Makna; Fauzan Azhiim (kemenangan yang besar) QS [44]: 57

 Makna mendalam dari ayat:
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(Sebagai karunia dari Tuhanmu. Itulah kemenangan yang besar)
— Surah Ad-Dukhān [44]: 57

1. Puncak Pemberian Ilahi : Ayat ini menunjukkan bahwa segala keberuntungan dan keselamatan abadi bukan hasil usaha semata, tapi merupakan karunia (فضل) dari Allah. Bahkan surga sekalipun tidak bisa dibeli dengan amal.

2. Kemenangan yang Hakiki : Kemenangan sejati menurut Allah bukan harta, kekuasaan, atau popularitas dunia, tetapi selamat dari neraka dan memperoleh keridhaan Allah.

3. Kasih Sayang Ilahi Melampaui Keadilan;”Fadhlan” menandakan bahwa Allah memberi lebih dari yang pantas kita terima—rahmat-Nya lebih luas daripada keadilan-Nya.

4. Penegasan Bahwa Surga Bukan Hak, Tapi Anugerah; Ayat ini membatalkan anggapan sebagian manusia bahwa surga adalah imbalan otomatis dari amal. Tidak, ia adalah anugerah penuh cinta dari Tuhan.

5. Kemenangan yang Tak Tertandingi ; Kalimat ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ adalah penegasan bahwa tidak ada kemenangan lain yang lebih besar dari ini. Ini adalah ultimate success.

6. Peringatan bagi yang Terlena Dunia; Dengan menyebut kemenangan akhirat sebagai “al-fawz al-‘aẓīm”, ayat ini secara halus menyadarkan bahwa segala keberhasilan dunia adalah kecil bila dibandingkan dengan keselamatan akhirat.

7. Isyarat akan Kedekatan Rahmat Allah; Kalimat “min rabbik” menunjukkan bahwa karunia itu langsung datang dari Tuhanmu, bukan dari perantara atau usaha makhluk. Rahmat-Nya dekat dan langsung.

8. Pilar Harapan dalam Doa dan Amal; Ayat ini menjadi pegangan para salik dan pencari Tuhan untuk selalu mengandalkan fadhl Allah, bukan semata-mata amal. Ia menjadi dasar spiritual tawakkul dan khauf-raja’.

9. Fadhl Sebagai Tujuan Hakiki
Tujuan hakiki kehidupan bukan sekadar amal dan pahala, tapi mencapai fadhl Allah, karena itu adalah tanda kedekatan, cinta, dan penerimaan dari-Nya.

10. Makna Kemenangan bagi Ahli Hakikat ; Menurut ahli makrifat, “al-fawz al-‘aẓīm” bukan hanya masuk surga, tapi mengenal Allah (ma‘rifatullah). Karena itulah anugerah dan keberuntungan tertinggi, dan itulah hakikat surga bagi arwah yang ‘ārif.


Makna ayat;
 فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ berdasarkan penjelasan Al-Qur’an sendiri (tafsīr al-Qur’ān bi al-Qur’ān):

1. Karunia Allah adalah penyebab keselamatan di akhirat;فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ 
menunjukkan bahwa segala nikmat akhirat, termasuk surga, adalah karunia, bukan semata-mata balasan amal.
🔹 Pendukung dari ayat lain: وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا
“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak seorang pun dari kamu akan bersih (dari dosa)…” (QS. An-Nur: 21)

2. Fadhl Allah lebih besar dari amal manusia ; Allah menyebut ampunan dan fadhl sebagai anugerah melebihi semua amal.
🔹 Pendukung:
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
(QS. Al-Baqarah: 105)
Allah memiliki karunia yang agung — lebih dari yang bisa dicapai amal.

3. Keselamatan dari neraka = kemenangan besar; Ayat ini menegaskan bahwa selamat dari siksa dan masuk surga adalah kemenangan sejati.
🔹فَمَن زُحْزِحَ عَنِ 
النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
QS. Ali ‘Imran: 185)”Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, sungguh ia telah menang.”

4. Fadhl sebagai sumber ridha Allah; Karunia Allah adalah tanda bahwa Allah meridhai hamba-Nya.
رِّضْوَانٌ مِّنَ اللَّهِ أَكْبَرُ
(QS. At-Taubah: 72)”Keridhaan dari Allah adalah lebih besar.”

5. Kemenangan besar bukan materi dunia; Al-Qur’an membedakan antara keberhasilan dunia dan
 “الفوز العظيم”. 
Yang sejati adalah keberhasilan akhirat. إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي مَقَامٍ أَمِينٍ… 
‎ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(QS. Ad-Dukhan: 51–57)

6. Fadhl adalah balasan dari keimanan dan amal saleh; Meski amal manusia terbatas, fadhl Allah diberikan atas keimanan yang benar dan kesabaran.
جَزَاءً مِّن رَّبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا
(QS. An-Naba’: 36)
“Sebagai balasan dari Tuhanmu, pemberian yang cukup.”

7. Hanya hamba-hamba yang dipilih yang mendapat fadhl; Bukan semua orang mendapat “fadhl”, melainkan mereka yang dipilih dan disucikan.
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا
(QS. Fatir: 32)

8. Kemenangan besar = kenikmatan abadi di surga; Dalam ayat sebelumnya (QS. Ad-Dukhan: 55–56), disebutkan bahwa kenikmatan surga abadi dan tak terputus, lalu ditutup dengan ayat ini sebagai penegasan. “Itulah kemenangan yang besar.” (فَوْزٌ عَظِيمٌ)

9. Fadhl sebagai bentuk cinta Allah Al-Qur’an menunjukkan bahwa fadhl bukan sekadar pemberian, tapi bukti cinta dan kedekatan Allah.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
(QS. Al-Baqarah: 269)

10. Fadhl dan kemenangan adalah tujuan akhir manusia; Keseluruhan perjalanan hidup manusia dalam Al-Qur’an ditutup dengan harapan: mendapat fadhl Allah dan mencapai al-fawz al-‘azhim.
لِمِثْلِ هَٰذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ
(QS. As-Saffat: 61)
“Untuk yang seperti inilah, hendaknya para pekerja bekerja.”


Makna ayat;
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
menurut hadis-hadis Nabi (saw) dan Ahlul Bait (as):

1. Surga adalah anugerah, bukan imbalan; Dalam hadis disebutkan:
قال رسول الله (ص):
لن يدخل أحدكم الجنة بعمله.
‏Mereka berkata: Bahkan engkau wahai Rasulullah? Beliau menjawab: ولا أنا، إلا أن يتغمدني الله برحمته وفضله.
Tak seorang pun masuk surga karena amalnya.” Mereka bertanya: “Bahkan engkau wahai Rasulullah?”Beliau bersabda: “Bahkan aku juga, kecuali bila Allah meliputiku dengan rahmat dan karunia-Nya.”
🟢 (Sahih Muslim, Kitab al-Birr) → Makna ayat: Semua keberuntungan (al-fawz al-‘azīm) adalah karena fadhl (karunia) Allah, bukan karena usaha murni hamba.

