Makna Al-Haqq

 “Al-Ḥaqq” (ٱلْحَقّ) dalam Al-Qur’an adalah salah satu istilah kunci yang memiliki makna yang dalam dan luas. Kata ini berasal dari akar kata ḥa-q-qa (ح-ق-ق) yang maknanya berkisar pada kebenaran, kepastian, sesuatu yang tetap, dan tidak berubah. Berikut beberapa makna dan konteks utama dari kata “Al-Ḥaqq” dalam Al-Qur’an:

1. Al-Ḥaqq sebagai Nama Allah

Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai “Al-Ḥaqq”, yaitu Yang Mahabenar, yang keberadaan dan sifat-Nya mutlak serta tidak tergantung pada apa pun.

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ

“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang (Mahabenar) Al-Ḥaqq…” (QS. Al-Ḥajj: 6)

2. Al-Ḥaqq sebagai Kebenaran yang Mutlak

Dalam konteks ini, al-ḥaqq merujuk pada kebenaran yang datang dari Allah, lawan dari kebatilan.

وَقُلْ جَآءَ ٱلْحَقُّ وَزَهَقَ ٱلْبَاطِلُ ۚ 

إِنَّ ٱلْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

“Dan katakanlah: ‘Yang benar (al-ḥaqq) telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.”

(QS. Al-Isra’: 81)

3. Al-Ḥaqq sebagai Al-Qur’an atau Wahyu

Al-Qur’an disebut sebagai al-ḥaqq, karena ia adalah wahyu dari Allah yang mengandung kebenaran sejati.

إِنَّا أَرْسَلْنَا بِٱلْحَقِّ نَبِيًّا وَرَسُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) dengan kebenaran (bi al-ḥaqq)…”

(QS. Al-Baqarah: 213)

4. Al-Ḥaqq sebagai Realitas atau Kenyataan yang Tak Terhindarkan

Dalam beberapa ayat, al-ḥaqq juga menunjukkan pada realitas akhir, seperti Hari Kiamat, atau kematian, sebagai kebenaran yang tak bisa dipungkiri.

وَأَنَّ ٱلسَّاعَةَ آتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيهَا 

وَأَنَّ ٱللَّهَ يَبْعَثُ مَن فِى ٱلْقُبُورِ

”…dan sesungguhnya Hari Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya…” (QS. Al-Hajj: 7)

5. Al-Ḥaqq sebagai Tujuan Penciptaan

Segala penciptaan Allah dilakukan dengan al-ḥaqq, artinya dengan kebenaran, hikmah, dan tujuan, bukan sia-sia.

مَا خَلَقْنَـٰهُمَآ إِلَّا بِٱلْحَقِّ

“Kami tidak menciptakan keduanya (langit dan bumi) kecuali dengan al-ḥaqq.” (QS. Al-Hijr: 85)

Ringkasan Makna Al-Ḥaqq:

Makna Penjelasan

Kebenaran Mutlak Yang datang dari Allah, tidak berubah, tidak tergantung pada siapa pun

Nama Allah Allah sebagai Al-Ḥaqq, Dzat yang keberadaan-Nya mutlak dan benar. Wahyu dan Risalah Al-Qur’an, ajaran Islam, dan para nabi diutus dengan al-ḥaqq. Realitas Tak Terelakkan Seperti kematian dan kiamat, yang pasti terjadi. Tujuan Penciptaan Semua ciptaan diciptakan dengan tujuan dan hikmah, bukan main-main

6. Al-Ḥaqq sebagai Hukum Allah

“Al-Ḥaqq” juga bermakna hukum Allah yang adil, yang menjadi dasar syariat dan keadilan dalam kehidupan.

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ 

لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِۦ

“Telah sempurna kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an), sebagai kebenaran (ṣidqan) dan keadilan (‘adlan)…”

(QS. Al-An‘ām: 115)

Maksudnya, hukum-hukum Allah yang dibawa para nabi adalah al-ḥaqq, tidak mengandung kezaliman atau kesalahan.

7. Al-Ḥaqq sebagai Kemenangan Kebenaran

Dalam konteks perjuangan antara kebenaran dan kebatilan, al-ḥaqq adalah kekuatan ilahi yang menang pada akhirnya, walaupun awalnya tampak lemah.

لِيُحِقَّ ٱلْحَقَّ وَيُبْطِلَ ٱلْبَاطِلَ 

وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُجْرِمُونَ

”(Allah menolongmu) agar Dia menegakkan kebenaran (al-ḥaqq) dan menghancurkan kebatilan, meskipun orang-orang berdosa tidak menyukainya.”(QS. Al-Anfal: 8)

8. Al-Ḥaqq sebagai Sifat Rasulullah (saw) ; Nabi Muhammad (saw) sering disebut dalam Al-Qur’an sebagai pembawa al-ḥaqq, yakni risalah ilahi yang benar.

قَدْ جَآءَكُمُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (al-ḥaqq) dari Tuhanmu…” (QS. Yunus: 108)

Artinya, kerasulan beliau bukan karangan atau khayalan, tapi hakikat dari petunjuk Tuhan.

9. Al-Ḥaqq sebagai Hak Orang Lain

Dalam ayat-ayat muamalah, al-ḥaqq juga digunakan dalam makna hak-hak manusia yang harus dipenuhi, terutama dalam konteks keadilan sosial dan ekonomi.

وَءَاتُوا۟ ٱلْيَتَـٰمَىٰٓ أَمْوَٰلَهُمْ 

وَلَا تَتَبَدَّلُوا۟ ٱلْخَبِيثَ بِٱلطَّيِّبِ

”…berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka…”

(QS. An-Nisā’: 2)

Maknanya, hak orang lain—baik anak yatim, fakir miskin, atau kaum lemah—harus ditunaikan, karena itu bagian dari “al-ḥaqq” yang wajib ditegakkan.

10. Al-Ḥaqq sebagai Seruan Jiwa kepada Tuhan ; Dalam dimensi batin (makrifat), al-ḥaqq adalah panggilan fitrah jiwa menuju Tuhannya, menuju kebenaran mutlak yang ada dalam lubuk terdalam manusia.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ 

فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا

”…tegakkan wajahmu kepada agama dengan lurus, itulah fitrah Allah…” (QS. Ar-Rum: 30)

Fitrah itu cenderung kepada al-ḥaqq, bukan kebatilan. Jiwa yang suci akan merasa tenteram hanya dengan al-ḥaqq.

Dengan demikian, “al-ḥaqq” dalam Al-Qur’an tidak hanya sekadar “kebenaran”, tapi meliputi:
Tuhan itu sendiri (Allah)
Wahyu dan ajaran Rasul
Hukum dan keadilan
Realitas akhirat
Hak sesama manusia
Kemenangan spiritual
Dan panggilan fitrah jiwa manusia

Dalam hadis-hadis Rasulullah (saw) dan Ahlul Bait (as), “al-ḥaqq” (ٱلْحَقّ) memiliki kedudukan dan makna yang juga sangat dalam. Ia bukan hanya sekadar “kebenaran”, tapi mencerminkan wujud, cahaya, dan tujuan utama dari agama dan penciptaan. Berikut beberapa makna “al-ḥaqq” menurut hadis-hadis:

1. Al-Ḥaqq adalah Allah

Diriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

أنتَ الحَقُّ، وقَولُكَ الحَقُّ، 

ووَعدُكَ الحَقُّ، ولقاؤُكَ الحَقُّ، والجنَّةُ حقٌّ، والنَّارُ حقٌّ، والنَّبيُّونَ حقٌّ، ومحمَّدٌ حقٌّ، والسَّاعةُ حقٌّ

“Engkau (ya Allah) adalah al-ḥaqq, firman-Mu adalah al-ḥaqq, janji-Mu adalah al-ḥaqq, perjumpaan dengan-Mu adalah al-ḥaqq, surga adalah al-ḥaqq, neraka adalah al-ḥaqq, para nabi adalah al-ḥaqq, Muhammad adalah al-ḥaqq, dan hari kiamat adalah al-ḥaqq.”

