Inilah Jihad Terbesar yang Dilupakan Umat Islam—Imam Khomeini Bongkar Kebenarannya!
Jihad Akbar: Transformasi Spiritual Sebagai Inti Perjuangan dalam Perspektif Ahlulbait
Pendahuluan
Konsep jihad sering disalahpahami sebagai hanya mencakup perang fisik, padahal dalam tradisi Islam, terutama dari perspektif Ahlulbait, jihad memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Imam Khomeini, seorang faqih dan marja' terkemuka dari mazhab Ahlulbait, melalui karya monumentalnya Jihad Akbar, mengangkat kembali makna asli jihad sebagai upaya melawan hawa nafsu, sebuah perjuangan spiritual yang menjadi landasan segala bentuk jihad lainnya. Dalam esai ini, akan dianalisis pemikiran Imam Khomeini mengenai jihad akbar dalam konteks spiritual, sosial, dan politik, dengan menekankan pada akar-akar ajaran Ahlulbait sebagai fondasinya.
Makna Jihad Akbar dan Landasannya dalam Ajaran Ahlulbait
Jihad Akbar, menurut Imam Khomeini, merupakan perjuangan melawan hawa nafsu dan pembinaan diri secara spiritual, yang merupakan jihad paling berat dibanding jihad fisik (jihad ashghar). Hadis terkenal dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh para Imam Ahlulbait menyatakan bahwa sepulang dari peperangan, Rasulullah bersabda: "Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar"¹. Ini menandakan bahwa perjuangan melawan ego dan dorongan rendah diri manusia adalah tugas berat yang tidak pernah selesai.
Bagi Imam Khomeini, jihad akbar adalah prasyarat untuk jihad sosial dan politik. Seseorang yang belum menaklukkan hawa nafsunya tidak layak memimpin umat, karena kepemimpinan memerlukan integritas moral dan kesucian batin yang tinggi².
Ulama Sebagai Pilar Jihad Akbar
Imam Khomeini sangat menekankan tanggung jawab moral para ulama sebagai pewaris Nabi dan sebagai figur sentral dalam membina umat. Dalam pandangan beliau, ulama bukan sekadar pengajar ilmu, tetapi harus menjadi contoh teladan dalam akhlak dan spiritualitas³. Para ulama yang tidak membersihkan jiwanya dari kecintaan dunia akan menjadi penyebab penyimpangan umat, bahkan lebih berbahaya daripada orang awam yang sesat⁴.
Hal ini sangat sesuai dengan ajaran Imam Ali bin Abi Thalib (as) yang berkata: "Sesungguhnya kerusakan umat ini adalah karena ulama yang menyimpang dan orang bodoh yang mengaku alim"⁵. Oleh karena itu, pendidikan keilmuan harus seimbang dengan tarbiyah akhlakiah dan spiritual.
Pesantren dan Hauzah: Krisis Pendidikan Rohani
Dalam Jihad Akbar, Imam Khomeini menyampaikan keprihatinannya terhadap pesantren dan hauzah yang mulai kehilangan arah dalam pendidikan rohani. Ia mengkritik pendekatan yang menekankan ilmu fikih dan ushul tanpa menyertakan pembinaan akhlak dan spiritualitas⁶. Menurut beliau, jika pendidikan Islam tidak lagi menanamkan akhlak dan jihad melawan nafsu dalam diri para pelajarnya, maka lulusan hauzah justru akan menjadi "musuh dalam selimut" bagi Islam.
Kritik ini sejajar dengan pandangan Imam Ja'far ash-Shadiq (as) yang menegaskan bahwa ilmu yang tidak diiringi dengan amal hanya akan menjadi beban di akhirat⁷. Imam Khomeini menekankan bahwa pusat pendidikan Islam harus menjadi benteng ruhani yang mencetak manusia paripurna, bukan sekadar ahli hukum.
