Makna; Hadis Mufakhkharah (percakapan antara dua nur, bukan dua ego)

 Riwayat Hadis mufakhkharah 

Dialog kehormatan antara Imam Husain dan ayahnya (Imam Ali bin Abi Thalib) ‘alaihimā al-salām di hadapan Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa ālihi.

المصدر: شاذان بن جبرئيل، من موسوعة أهل البيت عليهم السلام ; قِيلَ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَكَانَ جَالِسًا ذَاتَ يَوْمٍ، وَعِنْدَهُ الإِمَامُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، إِذْ دَخَلَ الحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، فَأَخَذَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَأَجْلَسَهُ فِي حِجْرِهِ، وَقَبَّلَ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَقَبَّلَ شَفَتَيْهِ، وَكَانَ لِلْحُسَيْنِ سِتُّ سِنِينَ. فَقَالَ عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا رَسُولَ اللهِ! أَتُحِبُّ وَلَدِي الحُسَيْنَ؟ قَالَ النَّبِيُّ: وَكَيْفَ لَا أُحِبُّهُ، وَهُوَ عُضْوٌ مِنْ أَعْضَائِي؟

Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pada suatu hari sedang duduk, dan di sisinya ada Imam Ali bin Abi Thalib. Tiba-tiba masuklah Imam Husain bin Ali (‘alaihimā al-salām). Maka Rasulullah ﷺ segera mengangkatnya, mendudukkannya di pangkuannya, mencium antara kedua matanya, dan mencium bibirnya. Saat itu usia Husain adalah enam tahun. Lalu Ali (‘alayhis salām) berkata:”Wahai Rasulullah! Apakah engkau mencintai anakku al-Husain?”Nabi pun menjawab:

“Bagaimana aku tidak mencintainya, padahal dia adalah bagian dari tubuhku?”

فَقَالَ عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا رَسُولَ اللهِ! أَيُّنَا أَحَبُّ إِلَيْكَ، أَنَا أَمْ حُسَيْنٌ؟ فَقَالَ الحُسَيْنُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا أَبَتِ! مَنْ كَانَ أَعْلَى شَرَفًا، كَانَ أَحَبَّ إِلَى النَّبِيِّ، وَأَقْرَبَ إِلَيْهِ مَنْزِلَةً. فَقَالَ عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِوَلَدِهِ: أَتُفَاخِرُنِي يَا حُسَيْنُ؟!

قَالَ: نَعَمْ، يَا أَبَتَاهُ! إِنْ شِئْتَ.

Ali (‘alayhis salām) berkata:”Wahai Rasulullah! Siapa yang lebih engkau cintai, aku atau Husain?” Lalu Husain (‘alayhis salām) berkata:”Wahai ayahku! Siapa yang lebih tinggi derajatnya, maka dialah yang lebih dicintai Nabi dan lebih dekat kedudukannya kepadanya.” Ali (‘alayhis salām) berkata kepada putranya:”Apakah engkau ingin berbangga-bangga denganku, wahai Husain?”Husain menjawab:

“Ya, wahai ayahku, jika engkau mengizinkannya.”🔸 Catatan: Dalam bagian ini terlihat adab dan kehalusan tutur kata Imam Husain (as), bahkan dalam menyatakan kehormatan, beliau tetap menegaskan bahwa kedudukan lebih tinggi membawa kecintaan lebih besar, namun tetap meminta izin kepada ayahnya sebelum melanjutkan mufākharah (dialog kehormatan).

فَقَالَ لَهُ الإِمَامُ عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَامُ:يَا حُسَيْنُ! 

أَنَا أَمِيرُ المُؤْمِنِينَ، أَنَا لِسَانُ الصَّادِقِينَ، 

أَنَا وَزِيرُ المُصْطَفَى، أَنَا خَازِنُ عِلْمِ اللهِ وَمُخْتَارُهُ مِنْ خَلْقِهِ، أَنَا قَائِدُ السَّابِقِينَ إِلَى الجَنَّةِ، أَنَا قَاضِي الدَّيْنِ عَنْ رَسُولِ اللهِ، أَنَا الَّذِي عَمُّهُ سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ فِي الجَنَّةِ، أَنَا الَّذِي أَخُوهُ جَعْفَرُ الطَّيَّارُ فِي الجَنَّةِ عِنْدَ المَلَائِكَةِ.

أَنَا قَاضِي الرَّسُولِ، أَنَا آخِذُ لَهُ بِاليَمِينِ، أَنَا حَامِلُ سُورَةِ التَّنْزِيلِ إِلَى أَهْلِ مَكَّةَ بِأَمْرِ اللهِ تَعَالَى، أَنَا الَّذِي اخْتَارَنِي اللهُ تَعَالَى مِنْ خَلْقِهِ، أَنَا حَبْلُ اللهِ المَتِينُ الَّذِي أَمَرَ اللهُ تَعَالَى خَلْقَهُ أَنْ يَعْتَصِمُوا بِهِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:

﴿ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا ﴾ أَنَا نَجْمُ اللهِ الزَّاهِرُ، أَنَا الَّذِي تَزُورُنِي مَلَائِكَةُ السَّمَاوَاتِ، أَنَا لِسَانُ اللهِ النَّاطِقُ، أَنَا حُجَّةُ اللهِ تَعَالَى عَلَى خَلْقِهِ، أَنَا يَدُ اللهِ القُوَى، أَنَا وَجْهُ اللهِ تَعَالَى فِي السَّمَاوَاتِ، أَنَا جَنْبُ اللهِ الزَّاهِرُ، أَنَا الَّذِي قَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِيَّ وَفِي حَقِّي: ﴿ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ * لَا يَسْبِقُونَهُ بِالقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ ﴾

Lalu Imam Ali (‘alayhis salām) berkata kepada Husain:”Wahai Husain!
1), Aku adalah Amīr al-Mu’minīn (Pemimpin orang-orang beriman) 
2), Aku adalah lisan orang-orang yang jujur.
3), Aku adalah menteri Rasulullah al-Muṣṭafā. 
4), Aku adalah penjaga ilmu Allah dan yang dipilih-Nya dari ciptaan-Nya. 
5), Aku adalah pemimpin orang-orang yang lebih dahulu masuk surga. 
6), Aku adalah pelunas utang Rasulullah. 
7), Aku adalah orang yang pamannya (yakni Hamzah) adalah penghulu para syuhada di surga. 
8), Aku adalah orang yang saudaraku (yakni Ja‘far al-Ṭayyār) adalah bersama para malaikat di surga. 9), Aku adalah pengganti Rasul. 10), Aku adalah tangan kanan Rasulullah. 
11), Aku adalah pembawa Surah al-Tanzīl (wahyu) ke Mekkah atas perintah Allah Ta‘ālā. 
12), Akulah yang Allah pilih dari makhluk-Nya. 
13), Akulah tali Allah yang kokoh yang diperintahkan Allah kepada hamba-Nya untuk berpegang teguh padanya, dalam firman-Nya: “Berpeganglah kalian semua pada tali Allah.” (QS Āli ‘Imrān: 103)
14), Aku adalah bintang Allah yang bersinar. 
15), Aku yang dikunjungi para malaikat langit. 
16), Aku adalah lisan Allah yang berbicara.
17), Aku adalah hujjah Allah atas makhluk-Nya. 
18), Aku adalah tangan Allah yang kuat. 
19), Aku adalah wajah Allah di langit. 
20), Aku adalah sisi Allah yang bersinar. 
21), Aku adalah yang difirmankan oleh Allah dalam hakku:(Mereka adalah) hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya dalam ucapan dan mereka melakukan perintah-Nya.” (QS al-Anbiyā’: 26–27)

🔸 Catatan: Ini baru sebagian dari pernyataan Imam Ali (as) tentang keutamaannya. Ungkapan-ungkapan ini disampaikan sebagai bagian dari majelis ilmu, bukan kesombongan, melainkan untuk menjelaskan hakikat wilayah dan maqām ruhani beliau yang ditetapkan oleh Allah, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an.