— HR. al-Bukhari dan Muslim (dalam doa Rasulullah)

Makna: Semua yang bersumber dari Allah adalah kebenaran sejati dan tak terbantahkan. Bahkan, keberadaan Nabi sendiri dan hari akhir adalah al-ḥaqq.

2. Ali (as) Bersama Al-Ḥaqq dan Al-Ḥaqq Bersama Ali

Rasulullah (saw) bersabda:

عليٌّ معَ الحقِّ، والحقُّ معَ عليٍّ، 

لنْ يفترقا حتّى يردا علَيَّ الحوضَ

“Ali bersama al-ḥaqq, dan al-ḥaqq bersama Ali. Keduanya tidak akan berpisah sampai kembali kepadaku di telaga (haudh).”— HR. al-Hakim, al-Tirmidzi, dan sumber-sumber Syiah seperti Bihar al-Anwar

Makna batin: Ali bin Abi Thalib (as) bukan hanya pembawa kebenaran, tetapi juga penjelmaan kebenaran itu dalam perilaku dan keputusan. Dalam hakikat, al-ḥaqq hidup dalam wujud wali Allah.

3. Al-Ḥaqq Sebagai Ukuran di Hari Kiamat ;Imam Ja‘far al-Shadiq (as) berkata:

يُوزَنُ الناسُ يَومَ القيامةِ بميزانِ العدلِ، فلا يُوزنُ إلا الحقُّ

“Manusia akan ditimbang pada hari kiamat dengan timbangan keadilan. Dan tidaklah ditimbang kecuali al-ḥaqq.” — Al-Kāfī, jilid 1

Makna: Segala amal dan ucapan akan ditimbang berdasarkan ukurannya terhadap kebenaran (al-ḥaqq), bukan sekadar jumlah atau bentuk lahiriah.

4. Al-Ḥaqq Adalah Jalan Ahlul Bait

Imam al-Baqir (as) berkata:

إنَّ دينَنا دينُ الحَقِّ، فيهِ كتابُ ربِّنا، وسُنَّةُ نبيِّنا، وولايَةُ آلِ البيتِ

“Sesungguhnya agama kami adalah agama al-ḥaqq; di dalamnya ada Kitab Tuhan kami, Sunnah Nabi kami, dan wilayah Ahlul Bait.”

— Bashā’ir al-Darajāt

Makna: Jalan al-ḥaqq adalah jalan wahyu dan wilayah, bukan hanya lahiriah syariat tapi juga kedalaman batin (hakikat).

5. Al-Ḥaqq adalah Cahaya di Hati

Imam Ali (as) berkata:

الحَقُّ يُضيءُ في قلوبِ المُخلَصينَ كالنُّورِ في الظّلامِ

“Al-ḥaqq memancar di hati orang-orang yang ikhlas bagaikan cahaya dalam kegelapan.”

— Nahj al-Balāghah, hikmah 301

Makna batin: Kebenaran tidak selalu tampak secara lahir, tapi dirasakan oleh hati yang suci dan ikhlas.

Kesimpulan dari Hadis:

Sumber Hadis Makna Al-Ḥaqq

Nabi Muhammad (saw) Al-ḥaqq adalah Allah dan semua realitas-Nya

Rasulullah tentang Ali Ali adalah simbol hidup al-ḥaqq; Imam Shadiq (as) Yang ditimbang di akhirat hanyalah al-ḥaqq; Imam Baqir (as) Agama al-ḥaqq: Kitab, Sunnah, dan Wilayah Ahlul Bait; Imam Ali (as) Al-ḥaqq bersinar di hati yang ikhlas

6. Al-Ḥaqq sebagai Jalan Keselamatan

Rasulullah (saw) bersabda:

مَن طَلَبَ الحَقَّ وَوَجَدَهُ فَلَهُ الجَنَّةُ

“Barang siapa mencari al-ḥaqq dan menemukannya, maka baginya surga.” Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad; Makna: Mencari kebenaran sejati (al-ḥaqq) adalah syarat untuk mencapai keselamatan hakiki di akhirat. Bukan hanya iman, tapi pencarian dan pengamalan kebenaran.

7. Al-Ḥaqq sebagai Ujian

Imam Ja‘far al-Shadiq (as) berkata:

إذا رَأيتَ الناسَ قَدِ اجتمعوا على باطِلٍ، فاعلم أنّ الحَقَّ فِي خِلافِهِم

“Jika engkau melihat manusia berkumpul di atas kebatilan, ketahuilah bahwa al-ḥaqq berada dalam hal yang berlawanan dengan mereka.” — Al-Kāfī, jilid 2

Makna batin: Kebenaran sering kali menyendiri. Mayoritas bukanlah ukuran kebenaran. Orang-orang hakikat senantiasa memihak al-ḥaqq meski harus menyendiri.

8. Al-Ḥaqq adalah Diam di Waktu Fitnah; Imam Ali (as) bersabda:

كُنْ في الفِتْنَةِ كابنِ اللّبونِ، 

لا ظَهْرٌ فَيُرْكَبَ، ولا ضَرْعٌ فيُحْلَبَ، 

وتمسَّكْ بالحَقِّ ولو أضَرَّكَ

“Dalam masa fitnah, jadilah seperti anak unta: tidak bisa ditunggangi dan tidak bisa diperah. Dan berpeganglah pada al-ḥaqq meski itu menyakitimu.”

— Nahj al-Balāghah, khutbah 1

Makna: Dalam masa kekacauan, berpegang pada al-ḥaqq lebih penting daripada ikut arus. Kadang diam menjaga diri lebih benar daripada banyak bicara dalam kebatilan.

9. Al-Ḥaqq sebagai Iman yang Jujur; Rasulullah (saw) bersabda:

لا يُؤمِنُ أحدُكُمْ حتى يُحِبَّ لأخيهِ ما يُحِبُّ لنفسِه، ويقولَ الحَقَّ وإنْ كانَ عليهِ

“Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, dan berkata al-ḥaqq walau itu merugikan dirinya.” HR. Muslim dan Ahmad

Makna: Kebenaran adalah bagian dari iman. Tidak cukup beriman tanpa kejujuran dan keberanian menyuarakan al-ḥaqq, bahkan saat itu merugikan diri sendiri.

10. Al-Ḥaqq sebagai Cermin Jiwa Suci ; Imam Ali Zain al-‘Abidin (as) berdoa:

اللّهُمَّ أَرِنِي الحَقَّ حَقًّا فَأَتَّبِعَهُ، 

وَأَرِنِي البَاطِلَ بَاطِلًا فَأَجْتَنِبَهُ

“Ya Allah, perlihatkanlah kepadaku al-ḥaqq sebagai kebenaran agar aku mengikutinya, dan perlihatkan kebatilan sebagai kebatilan agar aku menjauhinya.”

— Ṣaḥīfah al-Sajjādiyyah, Doa 32

Makna batin: Jiwa yang bersih memohon kepada Allah agar bisa melihat kebenaran tanpa tertipu oleh hawa nafsu dan dunia.

Makna Al-Ḥaqq
1 Nabi Muhammad (saw) Jalan menuju surga bagi pencari kebenaran
2 Imam Ja‘far al-Shadiq (as) Ujian batin: al-ḥaqq tidak selalu diikuti mayoritas
3 Imam Ali (as) Keteguhan dalam fitnah: al-ḥaqq lebih penting dari arus
4 Nabi Muhammad (saw) Cermin iman sejati adalah keberanian mengucap al-ḥaqq
5 Imam Zain al-‘Abidin (as) Permohonan agar hati mampu membedakan kebenaran dan kebatilan

Makna “Al-Ḥaqq” menurut hadis-hadis Ahlul Bayt (as);

1. Al-Ḥaqq adalah Allah

Imam Ali (as) berkata:

الحَقُّ هوَ اللهُ سُبحانَهُ

“Al-Ḥaqq adalah Allah Mahasuci Dia.” Nahj al-Balāghah, Hikmah 152

Makna: Segala hakikat yang benar berpulang kepada-Nya. Segala sesuatu yang tidak menuju Allah adalah batil.