Kecintaan Dunia dan Perpecahan Umat
Salah satu tema penting dalam Jihad Akbar adalah bahaya kecintaan terhadap dunia (hubb al-dunya). Imam Khomeini menyatakan bahwa sumber utama perpecahan umat, kerusakan moral ulama, dan kegagalan jihad politik adalah karena kecintaan terhadap kekuasaan, kedudukan, dan materi⁸. Pandangan ini sepenuhnya selaras dengan sabda Rasulullah SAW: "Cinta dunia adalah pangkal segala dosa"⁹.
Dalam sejarah Islam, tragedi terbesar seperti Karbala terjadi karena para pemuka agama dan politik yang menjual agamanya demi kekuasaan. Dalam konteks ini, Imam Khomeini mengajak umat untuk mengambil pelajaran dari Imam Husain (as), yang memperjuangkan keadilan dengan mengorbankan segala sesuatu di jalan Allah¹⁰.
Jihad Akbar sebagai Pondasi Jihad Politik
Bertolak dari perjuangan rohani ini, jihad politik menjadi cabang dari jihad akbar. Imam Khomeini menolak gagasan pemisahan antara spiritualitas dan politik. Dalam pandangannya, Islam adalah sistem sempurna yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dan para pemimpinnya haruslah orang-orang yang telah menjalani proses jihad akbar dengan serius¹¹.
Kepemimpinan Islam dalam visi Khomeini tidak bisa diserahkan kepada orang yang belum menundukkan hawa nafsunya. Karena itu, prinsip wilayat al-faqih yang beliau perkenalkan adalah perpanjangan dari konsep imamah dalam mazhab Ahlulbait: kepemimpinan harus berada di tangan orang yang alim, adil, dan suci jiwanya¹².
Bahaya Ulama Sū’ dan Dampaknya bagi Umat
Imam Khomeini menyebutkan dalam Jihad Akbar bahwa kerusakan terbesar dalam agama justru datang dari ulama su’ (jahat), yaitu mereka yang menjadikan ilmu sebagai alat mencari dunia, kedudukan, dan pengaruh¹³. Dengan mengutip hadis-hadis dari Imam Shadiq dan Imam Ali (as), beliau memperingatkan bahwa ulama yang demikian tidak hanya menyesatkan dirinya, tetapi juga umatnya.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq (as), disebutkan bahwa "ulama yang tidak mengamalkan ilmunya adalah seperti lilin yang membakar dirinya sendiri dan menerangi orang lain"¹⁴. Namun dalam realitas sosial-politik, ulama seperti ini seringkali menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan zalim, sebagaimana para mufti yang mendukung rezim diktator.
Urgensi Pembinaan Diri Sejak Dini
Dalam bagian awal bukunya, Imam Khomeini menasihati para pelajar di hauzah agar memanfaatkan masa muda untuk membersihkan jiwa. Ia menyatakan bahwa waktu belajar di madrasah adalah fase emas untuk melakukan transformasi rohani, karena ketika sudah tenggelam dalam masyarakat, kesibukan dunia akan sangat sulit dihindari¹⁵.
Nasihat ini sangat sesuai dengan ajaran Imam Muhammad al-Baqir (as) yang mengatakan bahwa "ilmu adalah cahaya, dan cahaya tidak diberikan kepada pendosa"¹⁶. Dengan kata lain, akhlak dan kesucian batin adalah pintu bagi ilmu yang bermanfaat dan membawa barakah.
Kritik Terhadap Struktur Sosial dan Politik yang Zalim
Imam Khomeini juga memberikan kritik tajam terhadap pemerintahan zalim dan struktur sosial yang korup. Dalam Jihad Akbar, beliau menyatakan bahwa pemerintahan yang menindas rakyat, merampas hak-hak mereka, dan menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan adalah musuh Allah dan Rasul-Nya¹⁷. Dalam pandangan Ahlulbait, menegakkan keadilan adalah bagian dari jihad dan amar ma’ruf nahi munkar.