أَنَا عُرْوَةُ اللهِ الوُثْقَى الَّتِي لَا انْفِصَامَ لَهَا، وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. أَنَا بَابُ اللهِ الَّذِي يُؤْتَى مِنْهُ، أَنَا عَلَمُ اللهِ عَلَى الصِّرَاطِ، أَنَا بَيْتُ اللهِ، مَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا. فَمَنْ تَمَسَّكَ بِوِلَايَتِي وَمَحَبَّتِي أَمِنَ مِنَ النَّارِ. أَنَا قَاتِلُ النَّاكِثِينَ وَالقَاسِطِينَ وَالمَارِقِينَ، أَنَا قَاتِلُ الكَافِرِينَ، أَنَا أَبُو اليَتَامَى، أَنَا كَهْفُ الأَرَامِلِ، أَنَا ﴿ عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ ﴾ عَنْ وِلَايَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ. وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴾ أَنَا نِعْمَةُ اللهِ تَعَالَى الَّتِي أَنْعَمَ اللهُ بِهَا عَلَى خَلْقِهِ، أَنَا الَّذِي قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيَّ وَفِي حَقِّي: ﴿ اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ، وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي، وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا ﴾ فَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مُسْلِمًا مُؤْمِنًا كَامِلَ الدِّينِ. أَنَا الَّذِي بِيَ اهْتَدَيْتُمْ، أَنَا الَّذِي قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيَّ وَفِي عَدُوِّي: ﴿ وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْؤُولُونَ ﴾

أَيْ عَنْ وِلَايَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ.أَنَا ﴿ النَّبَأُ العَظِيمُ ﴾

أَنَا الَّذِي أَكْمَلَ اللهُ تَعَالَى بِيَ الدِّينَ يَوْمَ غَدِيرِ خُمٍّ وَخَيْبَرَ. أَنَا الَّذِي قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ فِيَّ:مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ، فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ»

22), Aku adalah ‘urwatullāh al-wuthqā (tali Allah yang kokoh) yang tidak akan pernah terputus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 
23), Akulah pintu Allah yang darinya manusia masuk.
 24), Aku adalah tanda Allah di atas shirath (jembatan). 
25), Aku adalah rumah Allah, barang siapa memasukinya maka ia akan aman. Barang siapa berpegang pada wilayah dan cintaku, maka ia akan selamat dari neraka. 
26), Aku adalah pembunuh orang-orang yang melanggar janji (nakithīn), orang-orang yang menyimpang (qāsithīn), dan pemberontak (māriqīn). 
27), Aku adalah pembunuh orang-orang kafir. 
28), Aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, pelindung para janda. 
29), Aku adalah (عَمَّ يَتَسَاءَلُونَ) — tentang wilayahku kelak pada hari kiamat mereka akan bertanya. Dan firman-Nya Ta‘ālā:”Kemudian sungguh kalian akan ditanya pada hari itu tentang nikmat.” (QS al-Takāthur: 8) 
30), Aku adalah nikmat Allah yang dikaruniakan-Nya kepada makhluk-Nya. 
31), Aku adalah yang difirmankan oleh Allah dalam hakku:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.” (QS al-Mā’idah: 3) Maka barang siapa mencintaiku, sungguh ia adalah seorang Muslim, Mukmin, dan sempurna agamanya. 
32), Akulah penunjuk jalan kalian menuju kebenaran. 
33), Aku adalah yang difirmankan Allah Ta‘ālā dalam hakku dan musuhku:”Tahanlah mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya.” (QS al-Ṣāffāt: 24)
— yakni ditanya tentang wilayahku di hari kiamat. 
34), Aku adalah “al-Naba’ al-‘Aẓīm” (Berita Besar). 
35), Akulah yang denganku agama disempurnakan oleh Allah Ta‘ālā pada hari Ghadīr Khumm dan Khaibar. 
36), Aku adalah yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ:
“Barang siapa aku adalah mawlā-nya (pemimpinnya), maka Ali adalah mawlā-nya.”

🔹 Catatan:
Dalam bagian ini Imam Ali (as) menegaskan bahwa seluruh fondasi agama, keselamatan, dan nikmat Ilahi bergantung pada wilayah (kepemimpinan spiritual) beliau. Ayat-ayat Al-Qur’an pun ditafsirkan dalam konteks wilayah Ahlul Bait ‘alaihimus salām — terutama ayat-ayat penting seperti al-Naba’ al-‘Aẓīm, Ghadīr, dan ayat penyempurnaan agama.

أَنَا صَلَاةُ المُؤْمِنِ، أَنَا حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، أَنَا حَيَّ عَلَى الفَلَاحِ، أَنَا حَيَّ عَلَى خَيْرِ العَمَلِ. أَنَا الَّذِي نَزَلَ عَلَى أَعْدَائِي: ﴿ سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ * لِلْكَافِرِينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ ﴾ بِمَعْنَى مَنْ أَنْكَرَ وِلَايَتِي، وَهُوَ النُّعْمَانُ بْنُ الحَارِثِ اليَهُودِيُّ، لَعَنَهُ اللهُ تَعَالَى. أَنَا دَاعِي الأَنَامِ إِلَى الحَوْضِ، فَهَلْ دَاعِي المُؤْمِنِينَ إِلَى الحَوْضِ غَيْرِي؟

أَنَا أَبُو الأَئِمَّةِ الطَّاهِرِينَ مِنْ وُلْدِي، أَنَا مِيزَانُ القِسْطِ لِيَوْمِ القِيَامَةِ، أَنَا يَعْسُوبُ الدِّينِ، أَنَا قَائِدُ المُؤْمِنِينَ إِلَى الخَيْرَاتِ وَالغُفْرَانِ إِلَى رَبِّي. أَنَا الَّذِي أَصْحَابِي يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَوْلِيَائِي المُبَرَّئِينَ مِنْ أَعْدَائِي، وَعِنْدَ المَوْتِ لَا يَخَافُونَ وَلَا يَحْزَنُونَ، وَفِي قُبُورِهِمْ لَا يُعَذَّبُونَ، وَهُمْ الشُّهَدَاءُ وَالصِّدِّيقُونَ، وَعِنْدَ رَبِّهِمْ يَفْرَحُونَ.

37), Aku adalah shalat kaum mukminin. 
38), Aku adalah “ḥayya ‘ala al-ṣalāh”, 
39), aku adalah “ḥayya ‘ala al-falāḥ”, 
40), aku adalah “ḥayya ‘ala khayri al-‘amal”. Ayat ini diturunkan kepada musuh-musuhku:”Seseorang telah meminta datangnya azab yang pasti terjadi. Untuk orang-orang kafir, tak ada yang dapat menolaknya.” (QS al-Ma‘ārij: 1–2)
— maksudnya adalah orang yang mengingkari wilayahku, yaitu al-Nu‘mān bin al-Ḥārith al-Yahūdī, semoga Allah melaknatnya. 
41), Akulah yang menyeru seluruh makhluk ke Haudh (telaga).Apakah ada selain aku yang menyeru kaum mukminin ke telaga? 
42), Akulah ayah dari para imam yang suci dari keturunanku. 
43), Akulah timbangan keadilan pada hari kiamat. 
44), Akulah Ya‘ṣūb al-Dīn (intisari agama). 
45), Akulah pemimpin kaum mukminin menuju kebaikan, ampunan, dan menuju Tuhanku. Para sahabatku di hari kiamat adalah dari para waliku yang berlepas diri dari musuh-musuhku. Mereka tidak takut ketika kematian menjemput, mereka tidak bersedih, dan di dalam kubur mereka tidak akan diazab. Mereka adalah para syuhada, para ṣiddīqīn (benar), dan mereka bergembira di sisi Tuhan mereka.

📌 Dalam bagian ini, Imam Ali (as) menyebut bahwa wilayahnya adalah syarat keselamatan di dunia dan akhirat. Azab disebut turun pada siapa yang mengingkarinya, dan para pengikut sejatinya (Syiah sejati) akan memperoleh keamanan saat mati, di alam kubur, dan di akhirat.