2. Al-Ḥaqq adalah Wujud Imām

Imam al-Baqir (as) berkata:

نَحنُ الحَقُّ الّذي فَرَضَ اللهُ طاعَتَهُ

“Kami adalah al-Ḥaqq yang Allah wajibkan ketaatan padanya.”

— Al-Kāfī, Jilid 1, Bab Ma‘rifat al-Imam

Makna: Imām bukan hanya penunjuk kebenaran, tapi penjelmaan al-ḥaqq itu sendiri di bumi.

3. Al-Ḥaqq Tidak Dikenal dengan Manusia, Tapi dengan Imām

Imam Ja‘far al-Shādiq (as) berkata:

اعرفِ الحَقَّ تَعرِفْ أهلَهُ، 

ولا تَعرفِ الحَقَّ بالرجالِ

“Kenalilah al-ḥaqq, niscaya kamu akan mengenali ahlinya. Jangan kenali al-ḥaqq melalui manusia.”

— Bihār al-Anwār, 2/104

Makna: Ukuran kebenaran bukanlah tokoh atau jumlah pengikut, tapi hakikat ilahi yang dijelaskan oleh para imam maksum.

4. Al-Ḥaqq Membuat Orang Sabar

Imam Ali (as) berkata:

الصّبرُ على الحَقِّ مُرٌّ، 

لكنَّ عاقِبَتَهُ أحلى منَ العَسَلِ

“Sabar dalam (memegang) al-ḥaqq itu pahit, tapi akhirnya lebih manis dari madu.”

— Ghurar al-Hikam, hadith 10138

Makna: Jalan al-ḥaqq sering menuntut pengorbanan, tapi ujungnya adalah kelezatan maknawi.

5. Al-Ḥaqq Menghidupkan Hati

Imam al-Baqir (as) berkata:

العِلمُ الحَقُّ يُحيي القلوبَ 

كما يُحيي الماءُ الأرضَ

“Ilmu yang benar (al-ḥaqq) menghidupkan hati sebagaimana air menghidupkan bumi.” Al-Kāfī, 1/23

Makna: Al-ḥaqq bukan hanya kata, tapi ruh yang memberi hidup pada akal dan jiwa.

6. Al-Ḥaqq Adalah Neraca di Hari Kiamat

Imam al-Shādiq (as) berkata:

يُوزَنُ الناسُ يومَ القيامةِ بالحَقِّ، 

فلا يُوزنُ إلا مَن كانَ من أهلِه

“Manusia akan ditimbang di hari kiamat dengan al-ḥaqq, dan tidak akan ditimbang kecuali yang termasuk ahlinya.” Al-Kāfī, 1/401

Makna: Amal tidak diterima kecuali yang dilandasi dan ditimbang dengan kebenaran.

7. Al-Ḥaqq Adalah Jalan Ahlul Bayt

Imam al-Shādiq (as) berkata:

الناسُ طُرُقٌ شَتّى، 

والطّريقُ إلى اللهِ واحِدٌ، وهوَ نَحنُ

“Manusia itu banyak jalan, tapi jalan kepada Allah hanya satu: yaitu Kami.” Tafsīr al-‘Ayyāshī, 1/14

Makna: Jalan al-ḥaqq menuju Allah hanya satu, yaitu jalan wilayah Ahlul Bayt.

8. Al-Ḥaqq Tidak Meninggalkan Para Imam ; Imam Ali (as) berkata:

الحَقُّ معنا، ولا يُفارِقُنا

“Al-ḥaqq bersama kami dan tidak akan meninggalkan kami.”

— Nahj al-Balāghah, Khutbah 3 (al-Syaqshaqiyyah)

Makna: Para Imam adalah penyatu kebenaran, tidak terpisah dari al-ḥaqq dalam ucapan, perbuatan, dan makna.

9. Al-Ḥaqq adalah Nur dalam Hati

Imam Zain al-‘Ābidīn (as) dalam munajatnya:

اللّهُمَّ اجعلِ الحَقَّ نُورًا في قلبي، وبَصيرَةً في نَفسي

“Ya Allah, jadikanlah al-ḥaqq sebagai cahaya di hatiku, dan pandangan batin dalam jiwaku.”

— Ṣaḥīfah al-Sajjādiyyah, Munajat al-‘Ārifīn

Makna: Hanya hati yang bersih yang mampu melihat cahaya al-ḥaqq.

10. Al-Ḥaqq Menguji Keikhlasan

Imam al-Shādiq (as) berkata:

ما أكثرَ العِبَادَ، وأقَلَّ أهلَ الحَقِّ

“Betapa banyaknya orang yang beribadah, namun sedikit sekali yang benar-benar berada di atas al-ḥaqq.” Bihār al-Anwār, 75/341

Makna: Al-ḥaqq bukan hanya bentuk luar ibadah, tapi hakikatnya: ikhlas, makrifat, dan wilayah.

Ringkasan 10 Makna al-Ḥaqq Menurut Ahlul Bayt (as)

No. Sumber Makna Al-Ḥaqq
1 Imam Ali (as) Al-Ḥaqq adalah Allah itu sendiri
2 Imam al-Baqir (as) Para Imam adalah al-ḥaqq yang wajib ditaati
3 Imam al-Shādiq (as) Al-ḥaqq dikenal melalui diri, bukan tokoh
4 Imam Ali (as) Sabar dalam al-ḥaqq lebih manis dari madu
5 Imam al-Baqir (as) Al-ḥaqq menghidupkan hati seperti air menghidupkan bumi
6 Imam al-Shādiq (as) Al-ḥaqq adalah neraca akhirat
7 Imam al-Shādiq (as) Jalan menuju Allah adalah jalan Ahlul Bayt
8 Imam Ali (as) Al-ḥaqq selalu bersama para Imam
9 Imam Zain al-‘Ābidīn (as) Al-ḥaqq sebagai cahaya dalam hati
10 Imam al-Shādiq (as) Al-ḥaqq menguji ketulusan, bukan sekadar kuantitas ibadah

Makna “al-Ḥaqq” menurut para mufasir Al-Qur’an, baik klasik maupun kontemporer, Makna-makna ini berasal dari analisis terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebut kata “al-Ḥaqq” (الْحَقّ), ditinjau secara zahir (eksoteris) maupun batin (esoteris).

1. Al-Ḥaqq sebagai Nama Allah (Sifat Dzat-Nya); Allamah Thabathaba’i (dalam al-Mīzān) menjelaskan bahwa al-Ḥaqq dalam ayat:   ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ 

(QS. al-Ḥajj: 6)

“Demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dia-lah al-Ḥaqq.”

Makna: Allah adalah sumber seluruh realitas. Segala sesuatu yang selain Allah bersifat nisbi dan tidak mandiri. Hanya Dia yang benar dalam keberadaan-Nya (wujud).

2. Al-Ḥaqq sebagai Agama yang Lurus; Dalam QS. at-Taubah: 33:

لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ 

وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

”…agar Dia menampakkan agama al-ḥaqq di atas seluruh agama…”

Al-Ṭabarsī dalam Majma‘ al-Bayān menafsirkan dīn al-ḥaqq sebagai agama Islam yang murni, dan menurut riwayat Ahlul Bait, hal ini akan sempurna di zaman Imam Mahdi (aj).

3. Al-Ḥaqq sebagai Al-Qur’an itu sendiri; QS. al-Baqarah: 147

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu.”

Mufasir menyatakan al-ḥaqq di sini adalah al-Qur’an sebagai wahyu murni, yang menyinari hati yang bersih dan tidak menerima perubahan.

4. Al-Ḥaqq sebagai Keadilan Tuhan dalam Takdir dan Hukum ; 

Dalam QS. Yunus: 4:

وَعْدَ الْحَقِّ

“Janji yang benar.”

