksplisit dijelaskan oleh para Imam sebagai al-Qa’im (Imam Mahdi).

Mengutip banyak riwayat dari Imam al-Baqir dan al-Shadiq yang menyatakan bahwa Dābbah adalah manusia, dan bukan binatang.

Ia keluar dengan tongkat Musa dan cincin Sulaiman, yang secara simbolik melambangkan otoritas kenabian dan kerajaan ilahiah.

Kesimpulan al-Bahrani:

Dābbah adalah Imam Mahdi (aj) yang akan membedakan secara zhahir dan batin antara orang-orang yang beriman dan yang kafir, dengan tanda-tanda khusus dari Allah.


3. Al-Fayd al-Kāshānī (Tafsir al-Ṣāfī) Penafsiran:

Dābbah disebut sebagai al-Qa’im, atau perwakilan hujjah akhir zaman.

Penandaan pada wajah orang mukmin dan kafir adalah bentuk tajalli kebenaran, sehingga tiada lagi tempat untuk munafik atau keraguan.

Ia muncul ketika manusia telah menjauhi wahyu, dan ilmu-ilmu ilahi telah tersembunyi.

Kesimpulan:”Dābbah adalah simbol hujjah ilahi yang tersembunyi dan kemudian dimunculkan untuk menyempurnakan argumentasi Allah atas seluruh manusia.


4. Sayyid Haidar Amuli (mufassir irfani, abad ke-8 H)

Pendekatan: Irfani dan filsafat hikmah. Penafsiran:

Dābbah adalah tajalli Nur Muhammadi dalam bentuk eksistensial terakhir.

Ia bukan sekadar individu, tapi maqam kebenaran mutlak yang memisahkan antara hakikat iman dan kufur dalam eksistensi manusia.

Bisa dimaknai sebagai Imam Zaman (aj) yang keluar membawa tajalli Haqq.

Kesimpulan:”Dābbah bukan hanya tokoh zahir, tapi maqam spiritual Imam sebagai manifestasi akhir dari kebenaran ilahi, yang tak lagi bisa disangkal dengan akal atau dalih.


5. Tafsir al-Ayyashi

Mengutip riwayat dari Imam al-Shadiq dan Imam al-Baqir bahwa Dābbah adalah:

Imam Ali (dalam salah satu tafsir batiniah)

Imam Mahdi (dalam tafsir akhir zaman)

Kesimpulan:”Menegaskan bahwa dābbah bukan makhluk biasa, tapi pembawa kebenaran final, diutus langsung oleh Allah di akhir zaman.


Kesimpulan Umum Para Mufasir Syiah:

Aspek Keterangan

Makna Zahiri Dābbah adalah makhluk dari bumi yang berbicara

Makna Hakiki (Syiah) Dābbah = Imam Mahdi (aj) atau hujjah Allah di akhir zaman

Fungsi Menyampaikan hujjah terakhir; membedakan mukmin dan kafir

Simbol Tongkat Musa = otoritas wahyu, Cincin Sulaiman = kekuasaan ruhani

Kapan muncul? Ketika manusia lalai dari Al-Qur’an dan hujjah Tuhan

Tempat muncul? Dari Makkah, dekat Ka’bah


6. Syaikh Tusi (Tafsir al-Tibyan)

Syaikh Tusi mengakui adanya perbedaan pandangan tentang Dābbah.

Ia menyebut bahwa pendapat paling kuat dalam tradisi Ahlul Bayt adalah bahwa Dābbah adalah manusia, bukan binatang, dan termasuk tanda besar kiamat.

Ia menekankan bahwa makna harfiahnya sebagai “makhluk melata” adalah simbolik, karena ia berbicara dan membedakan antara hak dan batil.

Kesimpulan:”Dābbah adalah tokoh akhir zaman, berkaitan erat dengan hujjah ilahi.


7. Syaikh Tabarsi (Tafsir Majma‘ al-Bayan)

Dalam tafsirnya atas Q.S. An-Naml: 82, ia menyampaikan berbagai pendapat, lalu menguatkan pandangan dari Ahlul Bayt bahwa:

“Dābbah adalah manusia yang akan membawa hujjah Allah kepada umat manusia di akhir zaman.”