أنا الَّذِي شِيعَتِي مُتَوَثِّقُونَ أَنْ لَا يُوَادُّوا مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ، أَنَا الَّذِي شِيعَتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَاب، أَنَا الَّذِي عِندِي دِيوَانُ الشِّيعَةِ بِأَسْمَائِهِم، أَنَا عَوْنُ الْمُؤْمِنِينَ وَشَفِيعٌ لَهُمْ عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ. أَنَا الضَّارِبُ بِالسَّيْفَيْنِ، أَنَا الطَّاعِنُ بِالرُّمْحَيْنِ، أَنَا قَاتِلُ الْكَافِرِينَ يَوْمَ بَدْرٍ وَحُنَيْن، أَنَا مُرْدِي الْكُمَاةِ يَوْمَ أُحُد، أَنَا ضَارِبُ ابْنِ عَبْدِ وُدٍّ لَعَنَهُ اللهُ تَعَالَى يَوْمَ الْأَحْزَاب، أَنَا قَاتِلُ عَنْتَرَةَ وَمَرْحَب، أَنَا قَاتِلُ فُرْسَانِ خَيْبَر. أَنَا الَّذِي قَالَ فِيَّ الْأَمِينُ جِبْرَائِيل: “لَا سَيْفَ إِلَّا ذُو الْفِقَارِ، وَلَا فَتَىٰ إِلَّا عَلِيٌّ”. أَنَا صَاحِبُ فَتْحِ مَكَّة، أَنَا كَاسِرُ اللَّاتِ وَالْعُزَّى، أَنَا الْهَادِمُ الْهُبَلِ الْأَعْلَىٰ وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى، أَنَا عَلَوْتُ عَلَىٰ كَتِفِ النَّبِيِّ وَكَسَرْتُ الْأَصْنَام، أَنَا الَّذِي كَسَرْتُ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ الله)، أَنَا الَّذِي قَاتَلْتُ الْكَافِرِينَ فِي سَبِيلِ الله، أَنَا الَّذِي تَصَدَّقْتُ بِالْخَاتَم، أَنَا الَّذِي نِمْتُ عَلَىٰ فِرَاشِ النَّبِيِّ وَوَقَيْتُهُ بِنَفْسِي مِنَ الْمُشْرِكِينَ، أَنَا الَّذِي يَخَافُ الْجِنُّ مِنْ بَأْسِي، أَنَا الَّذِي بِهِ يُعْبَدُ الله. أَنَا تَرْجُمَانُ الله، أَنَا خَازِنُ عِلْمِ الله، أَنَا عَيْبَةُ عِلْمِ رَسُولِ الله، أَنَا قَاتِلُ أَهْلِ الْجَمَلِ وَصِفِّينَ بَعْدَ رَسُولِ الله، أَنَا قَسِيمُ الْجَنَّةِ وَالنَّار.

46), Akulah (Ali) yang para pengikutku (Syiahku) meyakini sepenuh hati bahwa mereka tidak akan mencintai orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, meskipun itu adalah ayah-ayah mereka atau anak-anak mereka.
47), Akulah yang para pengikutku akan masuk surga tanpa perhitungan. 
48), Akulah yang memiliki daftar Syiah beserta nama-nama mereka. 
49, Akulah penolong orang-orang mukmin dan pemberi syafaat bagi mereka di sisi Tuhan semesta alam. 
50), Akulah yang memukul dengan dua pedang, 
51), Akulah yang menusuk dengan dua tombak, 
52), Akulah pembunuh orang-orang kafir pada hari Perang Badar dan Hunain, 
53), Akulah yang menjatuhkan para kesatria tangguh pada hari Uhud,
54), Akulah yang memukul mati putra ’Abd Wudd (laknat Allah atasnya) pada hari Ahzab, 
55), Akulah pembunuh ’Antarah dan Marhab, 
56), Akulah pembunuh para ksatria Khaibar. 
57), Akulah yang dikatakan oleh Jibril sang Amin tentangku:”Tiada pedang selain Dzulfikar, dan tiada pemuda pemberani selain Ali.” 
58), Akulah pemilik pembebasan kota Mekah,
59), Akulah yang menghancurkan berhala Lāt dan ‘Uzzā, 
60), Akulah yang merobohkan Hubal yang tertinggi dan Manāt yang ketiga yang terakhir, 
61), Akulah yang naik ke pundak Nabi dan menghancurkan berhala-berhala,
62), Akulah yang menghancurkan patung-patung Yaghūts, Ya‘ūq, dan Nasr (laknat Allah atas mereka),
63), Akulah yang memerangi orang-orang kafir di jalan Allah,
64), Akulah yang bersedekah dengan cincinnya, 
65), Akulah yang tidur di ranjang Nabi dan melindunginya dengan jiwaku dari kaum musyrik,
67), Akulah yang ditakuti oleh bangsa jin karena kekuatanku, 
68), Akulah yang dengan keberadaanku Allah disembah. 
69), Akulah juru bicara Allah, 
70), Akulah penjaga ilmu Allah,
71), Akulah wadah ilmu Rasulullah,
72), Akulah pembunuh orang-orang Jamal dan Shiffin setelah wafatnya Rasulullah, 73), Akulah pembagi surga dan neraka.

فَعِنْدَهَا سَكَتَ عَلِيٌّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لِلْحُسَيْنِ: أَسَمِعْتَ يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ! مَا قَالَهُ أَبُوكَ؟ وَهُوَ عُشْرُ عَشِيرِ مِعْشَارِ مَا قَالَهُ مِنْ فَضَائِلِهِ، وَمِنْ أَلْفِ أَلْفِ فَضِيلَةٍ، وَهُوَ فَوْقَ ذَلِكَ أَعْلَى. فَقَالَ الحُسَيْنُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِنْ عِبَادِهِ المُؤْمِنِينَ، وَعَلَى جَمِيعِ المَخْلُوقِينَ، وَخَصَّ جَدِّنَا بِالتَّنْزِيلِ وَالتَّأْوِيلِ وَالصِّدْقِ وَمُنَاجَاةِ الأَمِينِ جِبْرَئِيلَ، وَجَعَلَنَا خِيَارَ مَنِ اصْطَفَاهُ الجَلِيلُ، وَرَفَعَنَا عَلَى الخَلْقِ أَجْمَعِينَ.

Maka setelah itu Imam Ali pun terdiam. Lalu Nabi ﷺ berkata kepada al-Ḥusain (‘alayhis salām): “Apakah engkau mendengar, wahai Abā ‘Abdillāh, apa yang diucapkan ayahmu?Sungguh itu hanya sepersepuluh dari sepersepuluh dari sepersepuluh bagian dari keutamaannya. Bahkan dari sejuta (satu juta) keutamaan, dan ia masih jauh lebih tinggi dari itu.

Maka Husain (‘alayhis salām) berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami atas banyak dari hamba-hamba-Nya yang beriman, dan atas seluruh makhluk.

Dia telah mengkhususkan kakek kami dengan tanzīl (wahyu) dan ta’wīl (penakwilan),
dengan kejujuran, dan dengan munajat (bisikan) dari Jibrīl sang kepercayaan. Dia menjadikan kami sebagai orang-orang pilihan dari mereka yang dipilih oleh al-Jalīl (Yang Maha Agung),
dan Dia telah meninggikan kami atas seluruh ciptaan.”

📌 Catatan Makna:

 1. Pernyataan Nabi ﷺ mengisyaratkan bahwa apa yang disebutkan Imam Ali (as) hanyalah sebagian kecil dari lautan keutamaan yang sesungguhnya.

2. Imam Husain (as) menanggapi bukan dengan bangga diri, tapi dengan pujian kepada Allah, dan menegaskan bahwa keutamaan keluarga Ahlul Bait (as) adalah berasal dari pilihan dan anugerah Allah, bukan karena kehendak pribadi.

ثُمَّ قَالَ الحُسَيْنُ: أَمَّا مَا ذَكَرْتَ يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ! فَأَنْتَ فِيهِ صَادِقٌ أَمِينٌ. فَقَالَ النَّبِيُّ:

اذْكُرْ أَنْتَ يَا وَلَدِي! فَضَائِلَكَ. فَقَالَ الحُسَيْنُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا أَبَتِ! أَنَا الحُسَيْنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، وَأُمِّي فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ سَيِّدَةُ نِسَاءِ العَالَمِينَ، وَجَدِّي مُحَمَّدٌ المُصْطَفَى سَيِّدُ بَنِي آدَمَ أَجْمَعِينَ، لَا رَيْبَ فِيهِ. يَا عَلِيُّ! أُمِّي أَفْضَلُ مِنْ أُمِّكَ عِنْدَ اللهِ وَعِنْدَ النَّاسِ أَجْمَعِينَ،

وَجَدِّي خَيْرٌ مِنْ جَدِّكَ، وَأَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ وَعِنْدَ النَّاسِ أَجْمَعِينَ، وَأَنَا فِي المَهْدِ نَاغَانِي جِبْرَئِيلُ، وَتَلَقَّانِي إِسْرَافِيلُ. يَا عَلِيُّ! أَنْتَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى أَفْضَلُ مِنِّي، وَأَنَا أَفْخَرُ مِنْكَ بِالآبَاءِ وَالأُمَّهَاتِ وَالأَجْدَادِ.