Mufasir seperti al-‘Āmilī (dalam Tafsīr al-Murāghi) menyatakan bahwa al-ḥaqq adalah keadilan Tuhan, yaitu bahwa setiap janji dan balasan akan ditepati dengan kebenaran mutlak.

5. Al-Ḥaqq sebagai Wasilah Makrifat dan Penyingkapan Hijab

Imam Khomeini dalam Tafsīr Surah al-Ḥamd menyebut bahwa al-ḥaqq adalah jalan penyaksian (syuhūd), di mana batin al-Qur’an membuka hakikat realitas, dan makrifat Allah menjadi pusat pencarian ruhani.

6. Al-Ḥaqq sebagai Nur Imamah dan Wilayah ; QS. ar-Ra‘d: 43

وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلًا ۚ 

قُلْ كَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ 

وَمَنْ عِندَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ

”…dan orang yang memiliki ilmu kitab.” Al-‘Allāmah al-Ṭabāṭabā’ī menafsirkan “man ‘indahu ‘ilm al-kitāb” sebagai Imam Ali (as), yang merupakan penjaga dan manifestasi al-ḥaqq setelah Nabi.

7. Al-Ḥaqq sebagai Kekuatan Spiritualitas dan Hujjah; Sayyid Haydar Amuli, mufasir hakikat, mengatakan bahwa al-ḥaqq adalah kebenaran ruhani, dan setiap Nabi dan Imam adalah Hujjah al-ḥaqq, yaitu manifestasi dari Cahaya Kebenaran di bumi.

8. Al-Ḥaqq sebagai Kemenangan Ruhani atas Batil QS. al-Anbiyā’: 18

بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ

“Kami lontarkan al-ḥaqq atas al-bāṭil, lalu ia menghancurkannya…”

Mufasir memaknainya sebagai kemenangan hakikat atas kebohongan dunia. Dalam konteks batin, ini adalah pembersihan jiwa dari hawa nafsu oleh cahaya kebenaran ilahi.

9. Al-Ḥaqq adalah Hukum Tuhan yang Abadi QS. al-Kahf: 29

قُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ

“Katakanlah, al-ḥaqq itu datang dari Tuhan kalian.”

Mufasir mengatakan ini bukan hanya tentang Al-Qur’an, tapi juga hukum-Nya yang abadi, yakni jalan petunjuk dan pengujian yang tak berubah dari Adam hingga akhir zaman.

10. Al-Ḥaqq sebagai Neraca di Hari Kiamat QS. al-A‘rāf: 8

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ

“Timbangan pada hari itu adalah al-ḥaqq.” Tafsiran Syiah menyebut bahwa yang menjadi neraca penentu adalah wilayah, ikhlas, dan cahaya amal, bukan semata jumlah atau rupa.

Ringkasan 10 Makna “al-Ḥaqq” Menurut Mufasir

No. Sumber Tafsir Makna al-Ḥaqq
1 Thabathaba’i (al-Mīzān) Nama dan Dzat Allah yang nyata
2 Ṭabarsī Islam sebagai agama yang menang
3 Mufasir Umum Al-Qur’an sebagai wahyu yang benar
4 ‘Āmilī Janji dan hukum Tuhan yang adil
5 Imam Khomeini Jalan penyaksian ruhani (makrifat)
6 Thabathaba’i (13:43) Imamah sebagai penjaga al-ḥaqq
7 Haydar Amuli Hujjah sebagai manifestasi kebenaran ilahi
8 Tafsir batin Ayat 21:18 Al-ḥaqq menghancurkan nafsu dan kebatilan
9 Tafsir Kahf:29 Al-ḥaqq sebagai sistem ujian dan petunjuk Tuhan
10 Tafsir A‘rāf:8 Al-ḥaqq sebagai neraca batin di hari kiamat

Makna “al-Ḥaqq” menurut para mufasir Syiah, khususnya dari kalangan Ulama Tafsir Ahlul Bayt yang mendalamkan tafsir zahir dan batin (hakikat). Mereka tidak hanya melihat “al-Ḥaqq” sebagai kebenaran umum, tapi juga sebagai manifestasi tauhid, imamah, dan realitas batiniah (ḥaqīqah).

1. Al-Ḥaqq adalah Allah sendiri (Sifat Dzat-Nya)Allāmah Ṭabāṭabā’ī – al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān

Ayat: QS. al-Ḥajj: 6 

‎– ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ

Makna: Allah adalah satu-satunya Realitas Mutlak. Segala sesuatu selain-Nya adalah perantara atau bayangan dari eksistensi-Nya. Semua hakikat kembali kepada-Nya.

2. Al-Ḥaqq sebagai agama yang dibawa Nabi dan para Imam

Ṭabarsī – Majma‘ al-Bayān 

Ayat: QS. at-Tawbah: 33 

‎– لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ

Makna: Dīn al-ḥaqq adalah Islam hakiki, dan penampakan al-ḥaqq secara sempurna terjadi di masa al-Qā’im (Imam Mahdi afs).

3. Al-Ḥaqq sebagai wilayah (otoritas spiritual) Ahlul Bayt

Al-Kāshānī – Tafsīr aṣ-Ṣāfī

Ayat: QS. al-Ra‘d: 43 

‎– وَمَنْ عِندَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ

Makna: Al-ḥaqq adalah wilayah Imam Ali (as) dan para Imam, karena mereka memiliki “ilm al-kitāb” (ilmu kitab), yaitu pengetahuan batin al-Qur’an.

4. Al-Ḥaqq sebagai hujjah Tuhan di bumi ; Sayyid Ḥaydar Āmulī – Tafsīr al-Muḥīṭ al-A‘ẓam ; Makna: Al-ḥaqq adalah hujjah yang hidup di bumi, yakni Nabi dan Imam maksum. Tanpa keberadaan hujjah, al-ḥaqq tak terwujud dalam realitas manusia.

5. Al-Ḥaqq sebagai cahaya makrifat dan ketauhidan : Imam Khomeini – Tafsīr Surah al-Ḥamd

Makna: Al-ḥaqq adalah tajallī (penampakan) dari Nama-Nya dalam qalb orang-orang ‘ārif, yang mengantar mereka pada syuhūd dan fana’ fīllāh.

6. Al-Ḥaqq sebagai Al-Qur’an dan Batinnya ; Allāmah Ṭabāṭabā’ī – al-Mīzān Ayat: QS. al-Baqarah: 147 – الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ

Makna: Al-Qur’an adalah al-ḥaqq dalam bentuk kalam, sedangkan batin al-Qur’an yang diketahui Imam adalah al-ḥaqq dalam bentuk nur.

7. Al-Ḥaqq sebagai takdir dan keputusan Tuhan; Ṭabarsī Ayat: QS. Yunus: 4 – وَعْدَ الْحَقِّ

Makna: Al-ḥaqq adalah janji akhirat dan takdir Ilahi yang tak bisa diingkari. Semua kembali kepada Tuhan dalam keadilan.

8. Al-Ḥaqq sebagai penyingkap kebatilan dalam jiwa; Tafsīr aṣ-Ṣāfī (al-Kāshānī) Ayat: QS. al-Anbiyā’: 18 – بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ

Makna: Al-ḥaqq adalah cahaya ilahi yang menghancurkan hawa nafsu dan keraguan. Dalam diri, ini adalah tajallī nur hidayah.

9. Al-Ḥaqq sebagai neraca batin di Hari Kiamat; Al-Ṭabāṭabā’ī Ayat: QS. al-A‘rāf: 8 – وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ

Makna: Timbangan adalah neraca hakikat: niat, wilayah, dan batin amal. Penentu bukan hanya perbuatan lahir, tapi keterhubungan kepada al-ḥaqq (Tuhan dan hujjah-Nya).