Ia menegaskan bahwa perkataan Dābbah adalah penegasan terhadap kebatilan umat yang telah menyimpang dari wahyu.

Kesimpulan:”Dābbah adalah manifestasi hujjah Tuhan, dengan peran membongkar kepalsuan dan menyingkap iman sejati.


8. Mirza Mahdi Puya (Tafsir Puya-Ali)

Dalam tafsir ringkas yang menjelaskan ayat-ayat penting menurut Ahlul Bayt, ia menyebut:

“Dābbah adalah Imam Mahdi (aj), yang akan muncul di akhir zaman sebagai hujjah terakhir.”

Ia menekankan kesatuan makna antara ayat ini dan hadis-hadis Syiah, bahwa ia adalah pemimpin suci yang menyampaikan peringatan sebelum Kiamat.

Kesimpulan:”Dābbah = Imam Mahdi (aj) yang membawa keadilan dan membedakan hak-batil secara tegas.


9. Mulla Fathullah al-Kasyani (Tafsir Manhaj al-Shadiqin)

Ia memberikan penjelasan tentang simbolisme “berbicara kepada manusia”.

Menurutnya, Dābbah adalah pemimpin ruhani, bukan hewan literal.

Ia muncul ketika masyarakat sudah jauh dari agama, untuk menegakkan hujjah atas semua manusia.

Kesimpulan:”Dābbah = penguasa ruhani dengan otoritas Ilahi, kemungkinan besar Imam Mahdi (aj).


10. Syaikh Ja’far al-Subhani (Mufassir dan teolog kontemporer)

Dalam tafsir-tematiknya, ia menyebut bahwa pemahaman literal terhadap Dābbah bertentangan dengan makna yang dalam dan irfani dari Al-Qur’an.

Ia menyebut Dābbah sebagai “makhluk yang berbicara sebagai wakil Allah”, dan ini adalah maqam dari Imam Mahdi (aj).

Kesimpulan:”Dābbah = munculnya hakikat Wilayah, yaitu Imam Mahdi (aj) sebagai tajalli terakhir dari kebenaran.


11. Ayatullah Naser Makarem Shirazi (Tafsir Nemuneh)

Dalam Tafsir Nemuneh (jilid 15), ia membahas panjang lebar soal Dābbah dan menekankan:

Ia bukan binatang dalam makna fisik biasa.

Ia berbicara dengan bahasa hujjah, bukan sekadar kalimat.

Banyak riwayat menunjukkan bahwa ia adalah Imam Mahdi (aj).

Kesimpulan:”Dābbah adalah munculnya keadilan absolut dan penghakiman ruhani di akhir zaman, melalui Imam Mahdi.


12. Ayatullah Muhammad Taqi Misbah Yazdi (Tafsir Irfani dan Teologis)

Dalam ceramah tafsir dan akidahnya, beliau menyebut:

Dābbah sebagai manifestasi ilmu dan wilayah Allah.

Ia muncul saat dunia tenggelam dalam fitnah dan kebodohan.

Ia adalah tokoh berilmu, pemimpin ilahi, yakni Imam Zaman (aj).

Kesimpulan:”Dābbah adalah tajalli Ilahi dalam bentuk pemimpin ma’shum, yang hadir sebagai pemisah mutlak antara iman dan kufur.