2. Fadhl = kasih sayang-Nya yang mendahului murka-Nya
قال رسول الله (ص):
سبقت رحمتي غضبي
“Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku.”
🟢 (Sahih Bukhari dan Muslim)
→ Makna ayat: Fadhl dalam ayat ini adalah manifestasi rahmat Allah yang mengalahkan murka-Nya, sehingga itulah kemenangan besar.

3. Fadhl Allah adalah ampunan atas dosa    :قال أمير المؤمنين (ع)
لو لم يتفضل الله على عباده لما نجا أحد من النار.
“Seandainya Allah tidak memberi karunia kepada hamba-Nya, niscaya tak ada satu pun yang selamat dari neraka.”
🟢 (Nahj al-Balaghah, Hikmah 107)
→ Makna ayat: Selamat dari neraka dan masuk surga adalah fadhl, bukan upah amal.

4. Kemenangan terbesar adalah ridha Allah dan perjumpaan dengan-Nya
قال الإمام الصادق (ع):
ما فاز من فاته رضا الله.
“Tidak menang orang yang kehilangan ridha Allah.”
🟢 (Bihar al-Anwar, j.78, h.162)
→ Makna ayat: Al-fawz al-‘azīm bukan sekadar surga fisik, tetapi ridha dan kedekatan dengan Tuhan.

5. Fadhl = naungan khusus Allah di Hari Kiamat    : قال النبي (ص)
سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله…
“Tujuh golongan akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya…”(Muttafaqun ‘Alayh) → Makna ayat: Fadhl-Nya berupa perlindungan-Nya di Hari Mahsyar, inilah bagian dari kemenangan besar.

6. Kemenangan besar adalah selamat dari fitnah kubur dan akhirat;   قال الإمام الباقر (ع)
إنما الفلاح في النجاة من عذاب القبر ويوم الحساب.
“Sesungguhnya kemenangan sejati adalah selamat dari azab kubur dan hari perhitungan.”
🟢 (Tafsir al-‘Ayyashi, j.2, h.277)

7. Fadhl adalah syafaat Nabi dan Ahlul Bait (as)  :قال رسول الله (ص
شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي.
“Syafaatku adalah untuk orang-orang besar dosanya dari umatku.”
🟢 _(Tirmidzi, Ahmad) → Makna ayat: Fadhl Allah dalam ayat ini mencakup syafaat Rasul dan Ahlul Bait, yang membawa seseorang kepada keselamatan.

8. Imam Ali (as): fadhl lebih tinggi dari keadilan  ; قال أمير المؤمنين (ع)
العدل أساس، والفضل كمال.
“Keadilan adalah dasar, dan fadhl adalah kesempurnaan.”
🟢 (Nahj al-Balaghah, Hikmah 437)

9. Kemenangan = ma‘rifatullah
قال الإمام الصادق (ع):
من عرف الله فقد فاز.
“Siapa yang mengenal Allah, sungguh ia telah menang.”
🟢 (Al-Kafi, j.1, h.85) → Makna ayat: Al-fawz al-‘azīm bukan hanya masuk surga, tetapi mencapai ma‘rifat, puncak fadhl Allah.

10. Doa Nabi: mintalah fadhl, bukan sekadar balasan
قال رسول الله (ص) في دعائه:
اللهم عاملنا بفضلك ولا تعاملنا بعدلك.
“Ya Allah, perlakukan kami dengan karunia-Mu, jangan dengan keadilan-Mu.” 
🟢 _(Diriwayatkan dalam berbagai kitab doa)


Makna dari ayat:
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(“Itu adalah karunia dari Tuhanmu. Itulah kemenangan yang agung.”)
(QS. Ad-Dukhan: 57) berdasarkan riwayat-riwayat dari Ahlul Bayt (ʿalayhim al-salām):

1. Fadhl = Surga sebagai bentuk rahmat, bukan upah amal
📘 Imam Ja‘far al-Shādiq (as):
“ما أحد يدخل الجنة بعمله إلا بتفضل الله برحمته.”
Tak seorang pun masuk surga karena amalnya, kecuali dengan karunia Allah berupa rahmat-Nya.”📚 (Bihar al-Anwar, j.7, h.267)
🔸 Makna ayat: “Fadhlan min rabbik” adalah rahmat murni, bukan imbalan.

2. Fawz ‘Azīm = keselamatan dari neraka dan ridha Allah 
📘 Imam al-Bāqir (as): الفوز العظيم هو النجاة من النار ونيل رضوان الله
Kemenangan besar itu adalah selamat dari neraka dan mendapatkan keridhaan Allah.”
📚 (Tafsir al-‘Ayyāshi, j.2, h.277)
🔸 Makna ayat: “Itulah kemenangan besar” = selamat dari murka & jauh dari neraka.

3. Fadhl = Syafaat Nabi (saw) dan Ahlul Bayt (as) 
📘 Imam al-Ridha (as):                     نحن الشفعاء يوم القيامة
‎وفضل الله لنا، وبنا يُنقذ الله عباده
“Kami adalah pemberi syafaat pada hari kiamat. Karunia Allah itu untuk kami. Dan melalui kami, Allah menyelamatkan hamba-hamba-Nya.”📚 (‘Uyun Akhbār al-Ridha, j.2, h.255)
🔸 Makna ayat: “Fadhl” = syafaat Ahlul Bayt, sebab keselamatan dan kemenangan.

4. Fadhl = Ma‘rifat terhadap Imam Zaman (as) 
📘 Imam al-Shādiq (as):                  من مات ولم يعرف إمامه، 
‎مات ميتة جاهلية
“Siapa yang mati tanpa mengenal Imamnya, ia mati dalam keadaan jahiliah.”📚 (al-Kāfī, j.1, h.377)
🔸 Makna ayat: Kemenangan besar adalah mati dalam keadaan mengenal Imam Zaman, bagian dari fadhl Allah.

5. Fadhl = Mahabbah kepada Ahlul Bayt (as) 
📘 Imam ‘Ali (as):
“محبتنا أهل البيت تنفع في سبعين موطناً، أهونها الموت، والقبر، والنشور.
Kecintaan kepada kami Ahlul Bayt bermanfaat dalam 70 tempat, yang paling ringan adalah saat mati, di kubur, dan saat dibangkitkan.”
📚 (Bihar al-Anwar, j.27, h.85)
🔸 Makna ayat: Mahabbah adalah karunia besar, sebab keselamatan abadi.