Kemudian Husain (‘alayhis salām) berkata: Adapun apa yang telah engkau sebutkan, wahai Amīr al-Mu’minīn, maka engkau adalah orang yang jujur dan terpercaya dalam semua itu.” Maka Nabi ﷺ berkata kepadanya:”Sebutkanlah, wahai putraku, keutamaan-keutamaanmu.” Maka Husain (‘alayhis salām) berkata:”Wahai ayahku, aku adalah al-Ḥusain, putra Ali bin Abi Thalib. Ibuku adalah Fāṭimah al-Zahrā’, penghulu seluruh perempuan di alam ini. Kakekku adalah Muḥammad al-Muṣṭafā, penghulu seluruh anak Adam — dan itu tidak diragukan lagi. Wahai Ali! Ibuku lebih utama daripada ibumu, di sisi Allah dan di sisi seluruh manusia. Dan kakekku lebih baik daripada kakekmu, dan lebih utama di sisi Allah dan semua manusia. Bahkan, ketika aku masih di buaian, Jibrīl berbicara denganku, dan Isrāfīl menyambutku. Wahai Ali! Engkau lebih utama dariku di sisi Allah Ta‘ālā, namun aku lebih berbangga atasmu dari sisi ayah, ibu, dan kakek.” 

📌 Catatan Makna:

 1. Adab Husain (as) luar biasa tinggi: meski menyebut keutamaan silsilahnya, beliau tetap mengakui keutamaan ruhani ayahnya di sisi Allah.

2. Beliau menunjukkan bahwa kemuliaan spiritual dan kemuliaan nasab bisa sama-sama ada, tapi yang utama adalah pengakuan jujur dan tawadhu’ di hadapan ayahnya.

3. Penegasan bahwa Fatimah (as) adalah lebih utama dari wanita mana pun, dan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah puncak kemuliaan manusia.

فَبَكَى عَلِيٌّ، وَضَمَّهُ إِلَى صَدْرِهِ، وَقَبَّلَ مَا بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَقَالَ: صَدَقْتَ يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، جَعَلَكَ اللهُ سَيِّدَ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَقَتَلَ مَنْ قَتَلَكَ، وَلَعَنَهُ وَعَذَّبَهُ. فَبَكَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: يَا عَلِيُّ! وَيْلٌ لِمَنْ يَقْتُلُكَ وَيَقْتُلُ وَلَدَكَ بَعْدَكَ، أَشَدُّ مِنْ وَيْلِ ثَمُودَ وَعَادٍ وَفِرْعَوْنَ، أُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ، وَذَلِكَ هُوَ الخُسْرَانُ المُبِينُ.

Maka Ali (‘alayhis salām)menangis, dan memeluk Husain ke dadanya, lalu mencium antara kedua matanya, seraya berkata:@Engkau benar, wahai Abā ‘Abdillāh. Semoga Allah menjadikanmu sebagai penghulu para penghuni surga, dan membinasakan siapa saja yang membunuhmu, melaknat dan mengazabnya.” Rasulullah ﷺ pun menangis, lalu bersabda:”Wahai Ali, celakalah bagi orang yang akan membunuhmu dan membunuh anakmu setelahmu. Celakanya lebih besar dari celakanya kaum Ṯamūd, ‘Ād, dan Fir‘aun. Mereka itulah orang-orang yang rugi di dunia dan akhirat. Dan itulah kerugian yang nyata.”

🕊️ Refleksi Ruhani

1. Cinta, keagungan, dan musibah keluarga Nabi berpadu dalam akhir riwayat ini.

2. Nabi ﷺ menegaskan bahwa pembunuh Imam Husain (as) adalah golongan yang paling celaka dan rugi di dunia dan akhirat. 

3. Pelukan antara ayah dan anak suci ini menjadi simbol kesatuan cahaya, yang kelak disaksikan oleh seluruh langit saat Karbala terjadi.


Makna مُفَاخَرَةُ الإِمَامِ الحُسَيْنِ مَعَ أَبِيهِ (عَلَيْهِمَا السَّلَام)”. Ungkapan ini tampaknya bukan mufākharah dalam arti negatif (saling menyombongkan diri) seperti dalam konteks manusia biasa, namun mengandung makna batin dan hakikat antara dua cahaya Ilahi, yaitu Imam Husain (as) dan ayahnya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as).

Makna positif dan hakikat dari 

“مُفَاخَرَة الإمام الحسين مع أبيه”:

1. Tajalli Cahaya Ilahi dalam Dua Wujud; Mufākharah di sini adalah bentuk tajalli (manifestasi) keagungan Ilahi yang memancar dari dua poros wilayah — Ali (as) sebagai asal, dan Husain (as) sebagai cabang yang menyempurna.

2. Saling Menyatakan Maqam Ruhani; Imam Husain dan ayahnya tidak beradu kelebihan, tapi saling menyingkap maqam batin masing-masing — seolah berkata, “Kau adalah Bābullah, dan aku adalah Qurbānullah.”

3. Dialog Cahaya dengan Cahaya
Dalam makrifat, disebutkan bahwa cahaya berbicara kepada cahaya. Maka mufākharah antara Husain dan Ali adalah percakapan antara dua nur, bukan dua ego.

4. Pendidikan Batin Sang Ayah kepada Sang Putra; Mufākharah ini bisa dimaknai sebagai dialog spiritual untuk membimbing dan mempersiapkan Husain (as) terhadap tugas agungnya di Karbala — dengan menunjukkan nilai qurbān, sabar, dan haqqul yaqīn.

5. Pengakuan Bahwa Imam Husain as adalah Cerminan Ayahnya; Imam Husain (as) seolah berkata, “Segala kemuliaanku dari ayahku, dan segala keteguhan ayahku terlihat dalamku.” Ini adalah mufākharah dalam bentuk pengabdian.

6. Puncak Cinta dalam Wilayah
Saling membanggakan di sini adalah bentuk mahabbah wilāyah, di mana masing-masing mengakui keagungan ruhani yang ditanamkan Allah pada yang lain.

7. Simbol Kesempurnaan Keluarga Tathīr: Mufākharah ini menyingkap bahwa antara ayah dan anak ini tidak ada celah duniawi, hanya kesempurnaan dalam kemuliaan Ahlul Bayt.

8. Kesatuan dalam Tujuan Ilahi
Husain dan Ali seakan saling berkata: “Kau berperang di Nahrawan demi agama, aku akan berkorban di Karbala demi agama.” Ini mufākharah misi Ilahi.

9. Refleksi Tauhid dalam Dua Wujud ; Mufākharah antara keduanya adalah cermin tauhid. Ali adalah pintu ilmu, Husain adalah darah kehidupan agama. Dua makhluk — satu hakikat.

10. Pertemuan Dua Lautan Wilayah
Sebagaimana Allah berfirman:
“مَرَجَ البَحرَينِ يَلتَقِيان” –
Dia biarkan dua lautan bertemu.” (QS. Ar-Rahman: 19) Mufākharah antara Ali dan Husain adalah pertemuan dua lautan wilayah, satu membawa ilmu, satu membawa pengorbanan — dan dari keduanya muncul mutiara makrifat.


Makna mufākharah Imam Husain (as) dengan ayahnya menurut Al-Qur’an, ditinjau dari sudut makna batin dan hakikat: 1. Mufākharah dalam Maqam Iman dan Wilayah

‎📖 “إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا…”

“Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman…”(QS al-Mā’idah: 55) Imam Ali dan Imam Husain berada dalam satu wilayah — mufākharah mereka adalah dalam kesatuan wilayah dan kedekatan kepada Allah.

2. Mufākharah Sebagai Tanda Kemuliaan Ilahi 📖 “اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ…”

“Allah memilih utusan dari malaikat dan manusia.”(QS al-Ḥajj: 75) Mufākharah Husain (as) dengan ayahnya adalah dalam bentuk menyatakan pilihan Ilahi, bukan kesombongan, melainkan syukur atas wilayah dan maqam.

3. Mufākharah dalam Sabar dan Tugas Ilahi 📖 “فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا”

“Maka bersabarlah dengan sabar yang indah.”(QS al-Ma‘ārij: 5) Ali (as) menunjukkan sabarnya di medan perang, Husain (as) menunjukkan sabarnya di Karbala. Mufākharah mereka adalah persaingan dalam sabar demi agama.