10. Al-Ḥaqq sebagai tujuan semua pencarian batin; Ḥaydar Āmulī – al-Muḥīṭ al-A‘ẓam

Makna: Segala thariqah dan suluk berakhir pada al-ḥaqq, yaitu tawhid dzati, di mana makhluk fana dan hanya Dia yang baqā.


Makna “al-Ḥaqq” 

Menurut Mufasir Syiah

1 Allāmah Ṭabāṭabā’ī Dzat Allah, Realitas Mutlak
2 Ṭabarsī Agama Islam sempurna (zuhur Imam Mahdi)
3 Al-Kāshānī (aṣ-Ṣāfī) Wilayah dan ilmu para Imam
4 Sayyid Ḥaydar Āmulī Hujjah Tuhan sebagai manifestasi al-ḥaqq
5 Imam Khomeini Cahaya makrifat dan tajallī batin
6 Allāmah Ṭabāṭabā’ī Al-Qur’an dan batin nurani-nya
7 Ṭabarsī Janji Ilahi dan takdir hakiki
8 Al-Kāshānī Cahaya ilahi yang memusnahkan hawa nafsu
9 Ṭabāṭabā’ī Timbangan ruhani dan nilai wilayah
10 Ḥaydar Āmulī Tujuan akhir suluk ruhani: tawhid dzati

Makna “al-Ḥaqq” menurut para ahli makrifat dan hakikat, khususnya dari kalangan arif billāh dan sufi seperti Sayyid Ḥaydar Āmulī, al-Kāshānī, Imam Khomeini, dan lainnya. Mereka tidak memaknai “al-Ḥaqq” secara lahiriah semata, tetapi sebagai realitas ilahi yang menjadi sumber seluruh eksistensi dan tujuan akhir perjalanan spiritual (sulūk).

1. Al-Ḥaqq adalah Dzat al-Wujūd (Eksistensi Murni); Makna: Al-Ḥaqq adalah wujūd mutlak yang tak memiliki batas dan identik dengan Dzat Allah. Segala sesuatu yang ada hanyalah tajallī (penampakan) dari-Nya. Sayyid Ḥaydar Āmulī – al-Muḥīṭ al-A‘ẓam ; Semua makhluk adalah “baṭil” (relatif), sedangkan hanya al-Ḥaqq yang “ḥaqīqī” (nyata).

2. Al-Ḥaqq sebagai Cahaya Tauhid dalam Qalb; Makna: Al-Ḥaqq adalah nur tauhid yang menyinari hati orang-orang ‘ārif, sehingga mereka hanya melihat Allah dalam segala sesuatu. Imam Khomeini – Tafsīr Sūrah al-Ḥamd; Orang yang telah mengenal al-Ḥaqq tidak lagi melihat makhluk secara independen; semua hanyalah cermin dari Wujud-Nya.

3. Al-Ḥaqq sebagai al-Ism al-A‘ẓam (Nama Tertinggi) Makna: Al-Ḥaqq adalah salah satu dari al-asmā’ al-ḥusnā yang mengandung Nama Allah secara menyeluruh, dan menjadi jalan suluk tertinggi. Sayyid Ḥaydar Āmulī; Nama “al-Ḥaqq” adalah pintu untuk tajallī seluruh nama-nama Allah lainnya.

4. Al-Ḥaqq sebagai Maqām al-Fanā’ Makna: Dalam suluk, al-Ḥaqq adalah maqām (tingkatan) di mana si sālik lenyap dari dirinya dan hanya Allah yang tampak. Mulla Ṣadrā – al-Asfār al-Arba‘ah Fanā’ (lenyap) dalam al-Ḥaqq adalah kebalikan dari keakuan (anāniyyah).

5. Al-Ḥaqq sebagai Sirr (Rahasia) yang hanya diketahui Ahlul Bayt dan ‘Ārifīn; Makna: Al-Ḥaqq adalah sirr al-asrār (rahasia segala rahasia) yang tidak bisa dijangkau kecuali oleh Imam ma‘ṣūm dan orang yang telah mencapai ma‘rifah kamilah. Shaykh Rajab Bursī – Mashāriq Anwār al-Yaqīn Sirr ini tak bisa dituliskan, hanya disingkap (kashf) bagi qalb yang suci.

6. Al-Ḥaqq adalah Penuntun Suluk dalam Batin Makna: Al-Ḥaqq adalah petunjuk batin, bukan hanya hukum lahir. Ia menjadi suara ruhani (ilhām) dalam qalb. Imam Khomeini – Adab aṣ-Ṣalāh Jika seseorang berjalan dengan al-Ḥaqq, maka setiap langkahnya menjadi ibadah dan penyaksian (mushāhadah).

7. Al-Ḥaqq sebagai Cermin Tajallī dalam Ahlul Bayt Makna: Para Imam Ma‘ṣūmīn adalah tajallī al-Ḥaqq yang paling sempurna dalam bentuk insani. al-Kāshānī – Tafsīr aṣ-Ṣāfī; Melihat mereka dengan basīrah, berarti melihat al-Ḥaqq yang memanifestasi dalam bentuk manusia (insān al-kāmil).

8. Al-Ḥaqq sebagai Jalan yang Lurus (Ṣirāṭ al-Ḥaqq) Makna: Suluk kepada al-Ḥaqq adalah perjalanan batin di atas ṣirāṭ al-mustaqīm, yang tidak dapat dilalui kecuali dengan ma‘rifah dan wilāyah. Imam Ja‘far aṣ-Ṣādiq (as) – riwayat tafsir “Ṣirāṭ” bukan hanya jalan fisik di akhirat, tapi jalan batin menuju al-Ḥaqq di dunia ini.

9. Al-Ḥaqq sebagai Pusat Tarikan Cinta Ilahiah Makna: Cinta sejati dalam hakikat adalah kepada al-Ḥaqq semata; semua cinta lainnya hanyalah bayangannya. Rūzbihān Baqlī – Sharḥ Shaṭaḥāt Sufi sejati mencintai al-Ḥaqq dalam setiap makhluk, bukan makhluk itu sendiri.

10. Al-Ḥaqq sebagai Daya Penyingkap Hijab Makna: Al-Ḥaqq menyingkap semua ḥijāb (penghalang) antara sālik dan Tuhan. Setiap ma‘ṣiyah dan hawa nafsu adalah ḥijāb dari al-Ḥaqq. Allāmah Ṭabāṭabā’ī (dalam konteks irfan) Bila seseorang terus berjalan di jalan suluk dengan ikhlas dan dzikr, maka Allah akan menyingkap tabir untuknya.

Kesimpulan Umum dari Ahli Makrifat: “Al-Ḥaqq bukan hanya Tuhan yang disembah, tetapi Dia adalah yang disaksikan oleh qalb yang fana. Siapa yang mengenal al-Ḥaqq, maka seluruh ciptaan menjadi cermin-Nya, dan tiada lagi yang lain selain Dia.”

Makna “al-Ḥaqq” menurut ahli hakikat Syiah, yaitu para arif dan sufi yang bermazhab Ahlul Bayt serta menempuh jalan hakikat (ṭarīqah al-ḥaqīqah). Mereka melihat al-Ḥaqq sebagai pusat wujud, tujuan suluk, dan inti agama yang tersembunyi di balik syariat.

1. Al-Ḥaqq adalah Dzat Allah yang Tak Terbatas (al-Ḥaqq al-Muṭlaq)

Sayyid Ḥaydar Āmulī – al-Muḥīṭ al-A‘ẓam Makna: “Al-Ḥaqq” adalah realitas mutlak yang tak tergantung pada apapun. Semua makhluk adalah tajallī (penampakan) dari-Nya dan tidak memiliki wujud independen. Ia adalah pusat segala kebenaran dan keberadaan.

2. Al-Ḥaqq sebagai al-Insān al-Kāmil (Manusia Sempurna) Sayyid Ḥaydar Āmulī Makna: Dalam pandangan hakikat Syiah, Imam Ma‘ṣūm adalah tajallī al-Ḥaqq dalam bentuk manusia, yakni al-insān al-kāmil. Siapa yang mengenal Imam, maka dia mengenal al-Ḥaqq.