6. Fadhl = Ampunan atas dosa-dosa besar
📘 Imam al-Shādiq (as):
“إذا تاب العبد، غفر الله له، 
وكان له فضلاً عليه لا يعدله شيء.”
Jika seorang hamba bertobat, Allah akan mengampuninya, dan itu adalah karunia yang tiada bandingnya.”📚 (al-Kāfī, j.2, h.436)

7. Fawz ‘Azīm = Husnul khātimah (akhir kehidupan yang baik)
📘 Imam Zain al-‘Ābidīn (as) dalam doanya:
“اللهم اجعل عاقبة أمري فوزاً عظيماً.”
Ya Allah, jadikan akhir urusanku sebagai kemenangan besar.”📚 (Sahifah Sajjadiyyah, Doa no. 30)
🔸 Makna ayat: Fawz al-‘azīm = kematian dalam iman & ketenangan.

8. Fadhl = masuk ke taman khusus (Dar al-Karāmah) 
📘 Imam al-Bāqir (as):
“الجنة درجات، وأعلى درجاتها دار الكرامة، لا يدخلها إلا من عرف حقنا.”
“Surga itu bertingkat-tingkat. Yang paling tinggi adalah Dar al-Karāmah, dan tak akan memasukinya kecuali yang mengenal hak kami.”📚 (Bihar al-Anwar, j.8, h.182)

9. Fadhl = cahaya di kubur dan Mahsyar 
📘 Imam al-Kāzhim (as):
“من أحبنا ألبسه الله نوراً يوم القيامة يضيء له القبر والمحشر.”
“Siapa yang mencintai kami, Allah akan memberinya cahaya pada hari kiamat yang menerangi kubur dan Mahsyar.”(Bihar al-Anwar, j.27, h.66)

10. Fadhl = dikumpulkan bersama Nabi dan Ahlul Bayt 
📘 Imam al-Ṣādiq (as):   المرء مع من أحب.”
“Dari Nabi (saw) juga) Seseorang akan bersama siapa yang ia cintai.”📚 _(al-Kāfī, j.2, h.126)
🔸 Makna ayat: Kemenangan besar = dikumpulkan bersama orang yang dicintai di surga, yaitu Nabi & Ahlul Bayt.


Makna ayat:
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“(Sebagai) karunia dari Tuhanmu; itulah kemenangan yang besar.”
(QS. Ad-Dukhan: 57) Menurut para mufasir besar, ayat ini menjelaskan bahwa kenikmatan akhirat (surga) tidak lain adalah fadhl (karunia murni) dari Allah, bukan sekadar ganjaran amal.

1. Tafsīr al-Mīzān – Allamah Thabathaba’i ; Fadhl berarti sesuatu yang diberikan melebihi kadar yang pantas diperoleh.”
🔹 Surga adalah bukan sekadar balasan amal, tetapi kelebihan dari kemurahan Allah.
🔸 “Al-fawz al-‘azīm” adalah kebebasan dari neraka, masuk surga, dan keridaan-Nya.

2. Tafsīr al-Ṣāfī – Mulla Faidh al-Kāshānī; Ayat ini menunjukkan bahwa segala bentuk keselamatan dan kenikmatan hakiki adalah kasih sayang dan fadhl Ilahi.
🔸 Bahkan jika seseorang beramal seumur hidup, masuk surga tetap karena fadhl Allah, bukan karena harga dari amal.

3. Tafsīr Nūr al-Thaqalayn – Abū al-Ḥasan al-‘Āmilī
🔹 Diriwayatkan dari Imam al-Bāqir (as):“Tidak ada satu pun amal yang cukup untuk membeli surga. Tapi Allah memberi itu sebagai fadhl-Nya kepada hamba yang taat.”
🔸 Tafsir ini menghubungkan makna ayat dengan riwayat ahlul bayt bahwa fadhl = kasih sayang, bukan keadilan murni.

4. Tafsīr Majma‘ al-Bayān – al-Ṭabarsī; Menjelaskan bahwa “fadhl” adalah pemberian yang lebih dari yang layak diterima.
🔸 Dalam konteks ayat ini, ia bermakna rahmat luas dan tak terbatas, bukan upah atas amal.

5. Tafsīr Al-Burhān – al-Baḥrānī
Menyebut banyak hadis dari para Imam yang menegaskan bahwa syafaat, mahabbah Ahlul Bayt, dan ma‘rifat Imam adalah bagian dari “fadhl” yang dimaksud.
🔸 Ayat ini mendalam secara batin:”Karunia dari Tuhanmu” = pertemuan dengan Allah (liqa’ Allah) di hari akhir.

6. Tafsīr al-‘Ayyāshī; Membawakan riwayat dari Imam al-Shādiq (as): “Fadhl dalam ayat ini adalah syafaat kami.”
🔸 Artinya, yang menyelamatkan manusia bukan hanya amal, tapi wasilah ilahi berupa syafaat Ahlul Bayt.

7. Tafsīr Rawh al-Ma‘ānī – Al-Ālūsī
Meskipun ia bukan Syiah, tafsir ini menyebut bahwa “fadhl” dalam ayat ini menunjukkan kemurahan Allah yang tak dibatasi amal.🔸 Ia menyitir hadis:
“لن يدخل أحد الجنة بعمله…”

8. Tafsīr al-Tibyān – al-Shaykh al-Ṭūsī; 🔹 Fadhl = anugerah akhir yang menjadi penyempurna seluruh amal.
🔸 Bahkan para Nabi pun tidak bisa memastikan surga, kecuali dengan fadhl Allah.

9. Tafsīr Misbāḥ – Syekh Muḥammad Ṣādiq al-Rūḥānī ; Ayat ini menurutnya adalah pengingat tentang sifat Tuhan yang mendahulukan kasih daripada hisab.
🔸 Kemenangan terbesar bukan hanya masuk surga, tapi dalam bentuk cinta, kehadiran, dan ridha Allah.

10. Tafsīr Lahiji (Haqāiq al-Tafsīr)
Dari perspektif hakikat:”Fadhl” adalah ma‘rifat, cahaya, dan kedekatan dengan Al-Haqq, yang hanya diberikan kepada yang ikhlas.🔸 “Al-fawz al-‘azīm” adalah terbuka hijab antara hamba dan Rabbnya di akhirat.

Kesimpulan Mufasir:
Maknanya Fadhl: Rahmat, syafaat, mahabbah, ma‘rifat, cahaya, liqa’
Fawz al-‘Azīm; Selamat dari neraka, masuk surga, keridhaan Allah, dan penyaksian-Nya


Makna ayat:
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
”(Itu adalah) karunia dari Tuhanmu. Itulah kemenangan yang agung.”
(QS. Ad-Dukhān: 57) 
Menurut para mufasir besar Syiah, khususnya dari madrasah Ahlul Bayt (`alayhim al-salām), ayat ini mengandung makna yang dalam tentang hubungan antara amal, rahmat Allah, syafaat, dan kemenangan sejati di akhirat.