Pandangan Mufassir tentang Dābbah

1, Syaikh Tusi Manusia; tanda kiamat; pembawa hujjah

2, Syaikh Tabarsi Tokoh akhir zaman; pemisah hak dan batil

3, Mirza Puya Imam Mahdi sebagai hujjah terakhir

4  Mulla Kasyani Pemimpin ruhani; simbol kebenaran

5, Ja’far Subhani Bukan hewan; hujjah ilahi di akhir zaman

6, Makarem Shirazi Imam Mahdi yang membedakan hak dan batil

7, Misbah Yazdi Tajalli wilayah dan ilmu; Imam Zaman (aj)


Penjelasan tentang “Dābbah al-Ardh” dari perspektif ahli makrifat dan hakikat (ʿurafāʾ dan ahl al-ḥaqīqah) dalam tradisi Syiah bersifat lebih batiniah, mendalam, dan simbolik. Mereka melihat ayat ini bukan sekadar sebagai peristiwa historis atau eskatologis, tapi sebagai tajalli (manifestasi) dari Nur al-Haq (Cahaya Kebenaran) dalam bentuk yang nyata — terutama melalui wilayah dan imam maʿshūm.


1. Mulla Sadra (Ṣadr al-Dīn al-Shīrāzī)

(Filsuf dan arif Syiah terbesar abad ke-11 H)

Dalam pendekatan hikmah muta‘āliyah, Mulla Sadra menjelaskan bahwa:”Dābbah adalah tajalli dari al-Haqq yang muncul di alam mulk untuk menyingkapkan hijab kegelapan pada akhir zaman.”

Ia memaknai Dābbah sebagai maqām eksistensial dari hujjah Allah.

Munculnya Dābbah adalah perjalanan nur dari alam lahut (ketuhanan) ke alam nasut (materi).

Ia menyebut bahwa penandaan pada wajah itu simbol penyaksian ruhani terhadap hakikat iman dan kufur, bukan sekadar fisik.

Kesimpulan Mulla Sadra:”Dābbah adalah tajalli Imam Zaman (aj) sebagai cermin cahaya Haqq di akhir zaman.


2. Sayyid Haydar Amuli (ʿĀrif besar Syiah, abad ke-8 H)

Dalam al-Muḥīṭ al-aʿẓam dan Jāmiʿ al-asrār, ia mengatakan:”Dābbah bukan hanya Imam dalam wujud lahir, tapi juga manifestasi dari Nur Muhammadi dalam bentuk akhirnya.”

Ia mengaitkan Dābbah dengan Wilayah Kāmilah — kesempurnaan wilayah batiniah.

Dābbah hadir untuk menutup daur wilayah, seperti Khatm an-Nubuwwah oleh Nabi Muhammad (saw).

Simbol tongkat Musa dan cincin Sulaiman ditafsir sebagai maqām tajalliyāt (manifestasi kekuasaan dan ilmu ilahi).

Kesimpulan Haydar Amuli:”Dābbah adalah wilayah mutlak yang muncul dalam bentuk manusia, yakni Imam Mahdi sebagai manifestasi akhir dari Haqq.


3. Al-Kashani (ʿAbd al-Razzāq al-Kāshānī)

(Ulama irfani yang banyak mengulas karya Ibn Arabi dalam konteks Syiah)

Ia memandang Dābbah sebagai muhaddith (yang diberi ilham dan bicara dengan kebenaran langsung dari Allah).

Muncul untuk menegakkan argumentasi batiniah di hadapan manusia, bukan hanya hukum lahir.

Dābbah adalah wajah batin Tuhan yang muncul kepada manusia saat tirai-tirai kesadaran kolektif telah runtuh.

Kesimpulan: Dābbah = manifestasi Allah dalam bentuk wali kamil, yaitu Imam Zaman (aj), yang hadir untuk menutup daur makrifat dunia.


4. Imam Khomeini (ʿArif kontemporer dan pemikir irfani)

Dalam Adabus Salat dan beberapa syarahan irfaninya, ia menyebut:”Keluarnya Dābbah adalah tajalli dari Haqq yang memisahkan hakikat manusia menurut nur dan zulmah (cahaya dan kegelapan).”

Ia melihat Dābbah sebagai mizan batin, alat timbang ruhani akhir zaman.

Imam Mahdi (aj) adalah “wujud insani” dari Dābbah.

Ia muncul bukan hanya sebagai pemimpin politik, tapi cahaya batin yang tak bisa disangkal.

Kesimpulan:”Dābbah adalah Imam Mahdi sebagai wajah batinullah, bukan hanya sosok sejarah tapi hakikat mutlak.