4. Mufākharah dalam Pengorbanan

📖 “إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ…

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan surga sebagai gantinya.” QS at-Tawbah: 111) Mufākharah keduanya adalah dalam menyerahkan jiwa sepenuhnya untuk Allah. Ali (as) tidur di ranjang Nabi, Husain (as) menyerahkan seluruh keluarganya di Karbala.

5. Mufākharah sebagai Ayat Allah

📖 “وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا…”

“Kami jadikan mereka para Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami.”(QS al-Anbiyā’: 73) Mufākharah antara Ali dan Husain adalah manifestasi ayat Allah dalam bentuk manusia — Imam sebagai penunjuk jalan.

6. Mufākharah dalam Kedudukan ’Ulu al-‘Ilm قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui?”

(QS az-Zumar: 9) Ilmu Ali adalah gerbang kota Nabi, dan ilmu Husain adalah hikmah dalam pengorbanan. Keduanya dalam mufākharah ilmu yang berasal dari sumber yang sama.

7. Mufākharah dalam Ketaatan Mutlak kepada Allah 

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم…”

“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul, maka ia bersama orang-orang yang diberi nikmat…”

(QS an-Nisā’: 69) Imam Ali dan Imam Husain adalah manifestasi ketaatan murni — mufākharah mereka adalah ketaatan total kepada Allah dalam dua medan yang berbeda.

8. Mufākharah dalam Nur Kenabian

📖 “اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ…”

“Allah adalah cahaya langit dan bumi…”(QS an-Nūr: 35) Mufākharah mereka adalah antara dua pancaran dari satu nur kenabian — yang satu mewakili keadilan, yang satu mewakili pengorbanan.

9. Mufākharah sebagai Simbol Al-Ṣirāṭ al-Mustaqīm

📖 “اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ”

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

(QS al-Fātiḥah: 6) Ali disebut sebagai “Ṣirāṭ Allāh al-Mustaqīm” dalam banyak riwayat Syiah, dan Husain sebagai penyambungnya di Karbala. Mufākharah mereka adalah jalan menuju Allah.

10. Mufākharah sebagai Taman Kesaksian وَجَعَلْنَا مِنْهُم أَئِمَّةً لِيَهْدُوا بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا

“Kami jadikan mereka para Imam ketika mereka bersabar dan yakin terhadap ayat-ayat Kami.”

(QS as-Sajdah: 24) Mufākharah Imam Husain dengan ayahnya adalah taman kesaksian (شهادة), di mana keduanya dipilih karena sabar, yakin, dan siap menjadi hujjah Allah atas bumi. Kesimpulan: Mufākharah antara Imam Husain (as) dan Imam Ali (as) menurut Al-Qur’an bukanlah saling menyombongkan, tapi adalah saling menyatakan maqam, keikhlasan, ilmu, dan pengorbanan dalam bentuk tertinggi dari wilayah dan tauhid.


Makna mufākharah Imam Husain (as) dengan ayahnya Imam Ali (as) menurut hadis;

1. Mufākharah dalam Ilmu dan Hikmah 

📖 Imam Husain (as) bersabda:

“أَنَا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ أَذْهَبَ اللهُ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرَهُمْ تَطْهِيرًا

(Sumber: Kāmil al-Ziyārāt, bab keutamaan Ahlul Bait) 

Makna: Imam Husain menyatakan maqam keluarganya, termasuk ayahnya, sebagai tempat ilmu yang suci. Ini adalah bentuk mufākharah ruhani — saling menyatakan kemurnian.

2. Mufākharah dalam Wilayah

📖 Imam Husain berkata tentang ayahnya:

عَلِيٌّ بَابُ الْهُدَى وَإِمَامُ مَنْ تَقَبَّلَ اللَّهُ عَمَلَهُ”

(Sumber: Bihār al-Anwār, 44/192) 

Makna: Husain (as) membanggakan ayahnya sebagai pintu hidayah dan standar penerimaan amal. Ini menunjukkan pengakuan ruhani yang tinggi.

3. Mufākharah dalam Kedekatan dengan Nabi 📖 Nabi (saw) bersabda:

“حُسَيْنٌ مِنِّي وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ”

(Sumber: Sunan al-Tirmidzī, hadis shahih) 

Makna: Dalam riwayat lain, Ali (as) juga disebut sebagai “nafsi” (jiwaku) oleh Nabi. Maka mufākharah antara Ali dan Husain adalah dalam kedekatan mereka kepada Rasulullah.

4. Mufākharah dalam Keberanian dan Kepemimpinan 

📖 Imam Ali (as) berkata: أنا الذي ضربت خراطيم الخلق حتى قالوا: لا إله إلا الله

(Sumber: Nahj al-Balāghah)

Dan Imam Husain menampakkan keberanian yang sama di Karbala, bersabda: ألا وإنّ الدعي ابن الدعي قد ركز بين اثنتين، بين السلة والذلة، وهيهات منا الذلة…”

(Sumber: Tārīkh al-Ṭabarī) Makna: Mufākharah keduanya dalam keberanian dan tak tunduk kepada kebatilan.

5. Mufākharah dalam Pengorbanan Jiwa 

📖 Imam Husain berkata dalam doanya di Karbala: رضاً برضاك، صبراً على قضائك، يا غياث المستغيثين

(Sumber: Maqtal al-Khuwārizmī) Ayahnya, Ali (as), juga berkata saat terbunuh:

‎“فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ” (Demi Tuhan Ka‘bah, aku telah menang!)

(Sumber: Tārīkh Ibn Sa‘d) Makna: Kedua imam menunjukkan puncak ridha dan kepasrahan, dan dalam itu terdapat mufākharah suci.

6. Mufākharah dalam Kesucian Nasab 

📖 Imam Husain berkata:

إنّ لنا في الحسين أسوة حسنة، وهو سبط النبي وابن البتول وأخو الحسن وابن علي.”

(Sumber: Bihār al-Anwār) Makna: Husain membanggakan nasab sucinya, bukan karena dunia, tapi sebagai hujjah atas umat.

7. Mufākharah dalam Cinta Ilahi

📖 Imam Ali (as) berkata: ما رأيت شيئًا إلّا ورأيت الله قبله وبعده ومعه.”
(Sumber: Nahj al-Balāghah) 

📖 Imam Husain (as) juga berkata di Arafah: إلهي ماذا وجد من فقدك، وما الذي فقد من وجدك
(Sumber: Du‘ā Arafah, Imam Husain)

Makna: Mufākharah keduanya adalah dalam ma‘rifat dan cinta kepada Allah.

8. Mufākharah dalam Menjadi Hujjah Allah 

📖 Imam al-Bāqir (as):

الحسين بن علي قتله أهل الكفر والنفاق، وهو حجة الله وابن حجة الله.”

(Sumber: al-Kāfī, 1/250) Makna: Husain adalah hujjah, dan anak hujjah — mengandung mufākharah silsilah imamah.

9. Mufākharah dalam Zuhud dan Keberpihakan kepada Kebenaran

📖 Imam Ali (as) berkata:

“يا دنيا غُرّي غيري!”

(Sumber: Nahj al-Balāghah)

Dan Husain (as) menolak bay‘ah pada Yazid demi prinsip:

“مثلي لا يبايع مثله.”

(Sumber: Tārīkh al-Ṭabarī) 

Makna: Mufākharah keduanya dalam meninggalkan dunia dan teguh dalam kebenaran.

10. Mufākharah dalam Warisan Cahaya 

📖 Nabi (saw):

“أنا مدينة العلم، وعليّ بابها…”

‎“حسين مصباح الهدى وسفينة النجاة…”

(Sumber: al-Ḥākim, al-Kāfī)

Makna: Ali adalah gerbang ilmu, Husain adalah cahaya hidayah. Keduanya bermufākharah dalam cahaya dan petunjuk. 

Kesimpulan: Mufākharah Imam Husain (as) dengan ayahnya Imam Ali (as) dalam hadis bukanlah persaingan ego, melainkan saling menampakkan kemuliaan ruhani, keteguhan dalam tugas ilahi, dan maqam yang diwariskan oleh Allah, sebagai dua bintang dari langit yang sama.


Makna mufākharah Imam Husain (as) dengan ayahnya berdasarkan hadis-hadis Ahlul Bayt (عليهم السلام), bukan dalam makna duniawi atau egoistis, tetapi dalam makna tajalli ruhani, wilayah, dan maqām:

1. Mufākharah dalam Nasab Ilahi

📖 Imam al-Ṣādiq (as) bersabda:

نَحْنُ خَيْرُ خَلْقِ اللَّهِ، وَنَحْنُ أَوْسَطُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَنَحْنُ آلُ مُحَمَّدٍ.”