1. Allāmah Thabāṭabā’ī – Tafsīr al-Mīzān; Fadhl (karunia) Allah dalam ayat ini menunjukkan bahwa surga dan kemenangan akhir bukanlah semata-mata akibat amal manusia, melainkan karena kemurahan Allah yang melampaui keadilan.”
🔹 Fawz al-‘Aẓīm adalah: Kedekatan dengan Allah dan kekekalan dalam rahmat-Nya.

2. Mullā Faidh al-Kāshānī – Tafsīr al-Ṣāfī; Fadhl adalah rahmat ilahi yang diberikan sebagai bentuk anugerah, bukan transaksi.”
🔹 Ia menafsirkan al-fawz al-‘aẓīm sebagai:”Keselamatan dari neraka dan keabadian dalam na‘īm al-muqīm (kenikmatan abadi).”

3. Al-Ṭabarsī – Tafsīr Majma‘ al-Bayān; Fadhl berarti pemberian yang tidak harus dibayar. Surga diberikan sebagai limpahan karunia, bukan tebusan amal.”
🔹 Kemenangan besar adalah diridhai Allah dan masuk ke dalam tempat kemuliaan (dar al-karāmah).

4. Al-Baḥrānī – Tafsīr al-Burhān
Beliau menukil banyak riwayat Ahlul Bayt tentang ayat ini, di antaranya: Imam al-Bāqir (as):   الفوز العظيم: النجاة من النار والدخول في رحمة الله
“Kemenangan besar adalah selamat dari neraka dan masuk dalam rahmat Allah.”

5. Al-‘Āmilī – Tafsīr Nūr al-Thaqalayn; Membawakan hadis dari Imam al-Ṣādiq (as):              نحن والله 
‎فضل الله على عباده، وبنا فاز من فاز
“Demi Allah, kami adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya. Dengan (mengenal) kami, siapa pun memperoleh kemenangan.”
🔹 Fadhl = Wilayah dan syafaat Ahlul Bayt.

6. Syaikh al-Ṭūsī – Tafsīr al-Tibyān; Fadhl adalah pemberian Allah di akhirat setelah hisab, bukan semata upah amal.”
🔹 Menekankan bahwa Allah menyempurnakan karunia-Nya bahkan kepada orang yang lemah amalnya.

7. Syaikh al-Ṭabāṭabā’ī (lagi) – dari pendekatan batin:”Fadhl adalah liqa’ Allah (perjumpaan rohani dengan Tuhan) – yang merupakan puncak dari segala kemenangan.”

8. Sayyid Ḥaydar al-‘Āmilī – Tafsīr al-Muḥīṭ al-A‘ẓam; Dari sisi irfani (makrifat):”Fadhl” dalam ayat ini adalah tājallī dzātī (penampakan Dzat Allah kepada kekasih-Nya di akhirat).
🔹 “Al-fawz al-‘azīm” adalah:”Hancurnya wujud hamba dalam wujud Allah (‘fana’ fī Allah) dan hidup dalam kekekalan-Nya (‘baqā’).”

9. ‘Allāmah Ṭabaṭaba’ī – dalam risalah tauhidnya:”Fadhl Allah adalah wilayah, cahaya, dan ilham ma‘rifat yang diberikan kepada hamba terpilih.”

10. Imam al-Khumaynī – dalam tafsir ruhaniahnya; “Fadhl dalam ayat ini bukan sekadar materi surga, tapi pembukaan hijab, cinta yang langsung dari Allah, dan liqa’ (perjumpaan batin) dengan-Nya.
🔹 Fawz al-‘azīm = hilangnya jarak antara hamba dan Maula (Tuhan), itulah hakikat kemenangan.

🔰 Kesimpulan dari Para Mufasir Syiah: Makna Fadhl; Karunia Allah, syafaat, wilayah, rahmat murni, makrifat; Fawz al-‘Azīm Selamat dari neraka, masuk surga, ridha Allah, liqa’ Allah, fana dan baqā’


Makna ayat:
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
”(Itu adalah) karunia dari Tuhanmu. Itulah kemenangan yang agung.”
(QS. Ad-Dukhān: 57) Dari ahli makrifat dan hakikat dalam tradisi Irfaniyah (tasawuf ‘irfani), ayat ini mengandung rahasia yang dalam seputar ma‘rifatullah, fana’, dan rahmat dzatiyyah Allah.

1. Fadhl = Cahaya Tajallī (penampakan sifat Allah); Menurut para arifin, fadhl yang dimaksud bukan sekadar nikmat surga, tetapi cahaya tajallī dzātī, yaitu ketika Allah memperlihatkan diri-Nya (secara rohani) kepada hamba-Nya. Allāmah Ṭabāṭabā’ī:”Kemenangan hakiki adalah perjumpaan dengan Allah (liqa’ Allah) setelah fana dari ego.”

2. Fawz ‘Azīm = Fana fiLlāh, Baqā’ biLlāh; Sayyid Ḥaydar al-‘Āmilī menjelaskan bahwa kemenangan besar (الفوز العظيم) adalah terhapusnya wujud nafsu (fana’) dan kekalnya wujud ilahi dalam hati (baqā’).

3. Fadhl = Wilayah Imam Ma‘shum
Para arif Syiah menafsirkan “fadhl” sebagai wilayah batiniah Ahlul Bayt (as). Karena melalui merekalah seseorang bisa mencapai tangga ruhani menuju Allah.

4. Fawz = Kesempurnaan dalam Ma‘rifat; Kemenangan agung bukanlah emas dan surga lahiriah, tapi kesempurnaan pengetahuan batin (ma‘rifat) akan Rabb dan makna wujud.

5. Fadhl = Sirr al-Wuṣūl (rahasia sampai kepada Allah); Imam Khumaynī dalam risalah makrifatnya menyebut bahwa fadhl ini adalah jalan khusus yang Allah bukakan bagi para hamba yang ikhlas — yang sampai pada-Nya tanpa hijab.

6. Fawz = Keluar dari Penjara Dunia Mullā Ṣadrā al-Shīrāzī menyatakan bahwa kemenangan adalah ketika ruh bebas dari dunia material dan menyatu dengan alam akal dan nur, dan puncaknya ialah menyaksikan Allah.

7. Fadhl = Lathaif al-Ilāhiyyah (kelembutan Tuhan yang tersembunyi); Arifin menyebut bahwa fadhl adalah limpahan kelembutan ilahi (lutf) yang hanya diketahui oleh mereka yang memiliki mata hati (bashīrah).

8. Fawz = Sirr al-Tawḥīd (rahasia tauhid sejati); Kemenangan terbesar adalah terbukanya rahasia tauhid, yaitu menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar wujud selain Allah (lā mawjūd illa Hū).

9. Fadhl = Nafas Rahmah; Dalam istilah para arif, fadhl disebut sebagai nafas al-Raḥmān — yaitu hembusan kasih Tuhan yang menghidupkan hati yang mati.