5. Sayyid Yusuf Bahrani (penulis al-Hadaiq)

(Meskipun bukan irfani murni, ia membahas makna-makna batiniah dalam konteks wilayah)

Ia menyebut bahwa Dābbah merupakan “al-Ḥaqq al-mutajalli fī sūrat al-bashar” — kebenaran yang tampil dalam bentuk manusia.

Ia adalah tanda akhir zaman, bukan sekadar fenomena aneh, tapi ujian ruhani paling besar.


6. Syaikh Rajab Borsi (ʿarif dan ahli tafsir batin kitab Nahjul Balaghah)

Dalam karyanya Mashāriq Anwār al-Yaqīn, ia menyebut:”Dābbah adalah Sirrullah (rahasia Allah) yang tersimpan, yang muncul menjelang pertemuan antara Haqq dan khalq.”

Ia menyebut Dābbah sebagai Simbol dari Wali Fātimi akhir zaman, yakni Imam Mahdi.

Keberadaannya adalah bentuk tampakan Nur Imamah dalam kesempurnaan.


7. Syaikh Muhammad Shadiq al-Najafi al-Karbala’i (penafsir spiritual Al-Qur’an)

Ia melihat Dābbah sebagai miʿrāj terakhir kebenaran ke dunia materi, dan hadir untuk menyempurnakan segala kebenaran yang telah diturunkan sejak Adam.

Bicara Dābbah adalah bicara batin hakikat, bukan retorika.


Pandangan Ahli Makrifat dan Hakikat


Pandangan Ahli Hakikat tentang Dābbah

1 Mulla Sadra Tajalli Imam sebagai wujud Haqq

2 Haydar Amuli Wilayah kamilah; Nur Muhammadi terakhir

3 Al-Kashani Manifestasi batin Tuhan

4 Imam Khomeini Mizan batiniah; wajah batinullah

5 Yusuf Bahrani Wujud insani dari Haqq al-mutajalli

6 Rajab Borsi Sirrullah; Wali Fātimi yang tersembunyi

7 Shadiq Najafi Miʿrāj terakhir Nur Ilahi ke alam dunia


8. Sayyid Ibn Ṭāwūs (ʿArif dan ahli doa, abad ke-7 H)

Dalam karya seperti Iqbal al-Aʿmal dan Misbah al-Za’ir, ia menunjukkan hubungan antara doa-doa akhir zaman dan tajalli hujjah.

Ia menyiratkan bahwa Dābbah adalah manifestasi akhir dari ‘aql al-kullī (akal universal) dalam bentuk insani.

Dābbah adalah “wakil yang berbicara dengan lisan Haqq di bumi”, muncul untuk menyucikan bumi dari kebatilan.

Kesimpulan:”Dābbah adalah cahaya ‘aql ilahi yang berbicara kepada manusia saat seluruh logika duniawi telah gagal.


9. Al-Sayyid ʿAlī al-Hamadānī (ʿArif dan penyair irfani)

Dalam puisinya, ia sering menggambarkan munculnya hujjah Allah di akhir zaman dalam bahasa cinta dan hakikat.

Ia menafsirkan Dābbah sebagai:

“Wujud yang tidak berasal dari bumi, tapi dari sirr al-Nūr, yang turun ke bumi untuk menjadi pemisah antara pecinta dan penentang Haqq.”

Kesimpulan:”Dābbah = manusia kamil yang berakar dari langit, tapi berjalan di bumi untuk mengembalikan keseimbangan batin.


10. Syaikh Baha’uddin al-ʿĀmilī (Baha’i Amuli, abad ke-11 H)

Dalam karya tafsir, filsafat, dan arsitektur spiritual (seperti perencanaan Haram Imam Ridha), ia menyiratkan simbolisme Dābbah.

Ia menulis bahwa:

“Dābbah adalah tajalli al-ʿilm al-ladunī, yang muncul ketika ilmu-ilmu manusiawi telah runtuh.”