(Sumber: al-Kāfī, 1/286)Imam Husain dan ayahnya berada dalam nasab pilihan — ini mufākharah kemuliaan yang ditetapkan Allah, bukan dari keakuan.

2. Mufākharah dalam Wilāyah dan Imāmah 

📖 Imam al-Bāqir (as) berkata:أَوَّلُنَا مُحَمَّد، وَأَوْسَطُنَا مُحَمَّد، وَآخِرُنَا مُحَمَّد…” كُلُّنَا نُورٌ وَاحِدٌ، نَتَقَلَّبُ فِي الْأَصْلَابِ الطَّاهِرَةِ

(Sumber: Bihār al-Anwār, 26/267) 

Mufākharah antara Imam Husain dan ayahnya adalah saling menampakkan bahwa keduanya berasal dari satu cahaya dan satu jalur wilayah.

3. Mufākharah dalam Ma‘rifah dan Munājāt 

📖 Imam Husain (as) dalam Du‘ā ‘Arafah:إِلَهِي مَاذَا وَجَدَ مَن فَقَدَكَ؟ وَمَا الَّذِي فَقَدَ مَن وَجَدَكَ؟

(Sumber: Ṣaḥīfah al-Ḥusaynīyah)

📖 Dan Imam Ali (as) berkata:مَا رَأَيْتُ شَيْئًا إِلَّا وَرَأَيْتُ اللَّهَ قَبْلَهُ وَبَعْدَهُ وَمَعَهُ

(Sumber: Nahj al-Balāghah) 

Mufākharah keduanya adalah dalam makrifat yang mendalam terhadap Allah.

4. Mufākharah dalam Ketaatan Total 

📖 Imam al-Bāqir (as):

“كَانَ عَلِيٌّ مَعَ الْحَقِّ وَالْحَقُّ مَعَ عَلِيٍّ…”

(Sumber: al-Kāfī, 1/373) 

📖 Dan Imam Husain (as) berkata saat ditinggalkan di Karbala: إن كان دينُ محمدٍ لم يستقم إلا بقتلي، يا سيوف خذيني

(Sumber: Maqtal al-Khuwārizmī)

Mufākharah ini adalah bentuk ketaatan mutlak dan pengorbanan demi agama.

5. Mufākharah dalam Syahādah

📖 Imam al-Riḍā (as) berkata:إِنَّ يَوْمَ الْحُسَيْنِ أَقْرَحَ جُفُونَنَا، وَأَسْبَلَ دُمُوعَنَا

(Sumber: ʿUyūn Akhbār al-Riḍā)

📖 Imam Ali (as):   فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ”

(Sumber: al-Irshād oleh al-Mufīd)

Mufākharah ini adalah kemuliaan syahid dalam jalan kebenaran, yang satu di mihrab, yang satu di padang Karbala.

6. Mufākharah dalam Warisan Ilmu Nabi 

📖 Imam al-Bāqir (as):    نَحْنُ الْعِصَابَةُ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: ‘كُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ’”

(Sumber: al-Kāfī) 

Mufākharah ini adalah dalam penyambungan langsung ilmu dan kejujuran dari Rasulullah (ص), lewat Ali (ع) dan Husain (ع).

7. Mufākharah dalam Keberanian dan Tawakkul 

📖 Imam Ali (as):

وَاللَّهِ لَوْ اجْتَمَعُوا عَلَيَّ جَمِيعًا مَا فَرَرْتُ…”

(Sumber: Nahj al-Balāghah)

📖 Imam Husain (as):

“هيهات منا الذلة…”

Ini adalah mufākharah ruhani dalam keberanian yang dibangun atas tawakkul sempurna.

8. Mufākharah dalam Kemiskinan Dunia dan Kekayaan Akhirat

📖 Imam al-Ṣādiq (as):

إِنَّ الْحُسَيْنَ قُتِلَ وَفِي صَدْرِهِ شَيْبَةُ الْإِيمَانِ…”

(Sumber: Bihār al-Anwār, 45/53)

Imam Husain bangga dalam zuhud dan kesederhanaan, seperti ayahnya yang makan roti kering dan menjahit sandalnya sendiri.

9. Mufākharah dalam Menegakkan Keadilan 

📖 Imam Ali (as):

اللَّهَ اللَّهَ فِي الْيَتَامَى، فَلَا تُغِبُّوا أَفْوَاهَهُمْ…”

(Sumber: Nahj al-Balāghah)

📖 Imam Husain (as): إِنَّمَا خَرَجْتُ لِطَلَبِ الْإِصْلَاحِ فِي أُمَّةِ جَدِّي

Mufākharah ini dalam melanjutkan risalah keadilan sosial dan spiritual.

10. Mufākharah dalam Nur Ahlul Bayt 

📖 Imam al-Ṣādiq (as):

خُلِقْنَا مِنْ نُورِ عَظَمَتِهِ، وَكُنَّا عَنْ يَمِينِ الْعَرْشِ…”

(Sumber: Tawḥīd al-Ṣadūq) 

Mufākharah Ali dan Husain adalah antara dua bagian dari nur Ilahi yang sama, dan bukan dalam bentuk duniawi.

Kesimpulan: Mufākharah antara Imam Husain dan Imam Ali عليهما السلام menurut hadis Ahlul Bait adalah saling menyatakan maqam ruhani, kesempurnaan dalam wilayah, keberanian, keikhlasan, dan ketundukan mutlak kepada Allah. Ini bukan pamer atau persaingan, tapi tajalli ruhani antara dua cahaya Imamah.


Makna Mufākharah Imam Husain dengan Ayahnya Menurut Ahli Makrifat dan Hakikat:

1. Tajallī al-Nūr bi al-Nūr (Penampakan Cahaya lewat Cahaya)
Ahli makrifat mengatakan: mufākharah antara Imam Husain dan Ali bukan dalam bentuk ucapan atau pertentangan, tapi tajallī cahaya ruhani — di mana nur Husain memperlihatkan nur Ali, dan nur Ali menyempurnakan nur Husain.
⚡️“Bukan saling meninggi, tapi saling memperlihatkan maqam sebagai cermin tajallī Allah.”

2. Muḥādatsah Maʿnawiyyah
(Dialog Ruhani antara Maqam dan Maqam) Dalam dunia makrifat, mufākharah ini terjadi bukan sebagai perkataan lisan, tetapi percakapan antara maqam qurb (kedekatan kepada Allah). Ali berkata dengan sirr: “Aku pintu”, dan Husain menjawab: “Aku pengorbanan di balik pintu itu.” 
🕊️ “Ali membuka jalan wilayah, Husain menebusnya dengan darah.”

3. Mufākharah Fī al-Fanā’
(Saling Bangga dalam Lenyapnya Diri karena Allah)
Ahli hakikat tidak melihat mufākharah sebagai ego, melainkan sebagai perayaan fanā’ (lenyap dalam Allah).
Husain mem-fanā-kan egonya di Karbala, Ali mem-fanā-kan egonya di mihrab Kufah.
✨ “Fanā’ Ali adalah wilayah, fanā’ Husain adalah syahādah — keduanya fana fīllāh.”

4. Tanaffus al-Rūḥ Baina al-Maqāmayn (Nafas Ruh yang Mengalir antara Dua Maqam)
Mufākharah ini adalah seperti hembusan ruh antara dua derajat wilayah. Ali adalah asal ruhaniyyah wilayah, Husain adalah puncaknya.
🌹 “Ali adalah awal mi‘rāj ruhani, Husain adalah klimaksnya.”

5. Mufākharah dalam Sirr al-Wilayah. Dalam dunia hakikat, mufākharah Imam Husain adalah pengakuan bahwa wilayah Ali adalah sumber darah Karbala, dan Ali mengakui bahwa darah Husain adalah bukti kebenaran wilayahnya. 
🔥 “Wilayah tanpa darah adalah teori, dan darah tanpa wilayah adalah kehilangan tujuan.”

6. Al-I’tirāf bi al-Qurb wa al-Mirāth al-Nūrānī (Pengakuan terhadap kedekatan Ilahi dan warisan nurani) Husain mengakui: “Aku adalah pewaris ruhmu, wahai ayah.”
Ali berkata dalam batinnya: “Engkau penyempurna pengorbanan para Nabi.” 
🌌 “Warisan Ali adalah hikmah, warisan Husain adalah penebusan umat.”