10. Fawz = Dzauq dan Syuhūd Kemenangan besar adalah rasa ruhani (dzauq) yang membawa pada penyaksian langsung (syuhūd) akan keindahan ilahi — bukan lewat akal, tetapi dengan mata batin yang jernih.

Makna Hakiki Fadhl: Cahaya tajallī, wilayah Ahlul Bayt, lathaif, rahmah, jalan khusus menuju Allah
Fawz al-‘Azīm; Fana’, baqā’, perjumpaan rohani, kesempurnaan tauhid, syuhūd, dzauq

🌌 Kutipan dari Arifin;
🟣 Sayyid Ḥaydar al-‘Āmilī: “Fadhl adalah limpahan cinta Ilahi yang diberikan tanpa syarat, dan fawz adalah lepasnya ruh dari segala selain Allah.”
🟣 Imam Khumaynī: “Kemenangan sejati adalah fana dalam Dzat-Nya, dan inilah fadhl-Nya yang paling murni.”
🟣 Allāmah Ṭabāṭabā’ī: “Amal adalah jalan, tapi fadhl adalah yang menghantarkan. Dan kemenangan adalah liqa’, bukan sekadar surga.”


Makna Menurut Ahli Hakikat Syiah

1. Fadhl = WILĀYAH (Kepemimpinan Ruhani Imam Ma‘shūm); Menurut ahli hakikat Syiah, fadhl adalah wilayah batiniah Ahlul Bayt (as).
🔹 Dengan mengenal mereka (ma‘rifat al-Imām), seseorang diberi akses menuju rahmat khusus Tuhan. “Bi wilāyatinā fāza man fāz.” – “Dengan wilayah kami, beruntunglah siapa yang beruntung.” (Riwayat dari Imam Shādiq as)

2. Fawz al-‘Aẓīm = LIQĀ’ ALLĀH (Perjumpaan Batin dengan Allah)
Ahli hakikat memahami kemenangan agung bukan sekadar selamat dari neraka, melainkan fana’ dan syuhūd, yaitu bertemu Allah dengan hati yang suci.

3. Fadhl = ANUGERAH TANPA SEBAB (‘Iṭā’ bi Lā ‘Iwadh)
Makna hakikat dari fadhl adalah: “Pemberian dari Tuhan tanpa sebab, tanpa pantas, tanpa logika timbal-balik.
🔹 Inilah tingkatan rahmat yang tertinggi, hanya diberikan kepada hamba yang telah sirna dari dirinya (fana’).

4. Fawz = FANA’ FĪL-LĀH; Menurut para arifin Syiah seperti Sayyid Ḥaydar al-‘Āmilī dan Imam Khumainī, kemenangan besar itu adalah ketika nafsu diri lenyap dalam keesaan Allah (fana’), dan yang tersisa hanyalah Allah dalam cermin hati.

5. Fadhl = PEMBUKAAN HAKIKAT (Kashf al-Ḥaqīqah); Ketika seseorang diberi fadhl, artinya hijab-hijab telah tersingkap, dan cahaya Allah tampak dalam batin.

6. Fawz = KEBEBASAN DARI QAID (Belenggu Wujud Makhluq)
Kemenangan besar adalah bebas dari keterikatan makhluk, bebas dari keakuan, dan menjadi insān kāmil (manusia sempurna).

7. Fadhl = CAHAYA ILMU LADUNNI (Ma‘rifat Batin) ; Fadhl adalah ilham batin, ilmu yang ditanamkan Allah langsung ke dalam qalb hamba-Nya tanpa perantara.

8. Fawz = KEKAL DALAM KEDAMAIAN DZAT (Baqā’ biLlāh)
Setelah fana’, hamba itu kembali “hidup” dengan wujud Allah, bukan dengan egonya. Itulah kemenangan puncak menurut ahli hakikat.

9. Fadhl = DZIKRULLĀH YANG HAKIKI; Bagi ahli hakikat, fadhl adalah dzikir yang hidup, yang membuat ruh tenggelam dalam hadirat Tuhan secara terus-menerus.

10. Fawz = KEMULIAAN DI HADIRAT TUHAN (Sharaf fī Maḥḍar al-Ḥaqq) ; Kemenangan besar adalah duduk bersama para kekasih Allah, memandang-Nya dengan mata batin, dan hidup dalam aliran cahaya-Nya selama-lamanya.

🌿 Penutup Hikmah; Ahli hakikat Syiah tidak memahami ayat ini secara hukum dan amal zahir semata, melainkan sebagai rahasia tentang pencapaian hakiki insan — dari makhluk yang gelap menuju makhluk yang fana dan bercahaya.

Elemen Ayat Makna Hakikat Syiah
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ Wilayah, rahmat dzātiyyah, ilmu ladunni, fana’
ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Fana’, baqā’, liqā’, syuhūd, kebebasan ruhani


Kisah-kisah dan cerita simbolik dari kalangan ahli hakikat yang menggambarkan makna ayat:
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(Karunia dari Tuhanmu. Itulah kemenangan yang agung)
— [QS Ad-Dukhān: 57]

Disusun dalam gaya sufistik-hakikat, cerita-cerita ini mengandung pelajaran maknawi tentang wilayah, rahmat dzat, dan kemenangan ruhani menurut para arif dari madrasah Ahlul Bayt (as).

🌌 1. Kisah Sang Hamba yang Ingin Surga; Seorang hamba shaleh menghabiskan hidupnya dalam ibadah. Dalam doanya ia berkata:”Ya Allah, masukkan aku ke surga karena amal-amalku!” Malam itu ia bermimpi bertemu Imam Ali (as). Sang Imam berkata padanya: “Engkau telah menyempurnakan zahir amalmu, namun engkau belum mengenal fadhl Rabbmu. Apakah engkau masuk surga karena amalmu, atau karena fadhl-Nya?”Sang hamba menangis tersadar. Ia berkata:”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya tidak ada satu pun amalku yang layak untuk surga. Maka aku mohon… karuniakanlah kepadaku fadhl dari Tuhanmu…”Keesokan harinya, ia berhenti menghitung pahala. Ia hanya berdoa:”Cukup Engkau ya Allah… Itulah surga, itulah kemenangan agung…”

🕊️ 2. Kisah Tukang Kayu dan Nafas Fadhl; Seorang tukang kayu tua di Kufah menghabiskan hidupnya dengan memahat mimbar untuk masjid, namun ia tidak mengerti makrifat. Suatu malam ia mendengar suara dalam tidurnya: “Engkau telah beramal dengan tanganmu, tetapi belum menyentuh rahasia Allah di hatimu.” Ia bangun, menangis, dan menengadahkan tangan:”Tuhanku, aku tak tahu apa-apa kecuali memukul paku. Namun, jika Engkau memanggilku dengan fadhl-Mu, aku akan datang meskipun penuh dosa.”Tiba-tiba hatinya tenang, dan sejak saat itu ia memahat sambil menangis menyebut Allah, merasakan aliran dzikir dalam tiap kayu yang disentuhnya. Ketika ia wafat, Imam Shadiq (as) berkata: “Dia telah pulang bukan dengan amalnya, tetapi dengan nafkah fadhl dari Tuhannya. Itu kemenangan besar…”