Tongkat Musa = ilmu batin

Cincin Sulaiman = kekuatan ruhani

Kesimpulan:”Dābbah adalah tokoh ruhani yang mengungkap ilmu hakikat tanpa hijab.


11. Ayatullah Hasan Zadeh Amuli (ʿArif kontemporer, wafat 2021)

Dalam banyak karya seperti Insan wa Qur’an dan Diwan ʿIrfani, ia menyebut:

“Dābbah adalah bentuk akhir dari insan kāmil yang ‘berbicara’ atas nama al-Haqq, bukan karena nalar, tapi karena syuhud.”

Menjelaskan bahwa Dābbah bukan satu sosok saja secara waktu, tapi maqam yang terulang dalam sejarah, memuncak di Imam Mahdi.

Kesimpulan:”Dābbah adalah nur wilayah mutlak dalam bentuk insani yang bicara dengan bahasa Haqq.


12. Ayatullah Jawadi Amuli (filsuf dan ʿarif kontemporer)

Dalam tafsir Tasnīm, beliau menjelaskan:

“Dābbah adalah manifestasi hujjah makrifatullah; ia berbicara bukan karena lidah, tapi karena dzāt-nya adalah kalam Haqq.”

Menolak pemahaman fisikal atau imajinatif tentang Dābbah.

Kesimpulan:”Dābbah = hakikat wilayah ilahiah yang menghapus semua dualitas antara hak dan batil.


13. Allamah Tehrani (murid Imam Khomeini dan ʿarif besar)

Dalam karya Ruh al-Maʿna, ia menyebut:

“Dābbah adalah ‘sirr al-Imamah’ yang tersembunyi, dan muncul di waktu di mana tirai-tirai hijab kebenaran disingkap.”

Menjelaskan bahwa Dābbah bukan sekadar Imam Mahdi, tapi maqam spiritual yang turun ke bumi untuk menegakkan tajalli akhir Allah.

Kesimpulan:”Dābbah = tahapan terakhir dari perjalanan ruhani Ilahi yang menjelma di akhir zaman.


14. Sayyid Mahmoud Taleqani (mufassir progresif dan berpandangan mistik)

Dalam Tafsir Parto-ye Az Qur’an, beliau menyebut:

“Dābbah adalah pancaran dari Al-Haqq yang muncul ketika umat manusia tak lagi dapat membedakan batin dan lahir.”

Bukan hanya figur eskatologis, tapi juga cahaya pembeda dalam diri setiap pencari hakikat.

Kesimpulan:”Dābbah adalah nur Haqq yang membimbing batin pencari ke maqam makrifat terakhir.


Pandangan Ahli Hakikat tentang Dābbah

8 Ibn Tawus Tajalli akal universal; hujjah ruhani

9 Ali Hamadani Wujud dari langit; pemisah batin

10 Bahauddin Amuli Ilmu laduni; tajalli ilmu hakikat

11 Hasan Zadeh Amuli Kalam Haqq dalam dzāt; maqam insan kāmil

12 Jawadi Amuli Manifestasi wilayah ilahiah

13 Allamah Tehrani Sirr al-Imamah; tajalli akhir

14 Mahmoud Taleqani Nur pembeda dalam jiwa pencari kebenaran


Berikut adalah 10 kisah dan cerita ruhani tentang Dābbah al-Ardh menurut pendekatan makrifat dan hakikat Syiah, disusun secara naratif dan simbolik — bukan kisah literal historis, tapi refleksi irfani tentang bagaimana Dābbah muncul sebagai tajalli kebenaran di akhir zaman:


1. Kisah Cermin Cahaya di Waktu Senja (Haydar Amuli)

Dikisahkan bahwa seorang ‘ārif bermunajat dalam sunyi. Ia berkata:

“Wahai Tuhanku, kapan Engkau berbicara kepadaku dengan lisanku?”

Malam itu, ia bermimpi melihat manusia berpakaian cahaya, dan sosok itu berkata:

“Akulah Dābbah, aku bicara bukan dengan lidahmu, tapi dengan ruhmu. Aku datang saat dunia menolak Haqq.”