7. Mufākharah fī al-Sirr al-Ḥusaynī
Ahli makrifat berkata: “Setiap maqam Ali memiliki bayangannya dalam darah Husain.” Maka mufākharah terjadi ketika Ali melihat dirinya dalam syahādah Husain, dan Husain melihat ilham wilayah dalam ayahnya. 
💔 “Ali menanam pohon wilayah, Husain menyiraminya dengan darah dan air mata.”

8. Luqā’ al-Sirr wa al-Maqāl
(Pertemuan antara Rahasia dan Amanah Ucapan) Ali berkata dalam Nahj al-Balāghah: “Ilmu itu seperti air hujan… dan aku adalah lembahnya.” Sedangkan Husain berkata di Karbala: “Jika agama kakekku tidak tegak kecuali dengan darahku, maka ambillah aku!”
🔑 “Mufākharah mereka adalah penyatuan antara ilmu dan pengorbanan.”

9. Mufākharah Maʿnāwiyyah Laysa Zāhiriyyah
(Mufākharah Ruhani, bukan Zahir Duniawi)
Ahli hakikat menekankan bahwa ini bukan kebanggaan sosial, bukan pula saling membanggakan darah atau garis keturunan, tapi saling menyatakan maqam tauhid, yang telah mereka tempuh dalam wujud.🧭 “Mereka bertemu bukan sebagai ayah dan anak, tapi sebagai wali dan qurbān.”

10. Tajāwuz al-Naqsh – Mufākharah fī al-Tajrīd
(Transendensi dari kekurangan — Mufākharah dalam ketelanjangan ruh) Mereka saling menyatakan:
“Aku bukan siapa-siapa tanpa Tuhan.”
“Dan aku tak melihat apapun selain Tuhan dalammu.”
🕊️ “Mufākharah itu bukan ke ‘aku’, tapi ke fana dan baqā’ dalam Allah.”

✨ Penutup: Menurut ahli hakikat, “mufākharah Imam Husain dan Imam Ali” adalah penyingkapan saling cermin dalam jalan kesempurnaan spiritual, bukan saling mengungguli, melainkan saling membesarkan cermin Allah dalam diri mereka masing-masing. ⚡️ “Ali adalah sirr wilayah, Husain adalah sirr pengorbanan — dua puncak tajalli dari satu wujud Muhammadiyyah.”


Kisah “mufākharah” (kisah saling berbangga / membanggakan kemuliaan), terutama yang bersumber dari Ahlul Bait (ʿalayhimussalām), para sahabat, atau ulama hakikat, yang sarat nilai spiritual, makrifat, dan hikmah. “Mufākharah” bukanlah kesombongan, melainkan ekspresi jujur atas karunia Allah dan pengakuan terhadap keutamaan hakiki. 

✅ 1. Mufākharah Nabi Muhammad (ṣ) dengan Sayyidah Fāṭimah (as) Suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda di hadapan para sahabat:
“فاطمة بضعة مني، من سرّها فقد سرّني، ومن آذاها فقد آذاني.”
“Fāṭimah adalah bagian dariku. Siapa yang menyenangkannya, sungguh telah menyenangkanku. Dan siapa yang menyakitinya, sungguh telah menyakitiku.”
🟡 Ini adalah bentuk mufākharah Nabi ﷺ yang menunjukkan bahwa kemuliaan Fāṭimah (as) adalah kemuliaan beliau sendiri.

✅ 2. Mufākharah Imam ʿAlī (as) tentang Lāfata; Dalam Perang Khandaq, ketika ʿAmr bin ʿAbd Wudd muncul menantang kaum Muslimin, Imam ʿAlī (as) maju dan mengalahkannya. Nabi bersabda:
ضربة عليّ يوم الخندق أفضل من عبادة الثقلين.”
“Satu tebasan ʿAlī pada hari Khandaq lebih utama daripada ibadah jin dan manusia.”
🟢 Ini menjadi kebanggaan yang menunjukkan bahwa tauhid dan keberanian berpadu dalam wujud Ali (as). 

✅ 3. Mufākharah Imam Ḥusain (as) di Padang Karbalā’
Sebelum syahadahnya, Imam Ḥusain (as) berkata:  إن كان دين محمد لم يستقم إلا بقتلي، فيا سيوف خذيني
“Jika agama Muhammad tidak akan tegak kecuali dengan kematianku, maka wahai pedang-pedang, ambillah aku!”
❤️ Inilah mufākharah tertinggi seorang pecinta Ilahi: rela mati demi kemuliaan risalah.

✅ 4. Mufākharah Nabi (ṣ) tentang Nasab. Nabi bersabda:
“أنا سيّد ولد آدم ولا فخر.”
“Aku adalah pemimpin anak-anak Adam – dan ini bukan kesombongan.” 
🔵 Ini mufākharah dalam bentuk kerendahan hati. Menyampaikan fakta tanpa menyombongkan diri.

✅ 5. Mufākharah Sayyidah Zaynab (as) di Hadapan Yazid
Setelah tragedi Karbalā’, Yazid mencoba merendahkan Ahlul Bait. Sayyidah Zaynab menjawab dengan penuh kebanggaan:  ما رأيتُ إلا جميلاً
“Aku tidak melihat kecuali keindahan.” 
🟣 Beliau tidak kalah martabat, bahkan menampakkan mufākharah ruhaniah dalam kesabaran.

✅ 6. Mufākharah Nabi Yūsuf (as) dalam Penjara. Ketika di dalam penjara, Nabi Yūsuf (as) menyampaikan dakwah tauhid dan mengatakan: واتبعت ملة آبائي إبراهيم وإسحاق ويعقوب
“Aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrāhīm, Isḥāq, dan Yaʿqūb.” (QS. Yūsuf: 38)
🌿 Ini mufākharah atas garis keturunan spiritual tauhid, bukan kesombongan nasab dunia.

✅ 7. Mufākharah Salmān al-Fārisī
Ketika sebagian Arab mencela Salmān karena asalnya dari Persia, Rasulullah bersabda:
سلمان منا أهل البيت.”
“Salmān adalah bagian dari kami Ahlul Bait.” 
🔶 Mufākharah bukan karena bangsa, tapi karena kedekatannya pada cahaya Ahlul Bait.

✅ 8. Mufākharah Imam al-Sajjād (as) di Syām: Dalam majelis Yazid, seorang ahli syām menghina Ahlul Bait. Imam Zain al-‘Ābidīn berkata:
أنا ابن مكة ومنى… 
أنا ابن فاطمة الزهراء…”
Dan beliau menyebut satu per satu kemuliaan dirinya dan keluarganya hingga majelis menangis. 
🧡 Ini adalah mufākharah suci dari seorang yang mewarisi darah para syuhada.

✅ 9. Mufākharah Nabi Mūsā (as)
Ketika Allah berkata:   وَأَنَا اخْتَرْتُكَ
QS. Ṭāhā: 13)
“Aku telah memilihmu.”
Nabi Mūsā (as) pun merasa mulia dan bangga dalam ketaatan.
🌟 Mufākharah ini menjadi dasar kedekatannya kepada Allah.

✅ 10. Mufākharah Ulama Makrifat
Syekh Bābā Ṭāhir al-‘Uryān berkata:
إن قلتُ إني عبدُه فذاك فخرٌ لي، 
وإن قال إني ربُّك فذاك عزٌّ لي.”
“Jika aku berkata: aku hamba-Nya, itu kemuliaanku. Dan jika Dia berkata: Aku Tuhanmu, itu kehormatanku.” 
🕊️ Mufākharah seorang ʿārif adalah dalam pengakuannya sebagai hamba.

📌 Kesimpulan: Mufākharah yang hakiki adalah ekspresi syukur atas anugerah Allah, bukan kesombongan. Ia menjadi senjata ruhani melawan penghinaan batin dan kezaliman dunia.

✅ 11. Mufākharah Nabi Ibrāhīm (as) tentang Keikhlasan
Ketika raja Namrūd menantang, Nabi Ibrāhīm berkata:      إني وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض
(QS. Al-An‘ām: 79)
“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi…”
🌟 Mufākharah tauhid—berbangga dengan ketergantungan total pada Allah.

✅ 12. Mufākharah Nabi Sulaimān (as) dengan Ilmu dan Amanah
Saat istana Ratu Saba’ datang sebelum ia tiba, Nabi Sulaimān berkata: هذا من فضل ربي ليبلوني أأشكر أم أكفر
(QS. An-Naml: 40)
“Ini adalah karunia dari Tuhanku untuk mengujiku: apakah aku bersyukur atau kufur…” 
🔑 Ini mufākharah yang penuh syukur, bukan kesombongan.