🔥 3. Kisah Ibnu Abi ‘Umayr dan Tawanan Makrifat; Ibnu Abi ‘Umayr, perawi hadis terkenal dari Imam Shadiq dan Imam Kazhim, pernah dipenjara bertahun-tahun karena menolak menyerahkan nama-nama Syiah. Di dalam penjara, beliau bermunajat dalam kegelapan: “Ya Rabb, aku tidak melihat surga atau neraka, hanya wajah-Mu… Jika ini jalan-Mu, maka cukup Engkau bagiku.” Malam itu, ia bermimpi melihat sebuah taman luas tanpa batas. Malaikat berkata: “Ini bukan surga karena amalmu, ini adalah fadhl dari Rabbmu…”

🪔 4. Kisah Imam Sajjad (as) dalam Doa Makrifat; “Dalam Munajat al-‘Ārifīn, Imam Ali Zainal ‘Ābidīn (as) berkata: “Tuhanku, apa yang hilang bagi orang yang mendapatkan-Mu? Dan apa yang didapat bagi orang yang kehilangan-Mu?”Para arif Syiah menyebut inilah tafsir batin dari فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ.

Karena surga hanyalah bentuk, tapi perjumpaan batin dengan Allah adalah kemenangan sejati.

🌿 5. Kisah Diri yang Terbakar dan Tersingkap; Seorang pencari kebenaran berkata pada gurunya (seorang arif Syiah): “Aku telah membaca ratusan kitab, tapi mengapa hatiku masih gelap?” Sang guru menjawab: “Karena engkau belum melepaskan harapan dari selain Allah. Kemenangan bukan dari ilmu, tapi dari fadhl yang diberikan setelah engkau sirna dari dirimu sendiri.” Malam itu ia menangis di padang pasir. Tiba-tiba dalam diam ia mendengar suara hati: “Ini adalah fadhl-Ku untukmu. Inilah kemenanganmu yang sejati.”

🌌 6. Kisah Orang Tua Buta dan Cahaya Fadhl; Seorang lelaki buta datang kepada Imam Shādiq (as) sambil berkata: “Wahai putra Rasulullah, aku kehilangan cahaya dunia. Namun aku tidak ingin kehilangan cahaya akhirat…” Imam berkata lembut: “Bila kau bersabar dan ridha, maka Allah akan memberi cahaya yang tak pernah padam — bukan karena matamu, tapi karena fadhl-Nya.” Lelaki itu tersenyum dan berkata: “Cukuplah Rabbku menjadi mataku, dan Engkau, wahai Imamku, menjadi jalanku.”

🕊️ 7. Kisah Pemintal Benang di Kufah; Seorang perempuan tua memintal benang untuk dijual di pasar. Ia miskin, tapi lisannya selalu berdzikir. Suatu malam Imam Baqir (as) lewat dan melihat wajahnya bercahaya. Imam berkata: “Wahai wanita, engkau termasuk yang diberi fadhl dari Rabb-nya…” Wanita itu menjawab: “Aku tidak punya apa-apa, hanya satu: aku mencintai keluarga Nabi dan tidak pernah lupa pada Allah saat memintal…” Imam tersenyum: “Cinta dan dzikirmu telah mengantarkanmu pada fawz al-‘aẓīm…”

🔥 8. Kisah Pemuda yang Tak Sempat Tobat; Seorang pemuda terjerumus ke dalam maksiat, lalu jatuh sakit parah. Dalam napas terakhirnya, ia hanya bisa berkata lirih:”Allah… Allah….” Ayahnya menangis: “Anakku tak sempat bertobat…” Namun dalam mimpi, sang ayah melihat Imam Husain (as) berkata:”Cintanya pada Allah di ujung hayatnya telah menjadi alasan fadhl dari Tuhannya. Ia telah sampai…”

🪔 9. Kisah Si Penjaga Pintu Masjid

Seorang lelaki tua menjadi penjaga masjid kecil di Madinah. Ia tak banyak bicara, tak dikenal, tak mengajar. Tapi setiap malam, ia duduk sendiri memandangi langit dan berkata:”Wahai Tuhanku… Tak ada amal, tak ada ilmu. Tapi Engkau cukup…”Suatu malam ia wafat dalam sujud. Orang-orang bingung. Tapi Imam Sajjad (as) berkata:”Dia telah meraih fadhl, dan itulah kemenangan agung…”

🌿 10. Kisah si Pecinta Ahlul Bayt yang Buta Huruf; Seorang kakek buta huruf datang ke majelis dzikir. Ia berkata:”Aku tak bisa membaca Qur’an. Tapi setiap malam aku bersalawat kepada Rasul dan keluarganya seribu kali.” Orang-orang menertawakannya. Namun gurunya berkata: “Salawatnya adalah tali ruhani kepada cahaya Muhammad. Itu fadhl yang tak bisa diukur dengan ilmu tulisan.” Di hari wafatnya, wajahnya bercahaya dan senyum tak lepas. Seseorang mendengar ia berbisik:”Engkau tidak menolakku, wahai Allah… Engkau menerima aku… dengan fadhl-Mu…”

🌟 Penutup Maknawi
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ — 
bukan karena banyak amal, tapi karena dalam kelemahan, ada cinta, ada dzikir, dan ada wilayah yang mengalir di batin…
ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ — 
karena yang menang bukan yang banyak bekal, tapi yang pulang dengan rasa rindu, walau merangkak…


Manfaat dan Doa dari Ayat 
فَضْلًا مِّن رَّبِّكَ …”

1. Menanam harapan kepada rahmat, bukan kepada amal
🔹 Makna: Ayat ini mengajarkan bahwa rahmat Allah lebih besar daripada amal kita. Surga adalah karena fadhl (karunia), bukan hasil perhitungan.
اللّهُمَّ اجْعَلْ رَجَائِي فِي فَضْلِكَ، لا فِي عَمَلِي.
“Ya Allah, jadikan harapanku tertuju pada karunia-Mu, bukan pada amal-amalku.”

2. Menghindari ujub (bangga diri dalam ibadah)
🔹 Makna: Orang yang menyadari bahwa kemenangan datang dari fadhl, tidak akan sombong dengan amalnya.
اللّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ الْعُجْبِ وَالْغُرُورِ، وَاجْعَلْنِي مِنْ أَهْلِ فَضْلِكَ.
“Ya Allah, sucikan hatiku dari ujub dan kesombongan, dan jadikan aku termasuk orang yang Engkau beri fadhl.”

3. Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, bukan hanya takut pada neraka
🔹 Makna: Karunia dan cinta Allah adalah motivasi lebih tinggi dibanding rasa takut.
اللّهُمَّ اجْعَلْنِي أُحِبُّكَ لِذَاتِكَ، وَأَشْتَاقُ إِلَيْكَ بِفَضْلِكَ.
“Ya Allah, jadikan aku mencintai-Mu karena Diri-Mu, dan rindu pada-Mu karena fadhl-Mu.”

4. Memupuk kerendahan hati di hadapan Allah
🔹 Makna: Jika surga saja adalah fadhl, maka aku hanyalah fakir mutlak.
اللّهُمَّ أَنَا الْفَقِيرُ الَّذِي لَا يَمْلِكُ شَيْئًا، فَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ.
“Ya Allah, aku hanyalah fakir yang tidak memiliki apa-apa. Kayakanlah aku dengan karunia-Mu.”

5. Mendapat ketenangan hati dalam perjalanan spiritual 
🔹 Makna: Ketika merasa gagal, ayat ini menghibur: “Masih ada fadhl Allah yang tak terbatas.”
اللّهُمَّ طَمْئِنْ قَلْبِي بِوُعُودِكَ، وَفَضْلِكَ، وَرَحْمَتِكَ.
“Ya Allah, tenangkan hatiku dengan janji-Mu, karunia-Mu, dan rahmat-Mu.”

6. Menguatkan dzikir dan hubungan batin dengan Allah 
🔹 Makna: Orang yang menanti fadhl, akan terus berdzikir dan mengharap.
اللّهُمَّ اجْعَلْ لِسَانِي رَطْبًا بِذِكْرِكَ، حَتَّى أَنَالَ فَضْلَكَ.
“Ya Allah, basahkan lisanku dengan dzikir-Mu, hingga aku mencapai karunia-Mu.”

7. Menyadarkan bahwa kemenangan sejati adalah perjumpaan dengan Allah 
🔹 Makna: Fawz ‘azhim bukan hanya surga, tapi bertemu dan dicintai Allah.
اللّهُمَّ اجْعَلْ فَوْزِي لِقَاءَكَ، وَرِضَاكَ، وَقُرْبَكَ.
“Ya Allah, jadikan kemenangan terbesarku adalah perjumpaan dengan-Mu, keridhaan-Mu, dan kedekatan dengan-Mu.”

8. Memohon rahmat yang tidak terputus
🔹 Makna: Fadhl Allah bukan hanya di dunia, tapi terus mengalir hingga akhirat.
اللّهُمَّ أَفِضْ عَلَيَّ مِنْ فَضْلِكَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.
“Ya Allah, limpahkan karunia-Mu atasku di dunia dan akhirat.”

9. Menghindarkan dari sikap merasa berhak atas surga 
🔹 Makna: Kita tidak pantas menuntut surga, hanya bisa berharap diberi.
اللّهُمَّ لَا أَسْتَحِقُّ شَيْئًا، فَتَفَضَّلْ عَلَيَّ بِمَا أَنْتَ أَهْلُهُ.
“Ya Allah, aku tidak berhak atas apa pun. Maka karuniakanlah padaku sesuai kebesaran-Mu.”

10. Menjadikan kita termasuk orang-orang pilihan (ahlul fadhl)
🔹 Makna: Hamba yang diberi fadhl adalah yang mengenal Tuhannya dan mencintai Wali-Nya.
اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ أَهْلِ فَضْلِكَ، وَمِنْ أَوْلِيَائِكَ، وَمِنْ أَصْحَابِ الْفَوْزِ الْعَظِيمِ.
“Ya Allah, jadikan aku termasuk golongan orang yang Engkau beri fadhl, wali-wali-Mu, dan para pemilik kemenangan agung.”


Hadis Pahala : Membaca Doa;
يالَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ 
فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا.
Akan bersama para Syahid bersama Imam Husein as ( Syahid Karbala)

Kitab ‘Uyūn Akhbār al-Riḍā (as) – karya Syaikh ash-Shaduq – Jilid 2, halaman 268:

عُيُونُ أَخْبَارِ الرِّضَا (ع) – الشَّيْخُ الصَّدُوق – ج ٢ – الصَّفْحَة ٢٦٨

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ مَاجِيلَوَيْهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ هَاشِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الرَّيَّانِ بْنِ شَبِيبٍ، قَالَ:دَخَلْتُ عَلَى الرِّضَا عَلَيْهِ السَّلَامُ فِي أَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ، فَقَالَ:يَا ابْنَ شَبِيبٍ، أَصَائِمٌ أَنْتَ؟

قُلْتُ: لَا. فَقَالَ: إِنَّ هَذَا الْيَوْمَ هُوَ الْيَوْمُ الَّذِي دَعَا فِيهِ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السَّلَام رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَقَالَ: (رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ) فَاسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ، وَأَمَرَ الْمَلَائِكَةَ فَنَادَتْ زَكَرِيَّا وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ: (أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى)

فَمَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمَ، ثُمَّ دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ كَمَا اسْتَجَابَ لِزَكَرِيَّا.

ثُمَّ قَالَ: يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنَّ الْمُحَرَّمَ هُوَ الشَّهْرُ الَّذِي كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يُحَرِّمُونَ فِيهِ الظُّلْمَ وَالْقِتَالَ لِحُرْمَتِهِ، فَمَا عَرَفَتْ هَذِهِ الْأُمَّةُ حُرْمَةَ شَهْرِهَا، وَلَا حُرْمَةَ نَبِيِّهَا! لَقَدْ قَتَلُوا فِي هَذَا الشَّهْرِ ذُرِّيَّتَهُ، وَسَبَوْا نِسَاءَهُ، وَانْتَهَبُوا ثِقْلَهُ.