Ia terbangun, dan seluruh hidupnya berubah — dari syari’at menuju makrifat.


2. Anak Kecil dan Tongkat Musa (Baha’uddin Amuli)

Seorang anak kecil di Kufah bermain tongkat. Seorang sufi lewat dan bertanya:”Apa yang kau pegang?”

Anak itu menjawab:

“Tongkat Musa — untuk menyingkap ular-ular kebatilan zamanmu.”

Anak itu hilang tiba-tiba. Sufi itu tersadar:

“Aku telah melihat simbol Dābbah al-Ardh dalam wujud suci.”

Dan ia menangis seumur hidupnya, rindu pada anak yang datang dari Nur.


3. Batu Berbicara di Jabal al-Rahmah (Imam Khomeini)

Seorang salik bertafakur di Arafah, lalu mendengar suara dari batu; Engkau telah berjalan dengan kaki syari’at, kini tibalah aku sebagai Dābbah, untuk membawamu dengan tongkat wilayah.”

Batu itu terbelah, dan sinar putih memancar, memperlihatkan sosok pemuda berjubah putih.


4. Pertemuan Tersembunyi di Ruang Batin (Hasan Zadeh Amuli)

Dalam khalwat 40 hari, seorang ‘arif melihat dalam syuhud-nya seorang lelaki berkata:”Aku adalah penimbang iman di hati manusia.”

Ia memegang cincin dengan nama “al-Hujjah”.

“Ketika aku datang, hati orang-orang akan terbuka atau terkunci.”

Salik itu tersadar: ia telah melihat Dābbah, tajalli akhir dari Nur Muhammad.


5. Tanda di Wajah Si Gelandangan (Allamah Tehrani)

Di Karbala, seorang gelandangan tua selalu mengulang:”Dābbah akan datang dari bumi tapi bukan milik bumi.” Ketika ia wafat, wajahnya bersinar. Di dahinya ada tulisan: “Amantu bi-Haqqillah.”

Orang-orang sadar, gelandangan itu adalah tajalli sementara dari Nur al-Dābbah, yang datang untuk menguji manusia.


6. Teriakan dalam Mimpi Orang Filsuf (Mulla Sadra)

Dalam mimpi, Mulla Sadra mendengar bumi berteriak:”Dābbah telah turun, tapi manusia buta matanya, bukan buta hatinya.”

Ia melihat manusia berkepala binatang dan binatang berhati malaikat.

Dābbah hadir untuk memisahkan ruh yang masih tersambung ke Langit dari jasad yang tenggelam ke tanah.


7. Wanita Buta yang Mendengar (Syekh Rajab Borsi)

Seorang wanita buta tak pernah melihat dunia, tapi suatu malam ia bermimpi suara menyentuh hatinya, berkata:”Aku Dābbah. Aku datang bukan untuk dilihat, tapi untuk didengar oleh mata hati.”

Saat ia bangun, penglihatannya tetap buta, tapi hatinya terbuka — dan ia mulai membimbing para pemuda pada jalan Haqq.


8. Pemuda di Lorong Masjid Sahlah (ʿArif dari Najaf)

Seorang pelajar tertidur di masjid Sahlah, bermimpi melihat pemuda dengan tongkat dan cincin, yang berkata:”Aku Dābbah, aku membawa warisan Musa dan Sulaiman, tapi aku tidak bisa memukul dan menguasai, kecuali kau telah mengosongkan dirimu dari ego.”

Ia bangun dan memilih jalan hidup sufi, menjauhi kemegahan dunia.


9. Ayat di Dahi Seorang Penari (Kisah irfani urban)

Seorang penari jalanan di Teheran tersungkur saat azan subuh. Orang-orang melihat di dahinya terukir cahaya: “lā ilāha illā Allāh.”

Ia berkata sebelum wafat:”Dābbah telah menyentuh hatiku. Aku menari dalam kebatilan, tapi Dia datang dalam bentuk kasih.”