✅ 13. Mufākharah Imam Jaʿfar aṣ-Ṣādiq (as) dengan Ilmu
Suatu kali beliau berkata:
علمنا غابرٌ ومزبور، ونكت في القلوب، 
ونقرٌ في الأسماع…”
“Ilmu kami adalah yang terdahulu dan yang tersimpan, bersemayam dalam hati dan tertanam dalam pendengaran…”
📘 Mufākharah Ahlul Bait dalam wilayah ruh dan ilmu ladunī.

✅ 14. Mufākharah Bilāl bin Rabāḥ (ra) Ketika Bilāl disiksa di Mekah karena Islamnya, ia tetap berseru:
“أحدٌ أحد!”
“Satu! Satu (Tuhan)!”
⛓️ Ini adalah mufākharah tauhid melawan dunia yang menyiksa.

✅ 15. Mufākharah Nabi Muhammad (ṣ) atas Maʿrājatihi
Dalam kisah Miʿrāj, Allah berfirman:
“يا أحمد، لولاك لما خلقت الأفلاك.”
“Wahai Ahmad, kalau bukan karena engkau, tidak akan Kuciptakan alam semesta.”
🌌 Ini adalah mufākharah puncak sebagai rahmat bagi seluruh alam.

✅ 16. Mufākharah Hujr ibn ʿAdī
Sahabat Imam ʿAlī (as) ini lebih memilih dibunuh daripada mencela Imamnya. Ia berkata kepada algojo:
“دعوني أصلي ركعتين.”
“Izinkan aku shalat dua rakaat sebelum mati.”
⚔️ Mufākharah pengorbanan demi kesetiaan pada wali Allah.

✅ 17. Mufākharah Imam al-Bāqir (as) dengan Kedalaman Ilmu
Ketika seseorang bertanya: “Apakah engkau ahli ilmu?”, Imam menjawab:
نعم، علمٌ ورثناه من رسول الله، 
ولا نفتخر بذلك.”
“Ya, ilmu yang kami warisi dari Rasulullah – dan kami tidak sombong karenanya.” 
🔍 Ilmu diwarisi dengan rendah hati, tapi tetap mulia.

✅ 18. Mufākharah Syekh al-Kāshānī ; Dalam munajatnya, ia berkata: إن كانت طاعاتي قليلة، لكن حبي لك كثير، فبذا أفتخر
“Jika amal ibadahku sedikit, cintaku pada-Mu besar—dan itu yang kubanggakan.” 
🧡 Mufākharah ʿārif: bukan amal, tapi cinta ilahiah.

✅ 19. Mufākharah al-Ḥallāj di Tiang Eksekusi. Ketika digiring untuk disalib, ia berkata:   قتلي حياتي!”
Kematian bagiku adalahkehidupan!
🔥 Mufākharah fana’ fillāh—bahwa kematian lahir bukanlah kehancuran ruh.

✅ 20. Mufākharah Imam Mahdi (aj) dalam Ziyārah Āl Yāsīn
Dalam salah satu salam ziarah disebutkan:
“السلام عليك يا باب الله ودَيّان دينه.”
“Salam atasmu, wahai pintu Allah dan penegak agama-Nya.”
🌿 Ini menunjukkan bahwa keberadaan hujjah Allah adalah sumber kemuliaan yang dibanggakan oleh langit dan bumi.

🌹 MANFAAT MENGENALI DAN MERENUNGI “MUFAKHARAH IMAM HUSAIN (AS) DENGAN AYAHNYA (AS)”

Menurut para ʿārifīn (ahli makrifat), perenungan terhadap dialog batin dan maqām spiritual antara Imam Husain dan ayahnya, Amirul Mukminin, membawa manfaat ruhani yang besar, baik bagi hati, amal, maupun hubungan dengan Allah dan Ahlul Bayt.

✅ 10 MANFAAT RUHANI DAN HAKIKATNYA:

1. Menghidupkan Wilayah dalam Diri 
➤ Merenungi mufākharah ini menguatkan hubungan batin dengan wilayah Ahlul Bayt (as) — sebab Ali adalah “Bābul ʿIlm” dan Husain adalah “Qurbānul ʿIlm”.

2. Menanamkan Adab di Hadapan Ahlul Bayt (as) 
➤ Membentuk sikap taḍarruʿ dan tawāḍuʿ saat berhadapan dengan karunia Ilahi yang tampak dalam para Imam.

3. Menguatkan Ruh Pengorbanan Ilahi (Syahādah)
➤ Menyerap nilai bahwa puncak kehormatan bukan pada dunia, tapi dalam pengorbanan demi Allah, seperti Husain kepada Ali, dan Ali kepada Rasulullah. 

4. Membuka Pintu Makrifat Qurbān
➤ Mufākharah ini mengungkap rahasia bahwa makrifat tidak cukup dengan ilmu, tapi butuh darah dan air mata. 

5. Menjadi Cermin Tawḥīd
➤ Mengerti bahwa segala kebanggaan yang benar adalah kebanggaan yang kembali pada Allah semata, sebagaimana para Imam saling memuji bukan karena diri mereka, tapi karena tajallī al-Ḥaqq.

6. Meningkatkan Maqam Fanā’ dan Baqā’ 
➤ Menjadi ladang latihan hati agar dapat melebur diri (fanāʾ) dan hidup kekal dalam keridaan Allah (baqāʾ).

7. Memurnikan Cinta kepada Ahlul Bayt (Mahabbah Naqiyyah)
➤ Cinta bukan karena nasab, bukan karena tragedi semata, tapi karena maqam mereka sebagai cermin Allah.

8. Menghidupkan Makna Karbala dalam Diri
➤ Membawa semangat “كُلُّ يَومٍ عاشوراء و كُلُّ أرضٍ كربلاء” (Setiap hari adalah Asyura, setiap bumi adalah Karbala). 

9. Menguatkan Ikatan Ruhani dengan Sayyid al-Shuhadā’ (as)
➤ Perenungan ini menjadi bentuk ziarah batin kepada Husain (as) dan Ali (as), bahkan ketika jasad kita jauh dari Karbala atau Najaf.

10. Menarik Cahaya Wilayah ke Dalam Jiwa
➤ Siapa yang merenung dalam mufākharah suci ini akan diberi cahaya wilayah, sebagaimana sabda Imam Shadiq (as):
‎“الْوِلَايَةُ نُورٌ يَضَعُهُ اللهُ فِي قَلْبِ مَنْ يَشَاءُ”
(“Wilayah adalah cahaya yang diletakkan Allah ke dalam hati siapa yang Dia kehendaki.”)


🕊️ DOA PARA ARIF: Memohon Cahaya dari Mufākharah Ruhani

📜 الدُّعَاءُ لِمَنْ تَفَكَّرَ فِي مُفَاخَرَةِ الإِمَامِ الحُسَيْنِ مَعَ أَبِيهِ (ع): اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِينَ تَفَاخَرُوا بِحُسَيْنٍ، كَمَا تَفَاخَرَ بِأَبِيهِ، وَارْزُقْنِي نُورَ الْوِلَايَةِ، كَمَا نَظَرَ عَلِيٌّ فِي قَلْبِ وَلَدِهِ، وَافْتَحْ لِي بَابَ الْفَنَاءِ فِي الْمَعْرِفَةِ، كَمَا فَنِيَتْ دِمَاءُ الْحُسَيْنِ فِي حَقِّكَ، يَا نُورَ النُّورِ، وَيَا غَايَةَ الْمَغْرُورِ.

“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang berbangga dengan Husain sebagaimana ia berbangga dengan ayahnya. Anugerahkan padaku cahaya wilayah sebagaimana Ali melihatnya dalam hati putranya. Bukakan bagiku pintu fana dalam makrifat-Mu, sebagaimana darah Husain lenyap dalam kebenaran-Mu, wahai Cahaya segala cahaya, dan Tujuan setiap yang tertipu oleh dunia.”


Semoga bermanfaat!!!!
Mohon Doa!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Amalan Akhir & Awal Tahun ; Amalan Bulan Muharram ; Ziarah Imam Husein as dan Syuhada Karbala

Doa-doa Cepat Terkabul (Sari’ Al-Ijaabah) Dari; Imam Ali as dan Imam Musa as

Doa Pendek untuk Semua Penyakit