3. Al-Ḥaqq sebagai Jalan Wilayah (Tharīq al-Wilāyah) Al-Kāshānī – Tafsīr aṣ-Ṣāfī Makna: Jalan menuju al-Ḥaqq adalah wilayah Ahlul Bayt. Tanpa mengenal Imam, jalan ke al-Ḥaqq adalah ilusi. Suluk hakiki dimulai dengan makrifat Imam dan diakhiri dengan syuhūd al-Ḥaqq.

4. Al-Ḥaqq adalah Asal Segala Sesuatu (Aṣl al-Wujūd) Mulla Ṣadrā – Asfār al-Arba‘ah Makna: Semua eksistensi berasal dari satu sumber: al-Ḥaqq. Makhluk hanyalah derajat-derajat dari tajallī-Nya. Hakikat segala sesuatu adalah “Dia”.

5. Al-Ḥaqq adalah Tujuan Fana dan Baqā’ Imam Khomeini – Adab aṣ-Ṣalāh Makna: Sālik sejati akan fana fi al-Ḥaqq (lenyap dalam-Nya) lalu baqā’ bi al-Ḥaqq (hidup dengan-Nya). Hakikat ibadah adalah menyaksikan dan menyatu dengan al-Ḥaqq, bukan hanya amal lahir.

6. Al-Ḥaqq adalah Sirr Wilayah yang Tersembunyi Shaykh Rajab Bursī – Mashāriq Anwār al-Yaqīn Makna: “Al-Ḥaqq” tersembunyi dalam wilayah batin Ahlul Bayt, dan tak bisa dipahami kecuali oleh qalb yang telah disucikan. Sirr wilayah adalah pintu menuju pengenalan al-Ḥaqq secara batin.

7. Al-Ḥaqq adalah Nur dalam Qalb al-‘Ārif Allāmah Ṭabāṭabā’ī (tafsir dan filsafat) Makna: Al-Ḥaqq memancarkan nur makrifat dalam hati arif sejati. Ketika qalb bersih, ia menjadi cermin al-Ḥaqq. Cahaya ini bukan hanya pengetahuan, tapi penyaksian.

8. Al-Ḥaqq adalah Timbangan Ruhani Sayyid Ḥaydar Āmulī 

Makna: Di Hari Akhirat, timbangan amal adalah al-Ḥaqq – yaitu niat, keikhlasan, dan keterhubungan ruh dengan Dzat. Amal yang tidak ditujukan kepada al-Ḥaqq adalah batil.

9. Al-Ḥaqq sebagai Penyingkap Batil (Ẓuhūr al-Ḥaqq ‘alā al-Bāṭil) Tafsir arifin Syiah – QS. Al-Anbiya: 18 Makna: Al-Ḥaqq adalah kekuatan batin yang menghancurkan batil, baik dalam diri maupun masyarakat. Dalam suluk, ini adalah tahap tazkiyat al-nafs (penyucian jiwa).

10. Al-Ḥaqq adalah Kedekatan Mutlak (Qurb Nafsī Ilā Allāh) Imam Ja‘far aṣ-Ṣādiq (as) – dalam riwayat irfan Makna: Puncak makrifat adalah al-qurb ila al-Ḥaqq, yakni tiada jarak antara hamba dan Tuhan selain keakuan. Siapa yang membuang egonya, maka dia telah bersama al-Ḥaqq.  “Al-Ḥaqq adalah Dzat, adalah Nur, adalah Jalan, adalah Wujud, dan adalah Imam.” Para ‘Ārif Syiah

Kisah dan cerita hikmah yang menggambarkan makna “al-Ḥaqq” menurut ahli hakikat h, disajikan secara naratif dan penuh makna batin:

 1. Kisah Imam Ali (as) dan Si Pencari al-Ḥaqq

Seorang lelaki datang kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) dan bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, di manakah al-Ḥaqq? Apakah ia dalam kata, ataukah dalam perbuatan?” Imam menjawab: “Al-Ḥaqq tidak dalam kata dan tidak pula dalam perbuatan yang tidak bersumber dari Allah. Al-Ḥaqq adalah cahaya yang bila menyinarimu, kau akan melihat semuanya berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya.” Lelaki itu menangis dan berkata: “Lalu siapakah engkau, wahai Ali?” Imam tersenyum: “Aku adalah cermin al-Ḥaqq. Melihatku dengan basirah adalah melihat-Nya dalam kebenaran, bukan dalam bentuk.”

Makna: Al-Ḥaqq bukan sekadar doktrin, tapi nur (cahaya) yang menyinari qalb sehingga mengenal sumber segala wujud.

2. Sayyid Ḥaydar Āmulī dan Pertemuan dengan Guru Ghaib

Dalam buku al-Muḥīṭ al-A‘ẓam, Sayyid Ḥaydar Āmulī menceritakan:

Ketika sedang berzikir dalam kesendirian di malam hari, beliau bermunajat:”Tunjukkan padaku jalan al-Ḥaqq, bukan hanya makna akalnya.” Tiba-tiba muncul seseorang dengan wajah bercahaya yang berkata: “Wahai Ḥaydar, al-Ḥaqq tidak dikenal dengan mata kepala, tetapi dengan mata hati yang jujur. Carilah Imam zamān, karena ia adalah pintu al-Ḥaqq di zamanmu.” Setelah itu sosok itu lenyap. Beliau tersungkur dalam tangis dan memahami bahwa wilāyah adalah kunci dari semua hakikat. Makna: Pencarian al-Ḥaqq selalu berujung pada makrifat terhadap Imam dan wilayah.

3. Imam Ja‘far aṣ-Ṣādiq (as) dan Murid yang Mengaku Mencintai Allah Seorang murid berkata kepada Imam aṣ-Ṣādiq (as): “Aku mencintai al-Ḥaqq dan menginginkan hanya Dia.” Imam menatapnya dan bertanya: “Sudahkah engkau menolak dunia, mencintai orang miskin, menanggung kesusahan demi Allah, dan melepaskan egomu?” Murid itu terdiam. Imam bersabda: “Itulah syarat-syarat bagi pencari al-Ḥaqq. Cinta bukan ucapan, tapi fana’ dalam kehendak-Nya.” Makna: Al-Ḥaqq tidak bisa diraih tanpa penolakan terhadap keinginan-nafsu dan keterikatan dunia.

4. Arif Syiah dan Cermin yang Retak Seorang arif (anonim) duduk di hadapan muridnya sambil memegang cermin retak. Ia berkata: “Wahai anakku, begitulah qalb kita sebelum dibersihkan: retak, buram, dan penuh debu. Bagaimana al-Ḥaqq akan tampak jika wajah-Nya dicermin oleh hati yang rusak?” Ia kemudian berzikir dan meneteskan air mata. Dalam dzikirnya, ia berkata: “Ya al-Ḥaqq, bersihkan cermin hatiku agar aku hanya melihat Engkau dalam segala sesuatu.”

Makna: Untuk menyaksikan al-Ḥaqq, qalb harus dibersihkan dari debu dunia.

5. Kisah Pemuda Sufi dan Penjual Anggur Seorang pemuda sufi sedang haus dan melihat penjual anggur. Ia berkata: “Wahai penjual, aku haus akan al-Ḥaqq.” Penjual itu tertawa dan berkata: “Aku hanya punya anggur. Tapi jika kau minum dengan nama-Nya, maka setiap tegukan adalah dari-Nya.” Sufi itu terdiam, lalu berkata: “Segala sesuatu bisa menjadi al-Ḥaqq jika disaksikan dengan basirah.”

Makna: Al-Ḥaqq hadir dalam segala hal, bahkan yang biasa, jika qalb terhubung kepada-Nya.