Ini menjadi kisah terkenal para arif muda bahwa Dābbah juga mengunjungi kaum yang tak disangka.


10. Dābbah dalam Diri Sendiri (Cerita mistik dari Amuli)

Seorang guru sufi berkata:”Kau mencari Dābbah di luar, tapi ia hidup di dalammu. Bila kau hidup dengan dusta, ia akan membenturkanmu pada kebenaran. Bila kau hidup dengan jujur, ia akan muncul dalam bentuk cahaya di hatimu.”

Murid itu menangis:

“Aku telah melihatnya… saat aku melepaskan semua selain Allah.”

Penutup: Semua kisah ini tidak harus dimaknai literal, tapi sebagai tamsil batin bahwa Dābbah al-Ardh bukan hanya akan datang sebagai peristiwa luar, tapi juga bisa hadir dalam jiwa seorang pencari kebenaran — sebagai tajalli Haqq, sebagai Nur al-Hujjah, sebagai ujian terakhir keimanan.


Manfaat memahami makna Dābbah al-Ardh secara makrifat menurut pandangan Syiah, terutama dari perspektif irfani (hakikat), lengkap dengan doa pendek untuk tiap manfaat agar dapat diraih dalam kehidupan batin:


1. Menjernihkan Pandangan Batin

Manfaat: Menyadari hakikat yang tersembunyi di balik simbol-simbol Quran dan akhir zaman.

“Ya Allah, anugerahkan aku pandangan batin yang melihat cahaya hujjah-Mu dalam setiap ayat-Mu.”


2. Menghidupkan Ruh Penghambaan

Manfaat: Menyadari bahwa Dābbah adalah tajalli Allah yang menuntun hati menuju kepatuhan sejati.

“Wahai Yang Maha Hidup, hidupkanlah hatiku dengan cahaya Dābbah yang menghidupkan bumi setelah kematiannya.”


3. Meneguhkan Keyakinan akan Hujjah Allah

Manfaat: Memantapkan hati pada kehadiran Imam Zaman sebagai tajalli hakiki dari Dābbah.

“Ya Allah, teguhkan hatiku dalam wilayah Pemilik Zaman, Dābbah al-Ardh saat kemunculannya.”


4. Melatih Kesiapan Spiritual untuk Akhir Zaman

Manfaat: Menyiapkan diri secara ruhani untuk masa penuh ujian dan tajalli.

“Ya Allah, jadikan aku penanti di dalam batin, yang siap dengan kelembutan hati untuk menyambut Dābbah.”


5. Membersihkan Diri dari Kegelapan Nafs

Manfaat: Memahami bahwa Dābbah datang untuk memisahkan hak dari batil di dalam jiwa.

“Tuhanku, jangan jadikan dalam hati kami kebencian terhadap orang beriman, dan hapuslah kegelapan jiwa kami dengan cahaya hujjah-Mu.”


6. Meningkatkan Ma‘rifah kepada Imam

Manfaat: Mengenali Imam bukan hanya sebagai figur historis, tapi cahaya Haqq yang berbicara.

“Ya Allah, perlihatkan kepadaku sang Imam dengan mata hati, sebagaimana aku melihat matahari di siang yang terang.”


7. Meningkatkan Rasa Tanggung Jawab Ruhani

Manfaat: Dābbah hadir sebagai penguji iman — kesadaran ini membuat kita lebih berhati-hati dalam amal.

“Ya Allah, jangan hinakan aku saat Dābbah berjalan di antara manusia, tapi jadikan aku dari kalangan jujur dan yakin.”


8. Mendorong Pembersihan Qalb

Manfaat: Dābbah mengungkap hakikat manusia — maka pembersihan hati menjadi kebutuhan.

“Ya Ilahi, sucikan hatiku dari segala noda, dan jadikan lidahku penutur kebenaran seperti Dābbah-Mu.”


9. Menemukan Tujuan Ilmu dan Hikmah

Manfaat: Dābbah membawa tongkat Musa (ilmu) dan cincin Sulaiman (hikmah) — simbol bahwa ilmu harus membimbing pada makrifat.