فَلَا غَفَرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ أَبَدًا! يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنْ كُنْتَ بَاكِيًا لِشَيْءٍ فَابْكِ لِلْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، فَإِنَّهُ ذُبِحَ كَمَا يُذْبَحُ الْكَبْشُ، وَقُتِلَ مَعَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ رَجُلًا، مَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ شَبِيهُونَ. وَلَقَدْ بَكَتِ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرَضُونَ لِقَتْلِهِ، وَلَقَدْ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ أَرْبَعَةُ آلَافٍ لِنَصْرِهِ، فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُمْ، فَهُمْ عِنْدَ قَبْرِهِ شُعْثٌ غُبْرٌ، إِلَى أَنْ يَقُومَ الْقَائِمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ،فَيَكُونُونَ مِنْ أَنْصَارِهِ، وَشِعَارُهُمْ: يَا لَثَارَاتِ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلَامُ. يَا ابْنَ شَبِيبٍ، لَقَدْ حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِمْ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ، أَنَّهُ لَمَّا قُتِلَ جَدِّي الْحُسَيْنُ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِ، أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ دَمًا وَتُرَابًا أَحْمَرَ! يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنْ بَكَيْتَ عَلَى الْحُسَيْنِ حَتَّى تَصِيرَ دُمُوعُكَ عَلَى خَدَّيْكَ، غَفَرَ اللَّهُ لَكَ كُلَّ ذَنْبٍ أَذْنَبْتَهُ، صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا، قَلِيلًا كَانَ أَوْ كَثِيرًا. يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنْ سَرَّكَ أَنْ تَلْقَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا ذَنْبَ عَلَيْكَ، فَزُرِ الْحُسَيْنَ عَلَيْهِ السَّلَامُ. يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنْ سَرَّكَ أَنْ تَسْكُنَ الْغُرَفَ الْمَبْنِيَّةَ فِي الْجَنَّةِ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ، فَالْعَنْ قَاتِلَةَ الْحُسَيْنِ. يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنْ سَرَّكَ أَنْ يَكُونَ لَكَ مِنَ الثَّوَابِ مِثْلُ مَا لِمَنِ اسْتُشْهِدَ مَعَ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَامُ،

فَقُلْ مَتَى ذَكَرْتَهُ: يالَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا. يَا ابْنَ شَبِيبٍ، إِنْ سَرَّكَ أَنْ تَكُونَ مَعَنَا فِي الدَّرَجَاتِ الْعُلَى مِنَ الْجِنَانِ، فَاحْزَنْ لِحُزْنِنَا، وَافْرَحْ لِفَرَحِنَا، وَعَلَيْكَ بِوَلَايَتِنَا.

فَلَوْ أَنَّ رَجُلًا أَحَبَّ حَجَرًا، لَحَشَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَعَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Riwayat dari Imam Ali ar-Riḍā (as)

Telah menceritakan kepada kami: Muḥammad bin ‘Alī Mājīlawayh (semoga Allah meridhainya), ia berkata:Telah menceritakan kepada kami: ‘Alī bin Ibrāhīm bin Hāshim, dari ayahnya, dari ar-Rayyān bin Shabīb, ia berkata: Aku masuk menemui Imam ar-Riḍā (as) pada hari pertama bulan Muḥarram, maka beliau berkata:”Wahai Ibnu Syabīb, apakah kamu sedang berpuasa?”Aku menjawab: “Tidak.” Maka beliau berkata: “Sesungguhnya hari ini adalah hari ketika Nabi Zakariyā (‘alaihis-salām) berdoa kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla, dan berkata:”Wahai Tuhanku, anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.’ Lalu Allah mengabulkan doanya, dan memerintahkan para malaikat agar menyeru Zakariyā – saat itu ia sedang berdiri shalat di mihrab: Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira kepadamu dengan (lahirnya) Yaḥyā.’ Maka barangsiapa berpuasa pada hari ini, kemudian berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, niscaya Allah akan mengabulkan permintaannya sebagaimana Dia mengabulkan doa Zakariyā.”** Kemudian beliau berkata:Wahai Ibnu Syabīb, sesungguhnya bulan Muḥarram adalah bulan yang dahulu diagungkan oleh orang-orang Jahiliah, mereka mengharamkan kezaliman dan peperangan di dalamnya karena kehormatannya. Namun umat ini tidak lagi mengenal kehormatan bulan mereka, dan tidak pula kehormatan nabi mereka.Sungguh mereka telah membunuh keturunannya pada bulan ini! Mereka telah menawan para wanitanya!Mereka telah merampas harta dan perlengkapannya! Maka semoga Allah tidak mengampuni mereka selamanya!” Wahai Ibnu Syabīb, jika engkau hendak menangisi sesuatu, maka tangisilah al-Ḥusayn bin ‘Alī bin Abī Ṭālib (‘alaihimus-salām), karena beliau disembelih sebagaimana disembelihnya kambing. Dan telah terbunuh bersamanya dari kalangan keluarganya delapan belas orang laki-laki, yang tidak ada satu pun di bumi ini yang menyerupai mereka. Langit yang tujuh dan bumi telah menangis karena terbunuhnya al-Ḥusayn. Dan sungguh telah turun ke bumi empat ribu malaikat untuk menolongnya, namun mereka tidak diizinkan untuk berperang. Maka mereka berada di sisi kuburannya dalam keadaan kusut dan berdebu, hingga datangnya al-Qā’im (‘alaihis-salām), dan mereka akan menjadi para penolongnya, dan semboyan mereka adalah: ‘Yā liṯārāt al-Ḥusayn!’ (Wahai para penuntut darah Ḥusayn!)” Wahai Ibnu Syabīb, sesungguhnya ayahku telah menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari kakek-kakeknya (‘alaihimus-salām), bahwa ketika kakekku al-Ḥusayn (‘alaihis-salām) terbunuh, langit menurunkan hujan berupa darah dan debu merah.”Wahai Ibnu Syabīb, jika engkau menangisi al-Ḥusayn sehingga air matamu mengalir di pipimu, maka Allah akan mengampuni seluruh dosa-dosamu, baik yang kecil maupun besar, sedikit maupun banyak.” Wahai Ibnu Syabīb, jika engkau ingin berjumpa dengan Allah ‘Azza wa Jalla dalam keadaan tidak memiliki dosa, maka ziarahlah kepada al-Ḥusayn (‘alaihis-salām).” Wahai Ibnu Syabīb, jika engkau ingin tinggal di kamar-kamar tinggi di surga bersama Nabi (ṣallallāhu ‘alaihi wa ālih), maka laknatlah para pembunuh al-Ḥusayn (‘alaihis-salām).” Wahai Ibnu Syabīb, jika engkau ingin memperoleh pahala seperti orang-orang yang gugur syahid bersama al-Ḥusayn bin ‘Alī (‘alaihis-salām), maka setiap kali engkau mengingatnya, ucapkanlah:

يالَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا.

Andai aku bersama mereka, niscaya aku akan mendapatkan kemenangan yang agung!’” Wahai Ibnu Syabīb, jika engkau ingin bersama kami di derajat-derajat tinggi surga, maka berdukalah karena kesedihan kami, bergembiralah karena kegembiraan kami, dan tetaplah berpegang pada wilayah (kepemimpinan) kami. Sebab jika seseorang mencintai sebuah batu, niscaya Allah akan membangkitkannya bersamanya pada Hari Kiamat!”


Semoga bermanfaat!!!
Mohon Doa!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Amalan Akhir & Awal Tahun ; Amalan Bulan Muharram ; Ziarah Imam Husein as dan Syuhada Karbala

Doa-doa Cepat Terkabul (Sari’ Al-Ijaabah) Dari; Imam Ali as dan Imam Musa as

Doa Pendek untuk Semua Penyakit