Imam Ali (as) dalam Nahjul Balaghah berulang kali menekankan bahwa pemerintah adalah amanah ilahi yang tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau keluarga¹⁸. Pemimpin harus menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa atas mereka.
Jihad Akbar sebagai Proyek Peradaban Islam
Imam Khomeini menutup gagasan jihad akbarnya dengan keyakinan bahwa peradaban Islam hanya dapat dibangun di atas fondasi individu-individu yang telah menyucikan jiwanya. Perubahan sosial-politik tidak akan berhasil tanpa perubahan batin dan moral. Inilah mengapa beliau menyebut bahwa revolusi Islam Iran adalah revolusi spiritual, bukan sekadar politik¹⁹.
Sejalan dengan Imam Zainal Abidin (as) dalam Sahifah Sajjadiyyah, pembangunan masyarakat yang adil dan spiritual dimulai dari pembentukan individu yang mengenal dirinya dan Tuhannya²⁰.
Kesimpulan
Jihad Akbar karya Imam Khomeini merupakan manifesto spiritual dan politik yang mendalam, berakar kuat dalam ajaran Ahlulbait. Melalui penekanan pada jihad melawan hawa nafsu, beliau mengingatkan bahwa transformasi sosial dan politik sejati hanya mungkin terjadi apabila didahului oleh transformasi batin. Para ulama, sebagai pewaris Nabi, memegang tanggung jawab besar dalam memimpin umat, tetapi mereka hanya layak memimpin apabila telah melewati jihad akbar dalam dirinya.
Dalam dunia yang semakin materialistik dan terasing dari nilai-nilai spiritual, pesan jihad akbar menjadi sangat relevan. Ia mengajak setiap individu untuk tidak hanya berpikir tentang perubahan eksternal, tetapi juga pembenahan internal. Inilah jihad yang sejati, jihad para Nabi dan Imam, jihad yang memanusiakan manusia.
1. Al-Kulaini, al-Kafi, Jilid 2, hal. 77.
2. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 9.
3. Ibid., hal. 15.
4. Ibid., hal. 23.
5. Nahjul Balaghah, Khutbah ke-87.
6. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 11.
7. Al-Kulaini, al-Kafi, Jilid 1, hal. 44.
8. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 45.
9. Ibid., hal. 29.
10. Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, Jilid 44, hal. 329.
11. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 31.
12. Ibid., hal. 33.
13. Ibid., hal. 25.
14. Al-Kulaini, al-Kafi, Jilid 1, hal. 59.
15. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 13.
16. Al-Kulaini, al-Kafi, Jilid 1, hal. 40.
17. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 7.
18. Nahjul Balaghah, Surat kepada Malik al-Ashtar.
19. Khomeini, Jihad Akbar, hal. 37.
20. Imam Ali Zainal Abidin, Sahifah Sajjadiyyah, Doa ke-20.
Baca dan download Ebook "Jihad Akbar" di sini: https://drive.google.com/file/d/1Z1jt_7-75XulmViQkpwqhVIckqe4PvVZ/view
Dapatkan Ebook Islam Gratis ikuti WA Gorup "Komunitas YBM": https://chat.whatsapp.com/LBPs7jSExfB3ELYg6tq87I
#JihadAkbar #ImamKhomeini #Ahlulbait #SpiritualJihad #PerjuanganDiri #IslamicValues #Akhlak #SelfDiscipline #MelawanNafsu #JihadNafs #IlmuDanAkhlak #PemimpinUmat #UlamaBersih #RevolusiIslam #IslamicLeadership #KepemimpinanIslam #IlmuTanpaAmal #IslamicSpirituality #UlamaAhlulbait #ShiaIslam #PendidikanRohani #Pesantren #Madrasah #Tarbiyah #JihadSejati #DakwahRohani #PerbaikiDiri #IslamicMorals #PemudaMuslim #IslamicRevolution
Comments
Post a Comment