6. Imam Khomeini dan Doa di Tengah Malam Dalam buku Sirr aṣ-Ṣalāh, Imam Khomeini menceritakan bahwa setiap malam ia berdiri dalam gelap, bersujud dan hanya mengucapkan satu kalimat: “Anta al-Ḥaqq, wa lā ḥaqqa illā Anta.”(Engkaulah al-Ḥaqq, dan tiada yang benar kecuali Engkau.) Ia berkata: “Dalam kalimat itu terkandung seluruh suluk. Tidak ada makhluk, tidak ada diri, hanya ada Dia.”

Makna: Makrifat sejati bermuara pada pengakuan total bahwa hanya Allah-lah yang haq.

7. Seorang Arif dan Daun yang Jatuh Seorang arif Syiah sedang berjalan di hutan dan melihat sehelai daun jatuh dari pohon. Ia menunduk dan menangis. Seorang murid bertanya, Kenapa engkau menangis hanya karena sehelai daun?” Sang arif menjawab: “Karena daun ini tidak jatuh kecuali dengan izin al-Ḥaqq. Dan aku merasa jauh dari-Nya yang mengatur daun ini tanpa lupa.” Makna: Al-Ḥaqq adalah kehendak yang halus dan menyeluruh—ia tampak dalam segala gerak makhluk, bahkan daun yang jatuh.

8. Imam Ali Zainal Abidin (as) dan Hamba yang Mencari Keadilan

Seorang hamba dipukul oleh tuannya dan mengadu kepada Imam Ali Zainal Abidin (as): “Tidakkah engkau menegakkan al-Ḥaqq? Imam berkata lembut: “Al-Ḥaqq bukan sekadar membalas kezaliman. Al-Ḥaqq adalah mengangkat kehormatan yang tertindas dan menyadarkan yang zalim. Mari kita ubah hatinya dengan kasih, bukan dengan kebencian.” Makna: Al-Ḥaqq bukan hanya hukum lahir, tapi juga hikmah batin untuk menghidupkan jiwa-jiwa yang mati.

9. Mulla Ṣadrā dan Keheningan di Kuburan Mulla Ṣadrā duduk lama di pemakaman, merenungi keheningan dan tanah yang diam.

Ketika ditanya oleh seorang murid, ia menjawab: “Di sinilah al-Ḥaqq paling nyata, karena semua batil telah runtuh. Hanya Dia yang tetap hidup. Semua wujud palsu kembali kepada-Nya.” Makna: Dalam kematian, terbukalah tirai-tirai batil. Al-Ḥaqq tetap berdiri, sedangkan segala bayang-bayang lenyap.

10. Imam Musa al-Kazhim (as) dalam Penjara Dalam kegelapan penjara, Imam Musa al-Kazhim (as) terdengar berbisik di malam hari: “Ya al-Ḥaqq, aku tidak pernah merindukan kebebasan selain berada dalam kurungan-Mu. Selagi Engkau bersamaku, maka inilah ruang yang paling lapang.”

Makna: Al-Ḥaqq adalah kedekatan dengan Allah, bukan kebebasan fisik. Bahkan di penjara, jika hati bersama-Nya, maka itulah surga ruhani.

Manfaat mengenal dan terhubung dengan “al-Ḥaqq” (Yang Maha Benar) menurut para arif dan ahli hakikat, beserta doa-doa pendek untuk tiap manfaatnya — agar menjadi zikir dan amalan bagi yang menempuh jalan makrifat:

1. Hati Menjadi Tenang dan Yakin

Manfaat: Mengenal al-Ḥaqq menjadikan hati mantap dan tidak tergoyahkan oleh dunia.

اللّهُمَّ اجْعَلْ قَلْبِي مُطْمَئِنًّا بِالْحَقِّ

“Ya Allah, jadikan hatiku tenang dengan kebenaran-Mu.”

2. Terhindar dari Kebatilan dan Kesesatan Manfaat: Siapa yang mengenal al-Ḥaqq tidak akan tertipu oleh kepalsuan dunia.

اللّهُمَّ أَرِنِي الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنِي اتِّبَاعَهُ

“Ya Allah, perlihatkan padaku kebenaran sebagai kebenaran, dan karuniakan padaku taufik untuk mengikutinya.”

3. Mendapat Cahaya Makrifat dalam Qalb Manfaat: Al-Ḥaqq memancarkan nur makrifat dalam hati yang ikhlas.

اللّهُمَّ نَوِّرْ قَلْبِي بِنُورِ الْحَقِّ

“Ya Allah, terangilah hatiku dengan cahaya kebenaran-Mu.”

4. Dikuatkan dalam Ibadah dan Ujian Manfaat: Siapa yang bersama al-Ḥaqq, tidak akan goyah dalam kesulitan.

اللّهُمَّ ثَبِّتْنِي عَلَى الْحَقِّ فِي كُلِّ حَالٍ

“Ya Allah, teguhkan aku di atas kebenaran dalam setiap keadaan.”

5. Mendekat kepada Ahlul Bayt (as) sebagai Tajalli al-Ḥaqq Manfaat: Makrifat terhadap al-Ḥaqq membuka jalan menuju makrifat Imam.

اللّهُمَّ عَرِّفْنِي نَفْسَكَ، فَإِنَّكَ إِنْ لَمْ تُعَرِّفْنِي نَفْسَكَ لَمْ أَعْرِفْ نَبِيَّكَ

“Ya Allah, kenalkan aku kepada Diri-Mu. Jika tidak, aku tak akan mengenal Nabi-Mu.”

6. Memperoleh Perlindungan dari Kebingungan Manfaat: Hamba yang bersama al-Ḥaqq tidak tersesat di tengah banyak jalan.

اللّهُمَّ اجْعَلْنِي فِي سَبِيلِ الْحَقِّ وَاحْفَظْنِي مِنَ الضَّلَالِ

“Ya Allah, jadikan aku dalam jalan kebenaran dan lindungilah aku dari kesesatan.”

7. Dihilangkan Tabir dari Basirah (Pandangan Hati) Manfaat: Al-Ḥaqq menyingkap hijab batin sehingga qalb dapat menyaksikan.

اللّهُمَّ اكْشِفْ لِي حُجُبَ الظُّلْمَةِ 

حَتَّى أُبْصِرَ بِنُورِ الْحَقِّ

“Ya Allah, bukakan bagiku tirai-tirai kegelapan, agar aku dapat melihat dengan cahaya al-Ḥaqq.”

8. Merasakan Kehadiran Allah dalam Segala Sesuatu Manfaat: Segala ciptaan tampak sebagai tajalli al-Ḥaqq, bukan penghalang.

اللّهُمَّ أَرِنِي وُجُودَكَ فِي كُلِّ شَيْءٍ

“Ya Allah, tampakkan kepadaku keberadaan-Mu dalam segala sesuatu.”

9. Terhindar dari Nafsu dan Egoisme Manfaat: Mencintai al-Ḥaqq membuat hati membenci kebohongan ego.

اللّهُمَّ أَمِتْ أَنَانِيَّتِي وَأَحْيِنِي بِالْحَقِّ

“Ya Allah, matikan egoku dan hidupkan aku dengan kebenaran-Mu.”

10. Mendapat Maqam Fana’ fi al-Ḥaqq (Lenyap dalam-Nya)

Manfaat: Puncak suluk adalah fana dalam al-Ḥaqq dan hidup hanya bagi-Nya.

اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِمَّنْ فَنِيَ عَنْ نَفْسِهِ وَبَقِيَ بِكَ

“Ya Allah, jadikan aku termasuk orang yang fana dari dirinya dan baqā’ bersama-Mu.”


Doa ‘Adilah (Doa Penolong Menyongsong Sakaratul  Maut)

Fakhr Al-Muhaqiqqin berkata: “Barangsiapa ingin selamat dari godaan setan di saat menyongsong kematian, hendaklah ia mendatangkan dalil-dalil keimanan serta dasar-dasar ajaran Islam dengan argumen-argumen yang tangguh dan jiwa yang bening dan bersih”. 