“Ya Allah, ajarkan kami ilmu dari sisi-Mu, dan tampakkan hikmah-Mu dalam diri kami sebagaimana dalam Dābbah al-Ardh.”


10. Meraih Kemenangan Ruhani di Akhir Zaman

Manfaat: Mempersiapkan diri agar termasuk golongan yang mengikuti cahaya Dābbah, bukan ditolak olehnya.

“Ya Allah, jadikan aku dari mereka yang menyambut seruan suara kebenaran, dan mengikuti cahaya Dābbah ketika ia muncul.”


Doa dari Shohibuz Zaman afs (Akhir doa Nudbah)


Ya Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad saaw 

sebagai datuknya (kakek Imam Mahdi) dan rasul-Mu. 

Pemimpin yang Agung 

Dan kepada Ali ayahnya (Al-Hasan & Al-Husein) pemimpin penerus. 

Dan kepada neneknya As-Shiddiqah Al-Kubro 

Fatimah putri Muhammad saaw. 

Dan kepada siapa saja yang Engkau pilih dari pendahulu-pendahulunya yang baik". 

Atasnya segala keutamaan,  kesempurnaan terus menerus, 

serta seluruh orang-orang yang telah Engkau berikan keselamatan dan yang kau pilih.

Shalawat atas-Mu yang tidak ada batas-batasnya. 

Shalawat yang tiada akhir masanya. Shalawat yang tiada habisnya. 


1, Ya Allah tegakkanlah kebenaran dengannya (Imam Mahdi). 

2, Hapuskanlah kebathilan. 

3, Dengannya Menangkan wali-wali-Mu. 

4, Dengannya hinakan musuh-musuhmu.

 5, Sambungkanlah tali hubungan antara kami dengannya (Imam Mahdi).

6, Yang akan membawa persahabatan. 

7, Jadikanlah kami ya Allah sebagai penolong-penolong mereka. 

8, Dan terus tetap berada dilingkungan mereka. 

9, Ya Allah bentuklah kami untuk memenuhi hak kepadanya 

10, dan kesungguhan untuk mentaatinya 

11, serta menjauhkan maksiat yang dibencinya. 

12, Ya Allah ; Limpahkanlah kepada kami keridhoannya,

13, Anugerahkan kepada kami 

kelembutan rahmat, dan doanya, serta kebaikannya 

14, yang dapat kami peroleh dengan keluasan dari rahmat-Mu. 

15, Kesuksesan disisi-Mu, 

16, dan jadikanlah shalat kami diterima

17, dengan sebabnya, dosa-dosa kami diampuni, 

18, doa kami dikabulkan 

19, serta jadikanlah rezeki kami berlimpah, 

20, kegelisahan kami terobati, 

21, kebutuhan kami dipenuhi, 

22, sambutlah kami dengan wajah-Mu yang mulia, 

23, terimalah Taqarrub kami kepada-Mu,

24, serta pandanglah kami dengan pandangan rahmat 

25, dan kasih sayang, sehingga kami

26, dapat kesempurnaan dengannya. 

27, Dan dengannya kami diberikan kemuliaan disisiMu, 

28, dan jangan Engkau palingkan kami dari kemurahan-Mu, 

29, berilah minum kapada kami dari Haudh telaga kakeknya (Nabi saaw), 

30, dengan gelasnya dan tangannya 

31, yang dapat memberikan kepuasan dari rasa haus yang sangat menyenangkan,

32, serta berikanlah kemudahan untuk meminumnya, 

33, juga tidak akan ada kehausan lagi sesudahnya".

 "Wahai yang maha Pengasih dari segala yang maha Pengasih".


Semoga bermanfaat!!!!!

Mohon Doa!!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Amalan Akhir & Awal Tahun ; Amalan Bulan Muharram ; Ziarah Imam Husein as dan Syuhada Karbala

Doa-doa Cepat Terkabul (Sari’ Al-Ijaabah) Dari; Imam Ali as dan Imam Musa as

Doa Pendek untuk Semua Penyakit