Menurut perkataan manusia mulia tersebut membaca doa adilah dan menghadirkan artinya di dalam benak sangat bermanfaat untuk mendapatkan keselamatan dari kekufuran di saat menyongsong kematian. Dia mengatakan bahwa telah diriwayatkan dalam doa-doa yang masyhur yaitu doa:

Allâh innî a’ûdzubika minal ‘adîlati ‘indal maut

Ya Allah aku memohon perlindungan darimu dari ‘adilah’ (keadilan-Mu/balasan dari semua kesalahanku) ketika datangnya sakaratul maut.

Arti ‘adilah’ ketika sakaratul maut yaitu; ‘Kebingungan dan keraguan dalam menentukan kebenaran dan kebatilan di saat sakaratul maut (tentang Tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dan ahlul Bayt Nabi saw sebagai pelanjut Rasulallah saw). 

Karena setan akan datang pada saat orang sakaratul maut yang akan membisikan keraguan akan kebenaran agama yang diimani hingga dapat menyebabkan hilangnya iman dari dada hamba yang sedang sakaratul maut tsb. 

Oleh karenanya telah diriwayatkan suatu doa penolong sakaratul maut di bawah ini. 

Dengan asma Allah Yang Mahakasih dan Mahasayang, Ya Allah sampaikan sholawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, Allah telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Dia, malaikat dan para pemilik ilmu telah melaksanakan keadilan, tiada tuhan kecuali Dia, Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana, hanya Islam sebagai agama di sisi Allah

Dan aku hamba yang lemah, pendosa, pembuat maksiat, yang butuh, dan yang hina.  Aku bersaksi pada Pemberi nikmatku, Penciptaku, Pemberi rizkiku, dan Yang memuliakanku, sebagaimana Dia bersaksi bagi dirinya sendiri, dan malaikat, para pemilik ilmu dari hambanya yang telah bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Dia, 

Pemilik nikmat-nikmat dan kebaikan-kebaikan, kedermawanan dan karunia, Yang Kuasa azali, Yang Pengetahu Abadi, Yang Hidup Satu, Yang Ada selama-lamanya, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berkehendak, Maha Pencegah, Maha Penggapai, Maha Tempat bersandar Yang berhak memiliki sifat-sifat ini, dan Ia seperti apa adanya dengan kemuliaan sifat-sifat-Nya, Dia kuat sebelum adanya  kekuasaan dan kekuatan, Dia Mengetahui sebelum diciptakan nya ilmu dan sebab, senantiasa Penguasa walau tidak ada kekuasaan dan harta, senantiasa Suci pada seluruh keadaan

Adanya, sebelumnya sebelum pada akhirnya akhir, ketetapannya setelahnya setelah tanpa berpindah dan sirna Maha Kaya di awal dan di akhir, tidak butuh dalam batin dan dhahir tidak ada kezaliman pada putusan-Nya, tiada ada kecondongan pada kehendak-Nya, tiada kezaliman pada takdir-Nya, tiada tempat lari dari hukuman-Nya, tiada tempat berlindung dari kekuasaan-Nya, tiada selamat dari siksa-Nya, 

Rahmat-Nya mendahului marah-Nya tiada melewatkan seorang pun yang memintanya, mengangkat sebab-sebab pada kewajiban, dan menyamakan taufik bagi si lemah dan si mulia, memungkinkan pelaksanaan perintah-Nya,  memudahkan jalan untuk menjauhkan larangan-Nya, tidak mewajibkan kecuali memberi keluasan dan kekuatan, 

Maha Suci Dia, betapa jelasnya kemurahan-Nya, Betapa tingginya urusan-Nya, Maha Suci Dia, alangkah mulianya yang dihasilkan-Nya, alangkah agungnya kebaikan-Nya, Dia mengutus para nabi untuk menerangkan keadilan-Nya,  menobatkan para wasi untuk menampakkan kekuasaan-Nya dan kemurahannya dan Dia menjadikan kita sebagai umat bagi pemimpin para nabi, paling baiknya para wali, paling mulianya para sufi, paling tingginya para orang suci,  Muhammad saw kami beriman padanya dan apa yang diserunya kepada kami, dan Al-quran yang diturunkan padanya, pada wasinya yang dinobatkan pada hari Ghadir, dan mengisyaratkan dengan sabdanya Inilah Ali. Aku bersaksi bahwa, para imam yang suci, para pengganti yang terpilih setelah rasul yang terpilih, Ali penghina para orang kafir, dan pemimpin setelahnya yaitu putranya Hasan bin Ali, kemudian saudaranya, cucu (Rasulallah saaw) yang mengikuti keridhaan Allah yaitu Husain, kemudian Al-Abid (ahli ibadah) Ali, selanjutnya Al-Baqir Muhammad, begitupula As-Shadiq Ja’far, setelahnya Al-Kadzim Musa, juga Al-Ridha Ali, berikutnya Al-Taqi Muhammad, setelahnya Al-Naqi Ali, 

Al-Zaki Al-Askari Hasan, dan Al-Hujjah yang akhir dan masih memimpin Al-Muntazar Al-Mahdi yang diharapkan, kekal dunia ini dengan keberadaannya, diberi rezeki para makhluk karenanya, langgenglah bumi dan langit dengannya, karenya Allah memenuhi bumi dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman

Aku bersaksi bahwa kata-kata mereka adalah hujjah, melakukan perintah mereka dalam kebajikan adalah kewajiban, ketaatan pada mereka adalah kewajiban, mencintai mereka adalah keharusan dan dituntut, mengikuti mereka adalah keselamatan, berpaling dari mereka adalah kesengsaraan, merekalah pemimpin para penduduk surga seluruhnya, pemberi syafaat pada Hari yang dijanjikan, para pemimpin penduduk bumi  dengan sebenar-benarnya, paling mulianya para wasi (kekasih) yang diridhai. 

Aku bersaksi bahwa mati adalah benar, masalah kubur adalah benar, 
kebangkitan adalah benar,  pengumpulan adalah benar, sirath adalah benar, timbangan adalah benar, hisab adalah benar, kitab adalah benar, surga adalah benar, 
neraka adalah benar, dan tidak diragukan lagi Hari pembalasan akan datang, dan Allah akan membangitkan para ahli kubur.

Ya Allah! Kemuliaanmu adalah harapanku, kemurahan dan rahmat-Nya adalah impianku, tiada ada perbuatanku yang aku berhak mendapatkan surga karenanya,  tidak ada ketaatan yang aku berhak mendapatkan Ridwan sebabnya, 

hanya saja aku percaya akan ke-Esaan dan keadilan-Mu, Daku mengharapkan kebaikan dan kemuliaan-Mu, dan aku meminta syafaat pada Nabi kami Muhammad saw beserta keluarganya yang kau cintai, Engkau Maha Pemurah di antara para pemurah, Maha Pengasih di antara pengasih. 

Shalawat Allah atas Nabi kami Muhammad saw beserta keluarganya yang suci, dan salam sejahtera sebanyak-banyaknya, 

tidak ada kemampuan dan kekuatan kecuali milik Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia. Wahai Yang Paling Pengasih di antara para pengasih, 

Daku menitipkan keyakinanku padamu ini, dan ketetapan agamaku, dan Engkau sebaik-baiknya tempat penitipan, dan Engkau telah memerintahkanku untuk menjaga pesan-pesan, maka kembalikanlah padaku pada waktu datangnya kematianku, dengan rahmat-Mu 
Duhai Yang Paling Pemurah di antara para pemurah”. 

(Dikutip dari Kitab Mafatihul Jinan 137-139)


Semoga bermanfaat!!!!
Mohon Doa!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Amalan Akhir & Awal Tahun ; Amalan Bulan Muharram ; Ziarah Imam Husein as dan Syuhada Karbala

Doa-doa Cepat Terkabul (Sari’ Al-Ijaabah) Dari; Imam Ali as dan Imam Musa as

Doa Pendek untuk Semua Penyakit